Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Cutaneous Larva Migrans general_alomedika 2023-01-20T11:04:27+07:00 2023-01-20T11:04:27+07:00
Cutaneous Larva Migrans
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Cutaneous Larva Migrans

Oleh :
dr. Dyah Ayu Kusumoputri Buwono
Share To Social Media:

Patofisiologi cutaneous larva migrans adalah melalui infestasi larva filariformis cacing tambang di kulit. Cacing tambang dewasa hidup pada usus halus anjing dan kucing. Telurnya banyak ditemukan pada feses hewan-hewan tersebut.[2,3]

Siklus Hidup

Telur cacing tambang yang ada pada feses binatang akan menetas menjadi larva rhabditiformis dalam 1-2 hari bila berada pada kondisi yang sesuai. Lingkungan yang ideal adalah tanah lembab dan berpasir sebagai inkubator telur dengan suhu 23-30°C. Setelah telur menetas, larva kemudian berpindah dari feses ke tanah.

Dalam siklus hidupnya, di tanah larva rhabditiformis kemudian berkembang menjadi larva filariformis dalam 5-10 hari. Fase larva filariformis ini adalah fase infektif cacing tambang.

Larva filariformis ini yang kemudian mempenetrasi kulit manusia secara tidak sengaja saat kulit bersentuhan langsung dengan tanah yang terkontaminasi. Karena larva filariformis cacing tambang tidak dapat memproduksi protease dan kolagenase yang dapat mempenetrasi membran basalis kulit manusia, larva akhirnya akan mati dengan sendirinya karena tidak dapat bereproduksi.[2,3]

Infestasi pada Kulit

Larva yang bersifat infektif akan masuk ke kulit. Ketika proses penetrasi larva berlangsung, larva akan mengalami defisiensi kolagenase sehingga setelah beberapa waktu, larva tidak akan mampu melakukan invasi ke lapisan dermis maupun mencapai pembuluh darah atau limfatik untuk mencapai usus dan melanjutkan siklus hidupnya, sehingga manusia sering disebut sebagai dead-end host untuk larva.[2,3]

Pada akhirnya, defisiensi kolagenase pada larva tersebut menyebabkan larva tetap terdapat pada lapisan epidermis dan berjalan dalam pola serpiginosa dengan kecepatan tertentu, sekitar 2 mm hingga 2 cm per hari, bergantung pada spesies larva. Penetrasi larva pada lapisan kulit memicu respon radang eosinofilik pada manusia yang menyebabkan munculnya ruam, rasa gatal, perih, hingga nyeri. Setelah 2-8 minggu, larva biasanya mati pada jaringan kutaneus. Walaupun terdapat kemungkinan migrasi larva pada organ internal, kasus ini sangat jarang terjadi.

Pada beberapa kasus yang sangat jarang, lesi dapat muncul secara bilateral atau muncul bersamaan dengan sindrom Loeffler yang ditandai dengan adanya infiltrat pada pulmonal dan eosinofilia perifer.[2]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Reren Ramanda

Referensi

2. Sukmawati T, Yohanes, F. New Approachment of Creeping Eruption Management. J Dermatol Res Ther, 2020. vol. 6, no. 2. doi: 10.23937/2469-5750/1510088.
3. Hidayati MN. Cutaneous Larva Migrans Pada Anak Usia 3 Tahun. Med Prof J Lampung, 2020. vol. 10, no. 3, Art. no. 3. doi: 10.53089/medula.v10i3.85.

Pendahuluan Cutaneous Larva Migrans
Etiologi Cutaneous Larva Migrans

Artikel Terkait

  • Potensi Permetrin sebagai Terapi Alternatif Cutaneous Larva Migrans (CLM) – Telaah Jurnal Alomedika
    Potensi Permetrin sebagai Terapi Alternatif Cutaneous Larva Migrans (CLM) – Telaah Jurnal Alomedika
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 06 Maret 2025, 18:19
Terapi CLM dengan Albendazol dosis tunggal atau 3 hari berturut2
Oleh: Anonymous
7 Balasan
Alo Dokter, izin bertanya bagaimana pengalaman dokte2r dalam memberikan terapi CLM pada pasien anak, misal anak usia 4 tahun dengan BB 13,1 kg. Apakah...
Anonymous
Dibalas 06 Maret 2025, 10:00
Tatalaksana kasus CLM
Oleh: Anonymous
4 Balasan
alo dokter izin diskusi unutk lesi dikulit seperti berikut, keluhan nya gatal, untuk faktor resiko sering kontak dengan tanah atau jarang pakai alas kaki...
dr. sri maryati
Dibalas 07 Februari 2025, 15:41
Ruam berisi air di tangan kanan pada pekerja
Oleh: dr. sri maryati
2 Balasan
Alo dokter, saya memiliki pasien dengan keluhan awal hanya ruam berisi air, setelah 2 hari ruam menjadi seperti yg di foto, tapi terdapat di beberapa...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.