Formulasi Basiliximab
Formulasi basiliximab adalah serbuk injeksi. Di beberapa negara lain, serbuk injeksi obat ini tersedia dalam dosis 10 mg dan 20 mg. Namun, di Indonesia, serbuk injeksi obat ini hanya tersedia dalam dosis 20 mg.
Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan basiliximab di Indonesia adalah serbuk injeksi 20 mg yang dikemas dalam vial. Selain itu, kemasan obat ini biasanya disertai dengan ampul pelarut 5 mL.[2]
Cara Penggunaan
Basiliximab dapat diberikan melalui jalur intravena perifer atau sentral. Sediaan yang sudah direkonstitusi dapat diberikan secara injeksi bolus atau diencerkan dalam 25 mL larutan (bila sediaan 10 mg) atau 50 mL larutan (bila sediaan 20 mg). Larutan yang digunakan bisa berupa larutan salin normal atau dekstrosa 5%. Campuran ini diberikan melalui infus selama 20–30 menit dan tidak boleh dicampur dengan obat lain. Injeksi bolus lebih berisiko menimbulkan mual, muntah, dan reaksi lokal (nyeri).[2]
Sebelum pemberian, sediaan harus diinspeksi untuk menilai ada tidaknya perubahan warna atau endapan. Basiliximab yang sudah direkonstitusi merupakan larutan yang transparan dan sedikit buram. Jangan gunakan obat jika terdapat endapan atau jika warna telah berubah.[2]
Cara Penyimpanan
Basiliximab harus disimpan dalam suhu 2–8℃. Basiliximab yang sudah direkonstitusi boleh disimpan dalam suhu tersebut selama 24 jam atau dalam suhu ruangan selama 4 jam. Jika melewati waktu tersebut, sediaan yang sudah direkonstitusi harus dibuang.[2]
Kombinasi dengan Obat Lain
Basiliximab umumnya dikombinasi dengan regimen imunosupresan lain, contohnya siklosporin dan kortikosteroid. Dua studi double-blind telah menilai keamanan dan efektivitas basiliximab ketika dikombinasi dengan siklosporin dan kortikosteroid. Kedua studi tersebut membandingkan basiliximab 40 mg (2 dosis pemberian) dan plasebo.
Subjek penelitian adalah 729 pasien berusia 18–75 tahun yang menerima donor ginjal. Sebanyak 359 orang dimasukkan ke dalam kelompok kontrol dan sebanyak 363 orang dimasukkan ke dalam kelompok basiliximab. Parameter penilaian adalah insidensi kematian, graft loss, atau respons penolakan akut dalam 6 bulan pascatransplantasi.
Hasil menunjukkan bahwa kombinasi basiliximab dengan siklosporin dan kortikosteroid secara signifikan mengurangi insidensi respons penolakan akut pada 6 bulan dan 12 bulan pascatransplantasi.[7]