Farmakologi Faktor IX
Farmakologi dari faktor IX mencakup kerjanya pada jalur intrinsik koagulasi darah. Setelah aktif, faktor IX akan membentuk kompleks dengan ion kalsium, membran fosfolipid, dan faktor koagulasi VIII untuk mengaktivasi faktor koagulasi X yang pada akhirnya akan membantu agregasi platelet.
Farmakodinamik
Faktor IX dapat digunakan untuk substitusi defisiensi faktor koagulasi IX. Hemofilia B atau yang dikenal juga sebagai Christmas disease, merupakan kelainan koagulasi darah yang diturunkan secara X-linked dan memiliki karakteristik abnormalitas sintesis protein faktor koagulasi IX. Faktor IX bersifat dependen terhadap vitamin K yang disintesis di hati. Terdapat beberapa jenis faktor IX yaitu rekombinan dan kompleks.[1]
Faktor IX diaktivasi oleh faktor XIa pada jalur intrinsik koagulasi. Faktor IXa yang teraktivasi, bersamaan dengan faktor VII, akan mengaktivasi faktor X menjadi faktor Xa sehingga dapat menyebabkan protrombin berubah menjadi trombin dan terjadi pembentukan klot fibrin. Pemberian faktor IX eksogen dapat menggantikan faktor IX yang mengalami defisiensi pada pasien hemofilia B dengan memperbaiki hemostasis secara semetara.[1]
Faktor IX akan menyebabkan terjadinya ikatan antara vitamin K dan faktor VIIIa, memecah ikatan Arg-ile dari faktor X untuk membentuk faktor Xa yang aktif. Hal ini menyebabkan terjadinya kaskade pembekuan darah sehingga terjadi koagulasi dan clotting. Faktor IX dapat menormalkan kembali APTT yang memanjang pada hemofilia B dengan menggantikan faktor IX endogen secara sementara.
Faktor IX terdapat pada plasma darah dan bersifat sebagai zimogen yang tidak aktif dan akan diaktifkan oleh vitamin K menjadi protease serin oleh faktor koagulasi Xia. yang akan memecah ikatan peptida.
Proses ini menyebabkan faktor IX memiliki dua rantai, yaitu light chain dan heavy chain, yang dipertahankan bentuknya oleh ikatan disulfide. Setelah aktif, faktor IX akan membentuk kompleks dengan ion kalsium, membran fosfolipid, dan faktor koagulasi VIII untuk mengaktivasi faktor koagulasi X yang pada akhirnya akan membantu terjadinya agregasi platelet.[1]
Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik faktor IX mencakup absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi faktor IX.
Absorpsi
Faktor IX dapat diadministrasikan lewat injeksi intravena. Pada sediaan injeksi vena, faktor IX memiliki waktu paruh sekitar 18–24 jam, tetapi pada pasien dengan hemofilia B berat, injeksi perlu diberikan setidaknya dua kali seminggu untuk mencegah perdarahan spontan.[1,7,8]
Distribusi
Volume distribusi faktor IX adalah sekitar 100 mL/kg. Laju clearance plasma faktor IX yaitu 223 mL/jam. Waktu untuk mencapai equilibrium pada ruang ekstravaskular yaitu 4–6 jam. Selain melalui darah, distribusi juga dapat terjadi melalui sistem limfatik dalam jumlah kecil.[9-11]
Metabolisme
Metabolisme faktor IX kompleks secara cepat dibersihkan dari plasma. Clearance pada tipe rekombinan dua kali lebih cepat daripada plasma derived.[1]
Eliminasi
Faktor IX diekskresikan melalui urine sebanyak 44% dan feses sebanyak 28%. Waktu paruh eliminasi secara intravena adalah 21–25 jam.[12]
Resistensi
Resistensi terhadap faktor IX dapat terjadi akibat berbagai mekanisme, antara lain adanya inhibitor faktor IX yang umumnya merupakan antibodi yang terbentuk akibat masuknya faktor IX eksogen. Inhibitor faktor IX ini terdapat pada 20–50% pasien hemofilia derajat berat dan dapat dicurigai pada pasien yang tidak memiliki respons yang baik terhadap terapi atau tidak mencapai kadar faktor IX yang diinginkan.
Faktor risiko terbentuknya inhibitor faktor IX adalah mutasi genotip tertentu (delesi mayor atau mutasi nonsense memiliki risiko lebih tinggi daripada delesi minor atau mutasi missense), hemofilia B yang berat, usia muda, dan riwayat keluarga memiliki inhibitor faktor IX.[1]
Pasien hemofilia B perlu dicurigai memiliki inhibitor faktor IX apabila mengalami respons suboptimal atau mengalami penurunan respons terhadap terapi dengan dosis yang sama. Antibodi yang terbentuk umumnya adalah antibodi IgG poliklonal yang dapat meningkat titernya setelah diberikan faktor IX eksogen. Inhibitor faktor IX dapat meningkatkan risiko alergi atau reaksi anafilaktik segera setelah pemberian faktor IX eksogen.[13]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja