Pengawasan Klinis Griseofulvin
Pengawasan klinis griseofulvin dapat dilakukan dengan pemeriksaan hematopoietik, serta fungsi ginjal dan hepar secara berkala pada pasien yang menerima terapi jangka panjang dan/atau memiliki riwayat penyakit hepar dan penyakit hematologi.
Selain itu, pengawasan juga dilakukan dengan memberikan edukasi pada pasien bahwa griseofulvin menyebabkan fotosensitivitas, serta upaya untuk mencegah kekambuhan infeksi fungi.
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa sumber menyarankan melakukan pemeriksaan laboratorium, seperti hitung darah lengkap, serta fungsi hepar dan ginjal pada pasien yang menerima terapi griseofulvin jangka panjang atau di atas 8 minggu. Namun, manfaat pemantauan laboratorium secara berkala masih diperdebatkan.[4,11]
Studi retrospektif berskala besar oleh Stolmeier et al pada tahun 2015 menemukan bahwa kelainan hasil laboratorium pada pasien yang menggunakan griseofulvin jarang ditemukan. Jika ditemukan kelainan, umumnya tidak begitu bermakna dan tidak perlu menghentikan terapi griseofulvin.[13]
Berdasarkan studi tersebut, pemeriksaan laboratorium secara berkala tidak perlu dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak yang menerima terapi griseofulvin. Namun, pemeriksaan laboratorium berkala dapat dipertimbangkan bila pasien memiliki riwayat penyakit hepar atau kelainan hematologi sebelumnya. Jika pasien menderita gagal hati, pemberian griseofulvin tidak boleh dilakukan.[6,11,12]
Reaksi pada Kulit
Meskipun jarang, tetapi reaksi kulit yang berat pernah dilaporkan akibat penggunaan griseofulvin, di antaranya Sindrom Stevens-Johnson, toxic epidermal necrolysis, dan eritema multiforme. Penggunaan griseofulvin dapat menyebabkan fotosensitivitas. Pasien perlu disarankan untuk menghindari paparan sinar matahari atau sinar artifisial secara berkepanjangan, atau terhadap sinar yang sangat intens.[2,4,9]
Mencegah Kekambuhan
Selain itu, pasien juga perlu menjaga higienitas diri untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan griseofulvin bersama dengan antijamur topikal, misalnya ketoconazole, dapat dipikirkan untuk mengurangi penyebaran material infektif.[4,12]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra