Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Erythromycin
Penggunaan erythromycin atau eritromisin pada kehamilan termasuk dalam kategori B berdasarkan Food and Drugs Administration atau FDA. Pada ibu menyusui, erythromycin dapat digunakan dengan berhati-hati, sebab erythromycin dapat didistribusikan ke dalam air susu ibu atau ASI dalam jumlah sedikit.
Penggunaan pada Kehamilan
FDA memasukan obat ini dalam kategori B, yaitu studi reproduksi pada hewan menunjukkan efek buruk pada fetus, tetapi belum ada cukup bukti ilmiah pada fetus manusia. Therapeutic Goods Administration (TGA) memasukan ke dalam kategori A, yaitu obat ini telah dikonsumsi oleh banyak wanita hamil, juga wanita usia reproduktif, dan tidak menunjukkan peningkatan frekuensi malformasi atau dampak buruk baik langsung maupun tidak langsung pada fetus.[15,21]
Sebuah tinjauan sistematis dan metaanalisis pada tahun 2019 meneliti dampak paparan antibiotik makrolida selama kehamilan, di antaranya erythromycin, terhadap luaran pada anak. Temuan yang didapatkan adalah adanya peningkatan risiko abortus akibat penggunaan antibiotik makrolida, dibandingkan dengan antibiotik alternatif.[22]
Selain itu, erythromycin juga ditemukan berhubungan dengan kejadian malformasi orofasial, serta labioschisis dan palatoschisis. Bukti klinis mengenai hubungan antibiotik makrolida dengan cerebral palsy dan epilepsi masih inkonsisten. Oleh sebab itu, pemberian erythromycin selama kehamilan dilakukan jika manfaatnya lebih besar dibandingkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan.[22]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Erythromycin dapat diekskresikan ke dalam air susu ibu (ASI), tetapi dalam kadar sedikit dan tidak mengganggu anak. Oleh karena itu, obat ini dapat diberikan pada ibu menyusui dan keberadaannya dalam ASI tidak menyebabkan efek samping pada bayi. Namun, tetap lakukan pemantauan pada bayi untuk mencari dampak terhadap flora gastrointestinal, seperti diare, atau efek lain, misalnya kandidiasis.[20,23]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra