Pendahuluan Pemeriksaan Penciuman
Pemeriksaan penciuman atau pemeriksaan fungsi penghidu dilakukan untuk menilai kemampuan saraf olfaktori, misalnya pada kasus rhinosinusitis kronik, rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, trauma kepala, maupun penyakit neurodegeneratif. Meskipun indra pencium sering kurang diperhatikan dibandingkan sistem indra yang lain, tetapi gangguan penciuman dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.[1,2]
Indikasi pemeriksaan penciuman adalah gangguan pada jalur saraf olfaktori, yang dapat disebabkan oleh penyakit rinologis maupun penyakit saraf pusat. Pasien yang diperiksa mungkin mengeluhkan tidak dapat mencium bau (anosmia), penurunan sensitivitas bau (hiposmia), peningkatan sensitivitas bau (hiperosmia), atau perubahan persepsi bau (dysosmia).[2-4]
Secara umum, teknik pemeriksaan penciuman dapat dibedakan menjadi pemeriksaan objektif dan subjektif. Pemeriksaan objektif biasanya hanya dilakukan untuk keperluan riset karena bersifat lebih kompleks, misalnya metode olfactory evoked potentials atau functional magnetic resonance imaging untuk mendeteksi perubahan di otak akibat stimulus bau. Untuk praktik sehari-hari, pemeriksaan subjektif lebih umum digunakan.[2-4]
Pemeriksaan subjektif meliputi skrining awal, pemeriksaan kuantitatif, dan pemeriksaan kualitatif. Pemeriksaan kuantitatif bertujuan untuk menilai ambang bau, yang umumnya menunjukkan masalah penciuman perifer. Sementara itu, pemeriksaan kualitatif bertujuan untuk menilai persepsi bau melalui tes identifikasi dan diskriminasi, dan lebih dikaitkan dengan gangguan pada korteks serebral.[1-4]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini