Epidemiologi Kraniosinostosis
Data epidemiologi menunjukan peningkatan prevalensi kraniosinostosis seiring waktu. Prevalensi kraniosinostosis atau craniosynostosis adalah 1 dari 2.100–2.500 kelahiran hidup tanpa dipengaruhi jenis kelamin. Hampir 20% dari seluruh kasus kraniosinostosis disebabkan oleh faktor genetik.
Global
Prevalensi kraniosinostosis berada dalam rentang 3–5 per 10.000 kelahiran, atau 1 dari 2.100–2.500 kelahiran. Sebagian besar kasus (84%) merupakan kraniosinostosis nonsindromik (tanpa disertai penyakit lain), 7% kasus disertai gejala klinis tambahan, sedangkan 9% kasus merupakan suspek kraniosinostosis sindromik.[1,4]
Kraniosinostosis simpel lebih sering dijumpai dibandingkan kraniosinostosis multipel. Jenis kraniosinostosis simpel terbanyak adalah kraniosinostosis pada sutura sagital (60%), diikuti koronal (25%), metopik (15%), dan lambdoid (2%). Distribusi kraniosinostosis tidak dipengaruhi jenis kelamin.[1,2,4]
Indonesia
Belum ada data pasti mengenai epidemiologi kraniosinostosis di Indonesia akibat rendahnya kelainan tersebut dideteksi.
Mortalitas
Kraniosinostosis umumnya tidak menyebabkan kematian. Morbiditas berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial, yang umumnya terjadi pada kraniosinostosis primer yang melibatkan sutura multipel. Pada kraniosinostosis sekunder, umumnya morbiditas berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya.[2]
Kraniosinostosis dapat diketahui saat kelahiran atau saat bayi, di mana CT scan kepala, MRI otak, atau rontgen kepala umumnya perlu dilakukan untuk diagnosis pasti.[1,2]