Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Oxycodone
Penggunaan oxycodone atau oksikodon pada kehamilan dan menyusui tidak disarankan. Oxycodone dapat memberikan efek putus obat pada janin yang dikandung atau bayi yang menyusu.[4-6]
Penggunaan pada Kehamilan
Food and Drug Administration (FDA) memasukkan oxycodone ke dalam kategori C. Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin
Therapeutic Goods Administration (TGA) juga memasukkan oxycodone dalam kategori C. Berdasarkan mekanisme aksinya, obat diduga dapat memberikan efek buruk pada fetus manusia atau neonatus, namun tidak menyebabkan malformasi.
Opioid diketahui melewati plasenta dan dapat menyebabkan depresi napas. Penggunaan oxycodone juga dapat memperpanjang persalinan karena menurunkan kontraksi uterus.
Penggunaan oxycodone untuk ibu hamil dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan neonatal abstinence syndrome. Gejalanya mencakup gejala otonom (demam, ketidakstabilan temperatur), gastrointestinal (diare, muntah), dan neurologi (hiperaktif, high-pitched crying, peningkatan tonus otot, gangguan pola tidur).
Selain itu, konsumsi oxycodone saat hamil juga dihubungkan dengan kelainan kongenital, gangguan perkembangan fetus, still birth, dan persalinan preterm.[5,6,10]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Penggunaan oxycodone pada ibu menyusui tidak disarankan. Tikus yang diberi oxycodone saat menyusui menunjukkan anak yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil. Ukuran tubuh kembali normal setelah menyusui dihentikan. Pada manusia, oxycodone diketahui diekskresikan ke ASI, sehingga pemberian pada ibu menyusui dapat menyebabkan sedasi dan depresi napas pada infant.[4]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini