Penatalaksanaan Malignant Hyperthermia
Penatalaksanaan malignant hyperthermia atau hipertermia maligna yang pertama dilakukan adalah menghentikan penggunaan agen anestesi yang diduga menginduksi terjadinya malignant hyperthermia dan tidak menggunakan succinylcholine. Farmakoterapi atau drug of choice untuk malignant hyperthermia adalah dantrolene.[2,6,11,16]
Penatalaksanaan Awal Malignant Hyperthermia Akut
Penatalaksanaan utama dari malignant hyperthermia akut adalah menghentikan semua obat yang mungkin menginduksi terjadinya malignant hyperthermia, dan mulai melakukan hiperventilasi dengan meningkatkan ventilasi 2-3 kali di mana oksigenasi high flow diberikan 100%.[2,6,11,16,18]
Jika memungkinkan, segera hentikan operasi apabila malignant hyperthermia terjadi saat operasi berlangsung. Namun, jika tidak memungkinkan, segera lakukan perubahan ke jenis anestesi yang lain seperti total intravenous anesthesia (TIVA).[16-18]
Tidak direkomendasikan untuk mengganti sirkuit pernapasan pada mesin anestesi, lebih baik segera lakukan pelepasan vaporiser. Kemudian berikan dantrolene secepat mungkin, karena dantrolene merupakan elemen penting dari penatalaksanaan malignant hyperthermia.[2,6,12]
Farmakoterapi: Dantrolene
Dantrolene dapat tersedia dalam dua bentuk berbeda yaitu Dantrium® dan Ryanodex®. Dantrium® merupakan bentuk tradisional dari dantrolene. Dantrium® hadir dalam botol 20 mg yang sulit larut dan memerlukan 60 mL air steril untuk persiapan larutannya. Untuk terapi pertama, rata-rata orang dewasa memerlukan 8-10 ampul dari Dantrium®.
Ryanodex® merupakan sediaan alternatif baru dari dantrolene. Ryanodex® tersedia dalam ampul 250 mg yang hanya memerlukan 5 mL pengencer dengan air steril untuk melarutkan. Terapi awal dengan Ryanodex® dapat dilakukan hanya dengan satu ampul.[1,6,12]
Pasien malignant hyperthermia yang diberikan dantrolene harus diobservasi secara ketat dan terus menerus selama 48-72 jam, karena 25% pasien malignant hyperthermia dapat mengalami gejala klinis yang relaps meskipun dantrolene telah diberikan.[16,17,20]
Dantrolene memiliki toksisitas yang rendah bila diberikan dalam jangka waktu singkat dengan manfaat terapi yang cukup besar. Efek samping jangka pendek dari dantrolene meliputi flebitis pada 9% kasus, kelemahan otot sementara pada 21% kasus, gangguan gastrointestinal pada 4% kasus, serta gangguan respirasi pada pasien dengan kelainan neuromuskular yang sudah ada sebelumnya.[17,18,20]
Penatalaksanaan Simpatomimetik Malignant Hyperthermia
Penatalaksanaan simpatomimetik pada malignant hyperthermia bertujuan untuk meredakan gejala klinis seperti kenaikan temperatur atau suhu tubuh yang ekstrem, hiperkalemia, aritmia, dan asidosis.[1,2,6]
Penatalaksanaan Hipertermia
Berikan cairan intravena yang dingin yaitu NaCl 0,9% dengan suhu 4ºC sebanyak 2–3 L. Kompres es pada regio leher, aksila, dan pelvis. Lakukan bilas lambung, vesica urinaria, dan rektum dengan cairan dingin. Hentikan pendinginan ketika suhu telah mencapai < 38,5ºC.[2,6,12,18-20]
Penatalaksanaan Hiperkalemia
Penanganan hiperkalemia adalah pemberian natrium bikarbonat dan atau glukosa dengan insulin, pemberian kalsium intravena, dan hemofiltrasi.
Penting untuk mencatat bahwa penanganan hiperkalemia pada kasus malignant hyperthermia berbeda dari penanganan hiperkalemia pada keadaan lain. Meskipun kalsium biasanya merupakan terapi pertama untuk hiperkalemia, pada kasus malignant hyperthermia, penggunaannya harus sangat hati-hati karena kemungkinan kontribusi pada beban kalsium yang berlebih di dalam sel otot rangka.[11]
Natrium Bikarbonat dan/atau Glukosa dengan Insulin:
Pemberian natrium bikarbonat dan/atau glukosa dengan insulin direkomendasikan sebagai terapi pertama untuk mengatasi hiperkalemia. Natrium bikarbonat dan glukosa dengan insulin bekerja untuk memindahkan kalium dari sirkulasi ke dalam sel, mengurangi kadar kalium dalam darah.[11]
Kalsium Intravena:
Pemberian kalsium intravena 0,1 mmol/kg harus dilakukan dengan hati-hati dan hanya dalam situasi ekstrem. Ini karena ada bukti bahwa peningkatan aliran kalsium ekstraseluler dapat berkontribusi pada penumpukan kalsium berlebih di dalam sel otot rangka yang terjadi selama malignant hyperthermia.[11]
Haemofiltrasi:
Jika hiperkalemia tidak dapat dikendalikan dengan terapi lain, pertimbangkan untuk melakukan haemofiltrasi. Haemofiltrasi adalah prosedur pengobatan yang menggunakan filter untuk membersihkan darah dari elektrolit yang berlebih, termasuk kalium.[11]
Penatalaksanaan Asidosis
Hiperventilasi merupakan tindakan utama untuk mengatasi asidosis. Dengan meningkatkan laju ventilasi, konsentrasi karbon dioksida (CO2) dalam darah akan berkurang, sehingga membantu menormalkan pH darah.
Natrium bikarbonat diberikan pada pH <7,2. Hal ini karena pH darah rendah terkait dengan prognosis yang buruk pada kasus malignant hyperthermia. Pemberian natrium bikarbonat akan membantu dalam penyerapan ion kalium kembali ke dalam sel, serta mengalkalisasi urine. Dengan demikian, akan membantu mengatasi asidosis dan mengurangi kadar kalium dalam darah.[2,6,11,12,18-20]
Penatalaksanaan Aritmia
Aritmia yang paling sering terkait dengan malignant hyperthermia adalah takiaritmia. Direkomendasikan untuk menggunakan agen antiaritmia yang relevan dan sesuai dengan gambaran klinis yang dialami pasien.
Amiodarone adalah agen antiaritmia yang sering digunakan untuk mengatasi berbagai jenis aritmia. Obat ini memiliki efek yang luas terhadap berbagai jenis gangguan irama jantung. Amiodarone dapat diberikan 300 mg secara intravena.
Beta-blocker dengan durasi aksi pendek dapat digunakan untuk mengontrol denyut jantung yang tinggi pada kasus malignant hyperthermia. Obat ini bekerja dengan mengurangi aktivitas simpatis dan menurunkan denyut jantung.
Suplemen magnesium dapat menjadi pilihan untuk mengatasi aritmia pada kasus malignant hyperthermia. Calcium channel blockers tidak boleh digunakan.[2,6,11,12,18-20]
Mioglobinuria
Penanganan mioglobinuria bertujuan untuk mencapai laju produksi urin lebih dari 2 ml/kg/jam. Dapat diberikan furosemide 0,5 mg/kg. Pemeliharaan cairan rumatan dilakukan dengan cairan kristaloid.
Terdapat kontroversi mengenai penggunaan natrium bikarbonat untuk mengalkalisasi urin sebagai pencegahan cedera ginjal akut akibat mioglobinuria. Namun, mengingat bahwa mioglobin kurang mungkin mengendap dalam urin yang bersifat alkali, dan tidak ada bukti yang meyakinkan akan bahayanya dalam situasi ini, maka disarankan untuk menggunakan natrium bikarbonat.[11,18-20]
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
Terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC) selama malignant hyperthermia terkait dengan prognosis yang buruk. Disarankan untuk memberikan terapi empiris dengan platelet, fresh frozen plasma, dan cryoprecipitate untuk mengatasi DIC. Asam traneksamat tidak diindikasikan dalam situasi ini.[11]
Sindrom Kompartemen
Pasien yang mengalami mioglobinuria harus dipantau untuk perkembangan sindrom kompartemen. Harus diingat bahwa kadar creatine kinase mungkin tidak mencapai puncaknya hingga 24 jam setelah kejadian malignant hyperthermia.
Pemantauan utama untuk sindrom kompartemen adalah secara klinis. Pasien yang sadar kemungkinan akan mengeluh nyeri jika sindrom kompartemen berkembang. Pada pasien yang disedasi, harus dilakukan penilaian teratur terhadap anggota gerak untuk pembengkakan, tonus otot, dan nadi perifer atau saturasi oksigen perifer.
Jika ada kecurigaan bahwa sindrom kompartemen telah berkembang, tekanan kompartemen harus diukur. Pengobatan untuk sindrom kompartemen adalah dengan melakukan fasiotomi, yaitu pembukaan sayatan di dalam kompartemen untuk mengurangi tekanan.[11]
Monitoring
Pasien yang mengalami malignant hyperthermia harus diobservasi di ruangan intensive care unit (ICU) setidaknya selama 24 jam, untuk stabilisasi keadaan umum pasien dan karena adanya kemungkinan gejala klinis yang dapat relaps. Observasi standar harus dilakukan (tekanan arteri, denyut jantung, laju pernapasan, suhu tubuh, urine output, kapnometri) dan ventilasi mekanis harus dilanjutkan.
Setiap 6–8 jam harus dilakukan observasi yang melibatkan parameter keseimbangan asam basa dalam darah arteri, kadar CK, keberadaan mioglobin dalam urin, dan gangguan pembekuan.[17-20]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra