Farmakologi Testosteron
Secara farmakologi, testosteron sintetik bekerja seperti testosteron endogen yang dapat berikatan dengan reseptor androgen. Ikatan terjadi dalam bentuk testosteron ataupun dihydrotestosterone. Selain berikatan dengan reseptor androgen, testosteron juga bisa dikonversi menjadi estradiol dan mengaktivasi reseptor estrogen.[1,4,6]
Androgen endogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan organ kelamin laki-laki serta pemeliharaan karakteristik seks sekunder.[1,4,6]
Farmakodinamik
Testosteron sintetik berfungsi seperti hormon androgen endogen. Selain berperan untuk perkembangan organ genital dan karakteristik seks sekunder laki-laki, testosteron juga berperan dalam hematopoiesis, komposisi badan, dan metabolisme tulang.[4,8]
Terapi pengganti testosteron pada pria dengan hipogonadisme dapat meningkatkan fungsi seksual, indeks massa tubuh (IMT), densitas tulang, eritropoiesis, dan ukuran prostat. Terapi ini juga akan memengaruhi profil lipid.[4,8]
Farmakokinetik
Secara in vivo, testosteron akan dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT) pada jaringan target oleh enzim 5-alfa-reduktase. DHT berikatan dengan afinitas lebih tinggi pada reseptor androgen bila dibandingkan testosteron, sehingga dapat mengaktivasi ekspresi gen dengan lebih efisien.[1]
Selain itu, testosteron juga akan dikonversi menjadi estradiol oleh kompleks enzim aromatase, terutama di hepar dan jaringan lemak. Testosteron dan DHT berperan dalam perkembangan karakteristik seks laki-laki yang berhubungan dengan alat genital, otot skeletal, dan folikel rambut. Sementara itu, estradiol berperan dalam maturasi epifisis dan mineralisasi tulang.[1]
Absorpsi
Absorpsi testosteron tergantung pada jenis sediaannya.
Sediaan Topikal Gel:
Testosteron topikal gel akan diabsorpsi secara sistemik melalui kulit. Aplikasi gel akan cepat kering pada permukaan kulit dan akan melepaskan hormon ke sirkulasi sistemik. Absorpsi perkutan berlangsung selama 24 jam. Konsentrasi serum testosteron mulai mencapai level steady state pada akhir 24 jam dan mencapai steady state sepenuhnya pada hari kedua dan ketiga dosis gel 1%.[1]
Lokasi aplikasi preparat transdermal mempengaruhi absorpsi obat karena dipengaruhi oleh permeabilitas kulit dan aliran darah perkutan. Lokasi abdomen, punggung, bokong, dan lengan atas menunjukkan pencapaian konsentrasi serum testosteron yang baik. Pemberian pada malam hari (sekitar jam 10 malam) menunjukkan profil konsentrasi testosteron yang mirip dengan pola diurnal testosteron endogen pada laki-laki muda dan sehat.[1]
Sediaan Oral:
Pada pemberian oral, hanya sebagian kecil obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Pemberian oral testosteron memiliki bioavailabilitas rendah karena terjadi metabolisme obat di pencernaan selama absorpsi dan first pass pada hepar.[1]
Injeksi Intramuskular:
Absorpsi akan bersifat lambat pada jaringan lemak yang merupakan lokasi penyuntikan intramuskular. Testosteron yang diinjeksikan intramuskular akan mencapai konsentrasi puncak sekitar 72 jam setelah injeksi dan memiliki durasi kerja sekitar 2–4 minggu.[1]
Distribusi
Di sirkulasi, testosteron berikatan dengan sex hormone-binding globulin (SHBG) dan albumin. Sekitar 40% dari testosteron di plasma berikatan dengan SHBG, sedangkan 2% beredar dalam bentuk tidak berikatan (bebas) dan sisanya berikatan dengan albumin dan protein lainnya. Waktu paruh testosteron berkisar 10–100 menit.[4,6,8,9]
Metabolisme
Testosteron terutama dimetabolisme di hepar menjadi 17-ketosteroid melalui dua jalur yang berbeda. Metabolit aktif terbesar dari testosteron adalah estradiol dan DHT.[6,8,9]
Eliminasi
Testosteron dan metabolitnya diekskresi di urine dan feses. Sekitar 90% testosteron diekskresi melalui urine sebagai asam glukoronat dan asam sulfat yang dikonjugasikan dengan obat dan metabolitnya. Sekitar 6% dari dosis obat diekskresi di feses sebagai obat tidak terkonjugasi. Inaktivasi testosteron terutama terjadi di hepar.[4,6,8,9]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur