Epidemiologi Divertikulum Meckel
Secara epidemiologi, divertikulum Meckel merupakan anomali kongenital intestinal yang paling sering, dengan perkiraan prevalensi sebesar 2%. Kebanyakan kasus divertikulum Meckel ditemukan pada anak bila dibandingkan pasien dewasa. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami divertikulum Meckel dibandingkan perempuan.[1,2,7]
Global
Secara umum, prevalensi divertikulum Meckel pada populasi berkisar antara 0,2 hingga 4% dengan rerata 2%. Angka prevalensi pasti divertikulum Meckel sulit ditentukan karena sebagian besar pasien asimtomatik. Divertikulum Meckel biasanya ditemukan secara insidental saat operasi penyakit lain atau saat otopsi. Pasien yang menjalani operasi eksplorasi abdomen ataupun divertikulektomi adalah populasi yang sering menjadi sampel studi pada divertikulum Meckel.
Divertikulum Meckel simtomatik hanya terjadi pada 4-6% kasus dan biasanya sudah disertai komplikasi seperti perdarahan intestinal, obstruksi, inflamasi, perforasi intestinal, atau peritonitis. 25-50% kasus divertikulum Meckel simtomatik ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun dengan rerata usia 2,5 tahun. Insidensi munculnya gejala pada divertikulum Meckel menurun seiring pertambahan usia pada pasien dewasa.[1,2,7]
Divertikulum Meckel banyak ditemukan pada anak usia 2-8 tahun, di mana sebagian besar kasus berlanjut menjadi hematochezia. Sekitar 2-4% kasus divertikulum Meckel mengalami komplikasi, terutama pada kelompok usia <2 tahun. Prevalensi divertikulum Meckel lebih tinggi pada anak dengan malformasi utama umbilikus, traktus gastrointestinal, sistem saraf, atau sistem kardiovaskular.
Berdasarkan jenis kelamin, divertikulum Meckel 2 kali lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Pada pasien dewasa, komplikasi divertikulum Meckel juga diketahui 3-4 kali lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.[1-3,7]
Indonesia
Data epidemiologi nasional mengenai divertikulum Meckel di Indonesia belum tersedia.
Mortalitas
Divertikulum Meckel umumnya asimtomatik dan tidak menyebabkan kematian. Kematian lebih berkaitan dengan terjadinya komplikasi yang berkelanjutan seperti strangulasi, perforasi, dan syok hemoragik yang tidak segera diresusitasi akibat terlambatnya diagnosis. Mortalitas dapat mencapai 12% jika sudah terjadi komplikasi yang mengindikasikan pembedahan.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Krisandryka Wijaya