Teknik Transthoracic Needle Aspiration
Teknik transthoracic needle aspiration (TTNA) bersifat minimal invasive. Pemeriksaan ini akan mengambil sampel jaringan melalui kulit dengan menggunakan coring needle atau fine-bore needle. Penggunaan pencitraan seperti USG atau computed tomography (CT) untuk menuntun tindakan ini sangat disarankan untuk menghindari komplikasi yang tidak diinginkan.[1,7,8]
Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksa melakukan prosedur TTNA, pemeriksa harus menjelaskan kepada pasien tentang indikasi, kontraindikasi, langkah prosedur, dan komplikasi yang mungkin muncul. Setelah penjelasan, pasien diminta memberikan informed consent sebagai tanda persetujuan untuk menjalani tindakan. Pemeriksa harus mengedukasi pasien bahwa pemeriksaan ini akan berhasil bila pasien bisa kooperatif untuk menahan napas sesuai instruksi dan berdiam pada posisi terlentang.[2]
Akses intravena (IV) dipasang untuk memberikan agen sedasi dan obat resusitasi sesuai kebutuhan. Sedasi harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap pasien dan harus memperhitungkan kemungkinan depresi pernapasan. Sebagian besar pasien dapat mentoleransi TTNA dengan baik bila diberikan midazolam 1–2 mg secara IV dan fentanyl 50–100 mcg secara IV.[2,3]
Pemeriksaan Sebelum Tindakan
Pemeriksaan indeks koagulasi seperti jumlah trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan/atau international normalized ratio (INR) harus dilakukan sebelum tindakan. Konsumsi obat antikoagulan oral harus dihentikan sebelum tindakan sesuai dengan pedoman untuk antikoagulasi perioperatif.
Pasien dengan FEV (forced expiratory volume) prediksi <35% berdasarkan spirometri harus dievaluasi oleh tim multidisiplin yang terdiri dari ahli radiologi dan pulmonologi untuk membandingkan risiko dan manfaat bila prosedur tetap dilakukan.[2,9]
Pasien harus menjalani rontgen toraks dari minimal dua pandangan dan juga menjalani CT scan toraks bila TTNA akan dilakukan dengan panduan fluoroskopi. CT scan toraks dapat menentukan kedalaman lesi, hubungan tiga dimensi lesi dengan struktur yang berdekatan, serta rute yang paling aman. Rute paling dekat dengan kulit yang melalui celah pleura adalah rute yang paling disukai. CT scan toraks juga berguna untuk menemukan nodul paru tambahan atau adenopati hilus atau mediastinum.[2,3,9]
Peralatan
Salah satu peralatan yang paling penting dalam melakukan TTNA adalah jarum. Saat ini, terdapat banyak jenis jarum dengan panjang dan diameter variatif. Namun, aspirasi menggunakan jarum halus telah menjadi standar TTNA untuk mengurangi risiko komplikasi. Jarum halus tersebut pada umumnya berukuran 18–22 gauge.
Sistem jarum koaksial juga telah diperkenalkan dengan tujuan untuk mendapatkan banyak sampel dari satu penetrasi pleura. Sistem jarum koaksial ini juga bermanfaat untuk mendapatkan beberapa spesimen yang akan dilakukan evaluasi histologis.[2,3,9]
Posisi Pasien
Pada TTNA yang disertai fluoroskopi, pasien umumnya diposisikan berbaring supinasi atau pronasi. Posisi ini lebih memungkinkan pasien untuk bertindak kooperatif dan tidak bergerak selama pemeriksaan. Posisi miring akan menyulitkan pasien untuk menahan gerakan tubuh. Namun, dalam kondisi tertentu yang membutuhkan posisi miring, penggunaan pengganjal seperti guling dapat membantu pasien.
Posisi dekubitus juga terkadang membantu pemeriksaan klinis lesi ekstrapleura sebab posisi ini bisa menekan hemitoraks dependen. Jika TTNA dilakukan atas kecurigaan abses paru, posisi dekubitus dapat membantu mencegah abses mengontaminasi paru kontralateral selama prosedur berlangsung.[2,3,9]
Prosedural
Prosedur TTNA dapat dilakukan menggunakan jarum tunggal atau jarum koaksial. Pemeriksa harus berpengalaman dengan teknik yang dipilih. Teknik koaksial dilaporkan sebagai teknik terbaik pada mayoritas pasien.
Teknik koaksial memungkinkan penempatan jarum penuntun di posisi dekat massa atau di dalam massa. Jarum kedua dipasang melalui jarum penuntun untuk mendapatkan jaringan. Perangkat atau jarum kedua ini dapat berupa jarum aspirasi atau jarum pemotong atau core needle. Salah satu teknik yang paling sering dilakukan adalah TTNA dengan panduan ultrasonografi (USG).[3,9]
Teknik TTNA dengan Panduan USG
TTNA dengan panduan USG dilakukan pada pasien dalam posisi yang memungkinkan visualisasi USG toraks. Peralatan monitoring harus tersedia untuk memantau tanda vital pasien. Akses intravena juga harus terpasang sebelum tindakan agar pemberian sedasi intravena atau obat lain dapat dilakukan bila terjadi komplikasi.[3,9]
Langkah-langkah pemeriksaan TTNA dengan panduan USG adalah sebagai berikut:
- Operator melakukan teknik aseptik dan mendisinfeksi area kulit dengan cairan antiseptik. Operator kemudian membatasi lokasi penusukan jarum biopsi dengan duk steril untuk memastikan tidak ada kontaminasi pada tempat penusukan
- Transduser USG dapat dimasukkan ke dalam kantong plastik steril
- Operator memegang bagian steril jarum biopsi dan memasangnya ke transduser USG bila memungkinkan. Adaptor yang sesuai dengan ukuran jarum (gauge) ditempatkan pada jarum biopsi. Gel ultrasonik steril dioleskan pada transduser
- Operator memindai lokasi biopsi dengan menggunakan transduser steril dan menentukan jalur biopsi optimal
- Anestesi lokal dapat disuntikkan menggunakan panduan USG. Setelah itu, operator memastikan apakah jalur masih optimal untuk prosedur biopsi berikutnya. Anestesi lokal terbesar harus disuntikkan pada kulit dan pleura parietal. Setelah anestesi lokal menginduksi analgesia, prosedur biopsi dapat dilakukan
- Bila operator menggunakan core needle, sayatan kecil pada kulit harus dilakukan untuk memfasilitasi penetrasi jarum ke kulit
- Operator harus kembali mengidentifikasi bahwa tidak ada pembuluh darah, saraf, atau struktur vital lainnya yang terletak di jalur jarum. Jika memungkinkan, jalur jarum harus tepat di atas tulang rusuk agar bisa mengurangi risiko cedera arteri interkostalis
- Setelah lokasi optimal teridentifikasi, transduser dipertahankan pada posisi tersebut. Jarum biopsi kemudian dimasukkan ke dalam alat pemandu biopsi dan diarahkan dengan pelan ke lesi yang diinginkan
- Ketika jarum mulai masuk ke dalam tubuh pasien, operator harus mampu menilai tanda komplikasi langsung (misalnya pneumothorax)
- Bila jarum sudah berada di dalam lesi, biopsi dapat dilakukan lalu jarum dicabut dengan hati-hati. Biopsi tambahan dapat dilakukan dengan mengulangi prosedur yang telah dijelaskan. Hasil biopsi kemudian diletakkan dalam gelas objek untuk dianalisis dengan pemeriksaan patologi[3,9]
Bila lokasi biopsi tidak menetap dan cenderung bergerak selaras dengan pernapasan pasien, pasien diminta melakukan langkah-langkah koordinasi pernapasan. Pastikan bahwa pasien memahami instruksi untuk menahan napas dan bernapas ketika diminta oleh operator. Pada kondisi ini, langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain:
- Prosedur biopsi dilakukan seperti langkah di atas
- Namun, ketika jarum dimasukkan perlahan ke dinding dada dan mencapai jarak beberapa milimeter dari pleura parietal, pasien diminta untuk menahan napas
- Jarum biopsi kemudian dimajukan perlahan ke lokasi biopsi dan biopsi dilakukan dengan penarikan jarum yang cepat
- Operator kemudian meminta pasien untuk bernapas kembali[3,9]
Teknik TTNA Free-Hand dengan Panduan USG
Operator juga dapat melakukan TTNA dengan panduan USG menggunakan teknik free-hand. Teknik ini tidak menggunakan panduan biopsi yang ditempelkan pada transduser USG. Jarum dimasukkan perlahan tanpa panduan tersebut. Keuntungan teknik ini adalah jalur jarum menjadi lebih fleksibel. Operator juga dapat melakukan teknik biopsi yang berbeda, seperti teknik dalam bidang atau teknik luar bidang.
Namun, kerugian teknik ini adalah operator harus memiliki kepekaan tiga dimensi yang terlatih untuk menentukan di mana posisi jarum ditempatkan dan mengintegrasikan indra dengan informasi yang diperoleh berdasarkan USG. Teknik free-hand lebih mudah dilakukan pada struktur superfisial seperti kelenjar getah bening supraklavikula tetapi lebih sulit dilakukan pada struktur yang lebih profunda seperti konsolidasi paru.[9]
Follow Up
Setelah prosedur biopsi, operator harus melakukan USG paru untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi seperti perdarahan intrapulmonal, pneumothorax, atau hemothorax. USG atau rontgen toraks dapat dilakukan 1 jam setelah tindakan.[9]
Gambar USG paru prabiopsi, selama biopsi, dan pascabiopsi harus disimpan untuk dokumentasi dan dapat digunakan bila terdapat kesulitan interpretasi hasil biopsi. Selain itu, gambar ini juga berguna bila pasien perlu prosedur biopsi tambahan.
Jika dalam waktu 1 jam setelah prosedur pasien tidak memiliki tanda-tanda komplikasi, pasien dapat dipulangkan (bila berobat rawat jalan) atau dikembalikan ke ruang rawat inap. Pasien harus diedukasi terkait tindakan yang perlu lakukan bila gejala komplikasi muncul dalam 24 jam setelah prosedur.[9,10]