Farmakologi Streptomycin
Farmakologi streptomycin atau streptomisin adalah sebagai antibiotik aminoglikosida yang banyak digunakan dalam tata laksana tuberkulosis. Streptomycin bekerja dengan berikatan ke subunit 30S ribosom bakteri dan menyebabkan gangguan pada sintesis.[3,7,8]
Farmakodinamik
Streptomycin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang bekerja ketika terikat dengan subunit 30S ribosom bakteri, menyebabkan kesalahan pembacaan t-RNA, sehingga mengakibatkan bakteri tidak dapat mensintesis protein yang penting untuk pertumbuhan.
Aminoglikosida mempunyai manfaat utama untuk mengatasi infeksi bakteri aerobik gram negatif, seperti Pseudomonas, Acinetobacter, dan Enterobacter. Selain itu, beberapa jenis Mycobacteria, termasuk penyebab tuberkulosis, juga bisa diatasi dengan streptomycin.[1,8]
Farmakokinetik
Farmakokinetik streptomycin sangat buruk pada pemberian per oral. Obat ini diabsorpsi dengan buruk melalui saluran gastrointestinal, sehingga diberikan secara injeksi.[1]
Absorpsi
Streptomycin tidak diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Bila diberikan melalui injeksi intramuskular, streptomycin akan diabsorpsi secara cepat. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak plasma 0,5‒2 jam.[1,3,7,8]
Distribusi
Streptomycin didistribusikan secara cepat ke jaringan tubuh dan cairan tubuh, termasuk serum, abses, ascites, cairan perikardial, pleura, sinovial, limfatik, dan peritoneal. Tetapi streptomycin tidak didistribusikan ke otak. Streptomycin juga dapat menembus sawar plasenta dan diekskresikan ke ASI.[1]
Metabolisme
Metabolisme streptomycin belum diketahui pasti. Namun, secara umum, aminoglikosida tidak dimetabolisme dan diekskresikan melalui filtrasi glomerulus.[1]
Eliminasi
Hingga 90% streptomycin diekskresikan ke urine dalam bentuk tidak berubah. Kurang dari 1% diekskresikan melalui feses, saliva, keringat, dan air mata.
Waktu paruh pada neonatus sekitar 4‒10 jam, sedangkan pada dewasa berkisar 2‒5 jam. Waktu paruh akan memanjang pada pasien dengan gangguan ginjal.[3,7,8]
Resistansi
Resistansi streptomycin dapat terjadi akibat mutasi pada gen yang mengkode protein ribosom S12 rpsl. Resistansi juga bisa terjadi bila terdapat mutasi pada gen 15S rRNA.[10]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini