Penatalaksanaan Hernia Diafragma
Penatalaksanaan utama hernia diafragma, baik kongenital dan akuisata, adalah pembedahan. Pembedahan hernia diafragma kongenital dapat segera atau ditunda, tergantung manifestasi klinis pasien. Sementara, pembedahan hernia diafragma akuisata dipengaruhi oleh mekanisme dan waktu terjadi cedera, ukuran kerusakan diafragma, jenis dan jumlah organ abdominal yang mengalami herniasi ke dalam rongga toraks, serta gejala klinis pasien.[1,5,14,15]
Hernia Diafragma Kongenital
Penatalaksanaan dari hernia diafragma kongenital meliputi asuhan prenatal, resusitasi dan monitoring, serta tindakan pembedahan.[5]
Asuhan Prenatal
Pada asuhan prenatal, pemberian kortikosteroid pada ibu dilaporkan dapat membantu proses maturasi paru. Namun studi terkait efikasi dari pemberian kortikosteroid masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten, sehingga manfaatnya masih kontroversial.
Pada percobaan dengan hewan coba mencit, pemberian obat selain kortikosteroid seperti sildenafil dosis tinggi dilaporkan memberikan perbaikan pada struktur paru, meningkatkan densitas pembuluh darah, dan menurunkan hipertrofi ventrikel kanan jantung.
Selain pemberian obat prenatal, hal lain yang harus diperhatikan adalah usia kehamilan yang tepat untuk persalinan. Sebaiknya dokter mengusahakan agar bayi bisa lahir se-aterm mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat kelahiran prematur dan mengurangi risiko mortalitas.[12,16,17]
Resusitasi dan Monitoring
Resusitasi neonatus pada bayi dengan hernia diafragma kongenital dilakukan sama seperti resusitasi pada neonatus lainnya. Setelah itu, pada bayi dengan hernia diafragma harus segera dipasangkan pipa nasogastrik yang terhubung dengan suction, tujuannya untuk dekompresi lambung.
Pada sebagian besar kasus, bayi memerlukan tindakan intubasi dengan pemberian oksigen dititrasi. Saturasi preduktal usahakan di atas 70% pada 1‒2 jam pertama pasca kelahiran, namun harus disertai dengan kadar pH dan PaCO2 yang normal pada pemeriksaan gas darah. Kemudian, untuk jam selanjutnya, pertahankan saturasi hingga 85‒95%.
Pemilihan ventilasi pada bayi masih menjadi perdebatan hingga kini. Banyak pedoman lebih merekomendasikan penggunaan conventional mechanical ventilation (CMV). Penggunaan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) bisa dipertimbangkan bila metode ventilasi lain tidak berhasil mempertahankan saturasi di atas 85%. Pemasangan preductal pulse oximetry dianjurkan untuk memantau saturasi oksigen.
Terkait status hemodinamik bayi, pemasangan akses vena baik sentral atau perifer sangat dianjurkan. Selain itu, arterial line pada umbilikus pasien juga direkomendasikan untuk memantau tekanan darah dan nadi. Target yang harus dicapai atau indikator perfusi dari end-organ bayi yang optimal adalah nadi yang sesuai dengan usia gestasi, pH arteri >7,2, kadar laktat <3–5 mmol/L, capillary refill time tidak melambat, dan output urin >1 mL/kgBB/jam.[18,19]
Pembedahan
Pada bayi dengan kondisi stabil, biasanya tindakan pembedahan dilakukan 48‒72 jam setelah kelahiran. Namun, jika kondisi tidak stabil, maka kapan dilakukan tindakan pembedahan sulit untuk ditentukan.
Keputusan waktu terbaik untuk tindakan bedah tergantung pada kondisi pasien dan pertimbangan dokter yang merawat. Pembedahan dapat dilakukan secepat mungkin (early repair), menunggu setelah 72 jam pasca ECMO atau dekanulasi, atau menunda sampai beberapa minggu hingga kondisi bayi stabil (delayed repair).
Teknik pembedahan primary closure dari defek bisa melalui abdominal approach atau thoracic approach. Penutupan defek bisa menggunakan patch dengan bahan dasar seperti politetrafluoretilen atau biosintetik (submukosa dari usus atau kolagen kulit) dan komposit. Teknik pembedahan yang tidak invasif seperti metode laparoskopik dan torakoskopik lebih sering menyebabkan rekurensi dibandingkan dengan teknik pembedahan metode terbuka (open).[15,20,21]
Hernia Diafragma Akuisata
Penatalaksanaan dari hernia diafragma akuisata disesuaikan dengan faktor penyebab, dan kondisi pasien. Pada kondisi akut, maka perlu dilakukan resusitasi dan stabilisasi pada pasien. Setelahnya, baru dilanjutkan dengan tindakan pembedahan.
Resusitasi dan Stabilisasi
Resusitasi dan stabilisasi pasien dengan hernia diafragma akuisata sama seperti pada pasien trauma dan kegawatan lain, yaitu dengan prinsip ABC (Airway, Breathing, Circulation). Pastikan patensi jalan napas, pertahankan saturasi pernapasan di atas 92%, beri oksigen jika perlu, pasang intravenous line untuk resusitasi cairan dan pemberian obat sesuai indikasi, dan pantau tanda vital.
Pemasangan pipa nasogastrik diperlukan, selain untuk kepentingan diagnostik, juga untuk dekompresi lambung. Pada pasien yang mengalami trauma, lakukan kontrol perdarahan.[11,15]
Pembedahan
Tindakan pembedahan pada kasus hernia diafragma akuisata pada prinsipnya serupa dengan kasus hernia diafragma kongenital, yaitu bertujuan untuk menutup dan memperbaiki defek hernia. Teknik pembedahan bisa melalui abdominal approach (laparotomi), thoracic approach (torakotomi), atau gabungan dari keduanya.
Laparotomi lebih sering digunakan pada kasus hernia yang sifatnya akut, atau disebabkan oleh trauma intraabdomen. Reparasi dari defek disesuaikan dengan ukurannya, dengan menggunakan benang jahit non-absorbable. Jika ukuran defek kecil, maka teknik jahitan dapat menggunakan teknik interrupted, matras horizontal, atau figure of eight. Namun, jika ukuran defek besar, maka teknik jahitan dapat menggunakan teknik jelujur atau double layered closure.[11,14,15]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini