Penatalaksanaan Ruptur Esofagus
Penatalaksanaan awal ruptur esofagus adalah prinsip resusitasi, sedangkan tindakan operasi dapat dibutuhkan pada kebanyakan pasien untuk meminimalisir morbiditas dan mortalitas. Penatalaksanaan awal sangat penting agar pasien mendapat perawatan yang maksimal.[3,4]
Persiapan Rujukan
Pasien dengan ruptur esofagus tidak ditangani dalam perawatan berobat jalan. Pasien dirawat di intensive care unit (ICU) untuk dilakukan observasi sebelum tindakan operasi. Apabila rumah sakit tidak memiliki tim bedah toraks dan fasilitas memadai, pasien segera dikirim ke rumah sakit dengan tim dan fasilitas yang lebih lengkap.[2,6]
Pasien yang dicurigai mengalami ruptur esofagus, sebelum dirujuk harus dilakukan prinsip resusitasi agar tercapai kondisi yang stabil. Tindakan awal yang perlu dilakukan adalah pemberian cairan elektrolit kombinasi dengan glukosa, karena pasien dipuasakan. Pemberian cairan diberikan dengan dosis maintenance, kemudian dipasang nasogastric tube (NGT), dan pasien dipuasakan. Pasien dapat diberikan analgetik, antibiotik, dan segera konsultasi dengan dokter bedah toraks dan tim di rumah sakit tujuan.[2,6]
Medikamentosa
Pemberian terapi medikamentosa untuk pasien ruptur esofagus adalah obat untuk mengatasi nyeri dan infeksi, serta untuk mengurangi cairan lambung.[2]
Analgesik
Obat analgesik yang diberikan harus secara injeksi, seperti analgesik golongan narkotik. Tujuan pemberian untuk segera mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan pasien. Contoh obat yang dapat diberikan yaitu petidin dengan dosis 25−50 mg, injeksi intravena perlahan, dapat diulang setelah 4 jam.[4,16,17]
Antibiotik
Antibiotik spektrum luas diberikan untuk menghadapi infeksi bakteri aerob gram positif - gram negatif, dan bakteri anaerob. Golongan obat yang diberikan di antaranya:
Ampicillin clavulanate: injeksi intravena secara bolus atau tetesan perinfus selama 3−4 menit, dosis 1 gram setiap 8 jam, ditingkatkan hingga 1 gram setiap 6 jam pada infeksi yang lebih berat[12]
Gentamicin: diberikan jika pasien alergi ampicillin, dosis diberikan bolus intravena 2−5 mg/kgBB/hari dengan dosis terbagi tiap 8 jam[13]
Metronidazole: injeksi perinfus, dosis 500 mg tiap 8 jam dengan kecepatan 5 ml/menit[14]
Inhibitor Pompa Proton
Inhibitor pompa proton diberikan melalui injeksi intravena untuk mengurangi inflamasi kimiawi sekunder akibat cairan lambung. Jenis obat yang diberikan contohnya esomeprazole 40 mg sekali sehari, atau pantoprazole 20−40 mg sekali sehari.[10,15]
Pembedahan
Pada kondisi ruptur esofagus, terdapat indikasi dilakukannya tindakan bedah maupun indikasi tidak dilakukan tindakan bedah. Tergantung pada etiologi, lokasi dan besar ruptur, kondisi klinis pasien, dan penyakit komorbid. Berikut merupakan indikasi tindakan operasi:
- Kondisi klinis tidak stabil disertai sepsis
- Ruptur yang timbul setelah adanya muntah yang akut
- Ruptur esofagus intraabdomen
- Kebocoran mediastinum
- Adanya malignansi, obstruksi, atau striktur di area ruptur
- Tidak adanya kontraindikasi medis untuk tindakan operasi, seperti penyakit jantung koroner akut[2,8]
Sedangkan kriteria penatalaksanaan ruptur esofagus nonoperatif yaitu:
- Ruptur intratorakal
- Tidak ada kondisi sepsis
- Terdapat kontraindikasi medis tindakan operasi
- Tidak adanya kebocoran mediastinum maupun kebocoran ke organ terdekat lainnya, berdasarkan pemeriksaan contrast esophagography
- Tidak ditemukan obstruksi, striktur, atau keganasan pada area ruptur
- Gejala yang timbul ringan
- Drainase dari ruptur masuk ke esofagus[2,8]
Pasien yang didiagnosis lebih awal, yaitu kurang dari 24 jam setelah kejadian ruptur, dapat dilakukan tindakan debridement untuk membuang jaringan yang rusak, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan ruptur. Pasien yang mengalami kebocoran cairan masif atau nekrosis jaringan, harus dilakukan pemasangan stenting, debridement, dan drainase dengan segera untuk menjaga fungsi struktur esofagus.[2,6,7]
Teknik operasi yang dilakukan yaitu:
Tube thoracostomy: membuat drainase melalui chest tube, dimana area esofagus yang ruptur akan mengalami pemulihan dengan baik apabila segera dilakukan drainase
Endoscopic stent placement : menutup ruptur dengan stent melalui prosedur endoskopi, dilakukan pada pasien stabil
Primary repair : memperbaiki struktur esofagus yang ruptur secara langsung, selain itu juga melakukan perbaikan organ sekitar yang terlibat, seperti pleura, diafragma, dan otot interkostal[2,16]
Terapi Suportif
Terapi suportif untuk pasien tidak stabil dan memiliki risiko tinggi perburukan adalah harus dirawat di ruang intensive care unit (ICU) . Dilakukan stabilisasi dan monitoring hemodinamik pasien. Tindakan yang dilakukan meliputi resusitasi cairan, nutrisi parenteral, dan tube nasogastrik. Pemasangan tube nasogastrik dilakukan agar esofagus memiliki waktu untuk penyembuhan area yang mengalami ruptur, dan tidak menambah risiko ruptur yang semakin parah. Pemberian makanan secara oral dilakukan apabila pasien sudah stabil, yaitu dibuktikan dengan pemeriksaan contrast esophagography. Pemberian antibiotik pascaoperasi diberikan selama 7−10 hari. Perawatan pascaoperasi dilakukan di ruang intensif dengan monitoring hemodinamik, kardiak, dan pernafasan. Pemeriksaan kontras dilakukan pada hari ke-5 pascaoperasi untuk menilai perbaikan esofagus.[1,4,6,8]