Penatalaksanaan Folikulitis Malassezia (Fungal Acne)
Penatalaksanaan folikulitis malassezia atau fungal acne meliputi menghindari pencetus, produk kosmetik, dan perawatan kulit. Penatalaksanaan farmakologis meliputi regimen sistemik dan topikal.
Terapi Nonfarmakologis
Penanganan fungal acne tidak cukup hanya menggunakan tatalaksana farmakologis saja, namun juga perlu mengidentifikasi kondisi yang menjadi pencetus. Hal ini meliputi perbaikan hygiene, penggunaan pakaian yang tidak ketat, atau penghentian antibiotik dan steroid.[1]
Terapi nonfarmakologis fungal acne dapat berupa produk perawatan sehari-hari yang terdiri dari dua kandungan, yaitu performa (performance) dan fungsional (functional) dapat diamati dalam Tabel 1 dan Gambar 1.
Kandungan performa dari produk perawatan sehari-hari ini meliputi seluruh senyawa yang menyebabkan perubahan pada kulit. Sedangkan, kandungan fungsional adalah senyawa yang digunakan untuk membantu menyebarkan dan mempertahankan produk, seperti asetamid monoetanolamin (MEA) dan asam hyaluronat. Kandungan fungsional juga sering disebut dengan vehikulum.[18]
Tabel 1. Rangkuman Kandungan Terapi Nonfarmakologi Fungal Acne
Kandungan | Sifat |
Pirokton olamin | Antijamur |
Stearil glisiretinat | Antiinflamasi, antioksidan, menenangkan kulit |
Dihidroavenantramid | Antigatal, menenangkan, antioksidan, antiinflamasi |
Pidolat Zinc | Regulasi sebum, astringent |
Asetamid MEA | Conditioning agent, humektan |
Bisosakarida gum-2 | Antiinflamasi, menenangkan |
Pentilen glikol + butilen glikol + hidroksipenil asam propamidobenzoat | Antiiritasi, antigatal, antihistamin |
Sumber: dr SK Sulistyaningrum, Sp. KK, 2021.
Gambar 1. Struktur kulit, kandungan terapi non-farmakologi folikulitis Malassezia dan sifatnya
Sumber: dr SK Sulistyaningrum, Sp. KK, 2021.
Pembersih
Pembersih/sabun merupakan bagian penting dalam perawatan kulit. Berbagai produk pembersih yang tersedia memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Produk pembersih ini meliputi surfaktan, makeup remover, astringen, dan pembersih abrasif. Hal yang perlu diperhatikan ketika memilih pembersih yang paling tepat untuk kulit adalah kuantitas sebum dan derajat iritasi. Beberapa pasien dapat memiliki kulit yang tebal dan kaya sebum yang membutuhkan gel dan shampoo, sementara pasien yang lain dapat memiliki kulit yang kering dan sensitif yang membutuhkan sabun, micellar water, dan produk bebas lemak.[18]
Agen Pengontrol Sebum
Pasien fungal acne sering mengalami kondisi produksi sebum yang berlebihan. Hal ini dapat disebabkan oleh stimulasi androgenik kelenjar sebasea. Agen pengontrol sebum topikal dapat mengurangi minyak dalam kulit. Adanya agen seperti mikrosfer metakrilat kopolimer yang dapat mengabsorbsi sebum dari permukaan kulit. Produk ini tersedia dalam beberapa formulasi yang berbeda, seperti emulsi, gel, dan losio.[18]
Rutinitas Perawatan Kulit
Pasien fungal acne disarankan untuk membersihkan kulit dengan sabun yang ringan sebanyak 2 kali sehari. Sabun yang ringan memiliki pH sesuai dengan pH kulit yaitu sekitar 5,5, nyaman di kulit dan mampu membersihkan kotoran dan minyak yang berlebihan, tanpa menyebabkan iritasi.
Pada pagi hari, mulailah dengan sabun pembersih untuk membersihkan kulit diikuti dengan aplikasi gel atau krim non-farmakologi pada kulit. Pilihan gel atau krim bergantung pada tipe kulit pasien; gel lebih cocok digunakan pada kulit berminyak.
Setelah itu, rutinitas dilanjutkan dengan aplikasi tabir surya dengan SPF tinggi yang mengandung asam hialuronat atau PMMA pada formula berbasis air pada area terpajan matahari. Apabila diperlukan, makeup ringan yang non-komedogenik dapat diaplikasikan. Rutinitas perawatan wajah yang direkomendasikan untuk pasien fungal acne dirangkum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Aplikasi Produk Kosmetik Rutin yang Direkomendasikan pada Pasien Fungal Acne
Pagi hari
|
Malam hari
|
Sumber: dr SK Sulistyaningrum, Sp. KK, 2021.
Terapi Farmakologis
Tatalaksana yang paling efektif adalah antijamur oral, terutama pada masa awal terapi mengingat ragi biasanya terletak lebih dalam di folikel rambut. Antijamur topikal dapat digunakan sebagai terapi adjuvan sekaligus terapi rumatan dan profilaksis, karena angka kejadian rekurensi fungal acne cukup tinggi.[1]
Pengobatan Topikal
Pemberian ketokonazol topikal dapat memperbaiki klinis 85% pasien fungal acne. Ketokonazol 2% topikal 2 kali sehari selama rata-rata 27 hari dapat menyembuhkan pasien fungal acne. Tidak ada efek samping yang muncul, dan sebagian besar pasien merupakan pasien sehat tanpa kondisi imunokompromais.[4] Pemberian mikonazol dan ekonazol topikal sebagai monoterapi dilaporkan memiliki angka kesembuhan secara berurutan sebesar 10-12% dan 10-80%.[17]
Terapi topikal lain selain antijamur golongan azol adalah selenium dan propilen glikol, yang memiliki efek keratolitik dan antijamur. Penggunaan selenium sulfida 2% topikal 1 kali setiap minggu dan propilen glikol 50% 2 kali seminggu menunjukkan resolusi lesi pada 80% dan 75% pasien secara berurutan pada akhir minggu keempat. Akan tetapi, sebagian besar pasien mengalami relaps setelah pengobatan bila tidak dilakukan terapi pemeliharaan/pencegahan.[4,18]
Pengobatan Oral
Berbagai penelitian melaporkan bahwa ketokonazol oral 200 mg 1-2 kali sehari selama 20-28 hari terbukti dapat digunakan untuk pengobatan fungal acne. Akan tetapi, sebagian besar pasien melaporkan relaps pada 2-3 bulan setelah pengobatan dihentikan. Pemberian ketokonazol 200 mg setiap hari bersama dengan ketokonazol 2% topikal 2 kali sehari selama 4 minggu juga memberikan hasil yang sangat memuaskan.[5]
Jika dibandingkan dengan monoterapi ketokonazol topikal, monoterapi ketokonazol sistemik menghasilkan angka kesembuhan yang jauh lebih besar. Efek samping yang dilaporkan oleh pasien berupa sakit kepala dan pusing, serta 24% pasien dilaporkan mengalami peningkatan enzim transaminase hepar.[4]
Dibandingkan antijamur golongan -azol lainnya, itrakonazol dilaporkan memiliki efektivitas yang paling baik untuk terapi Malassezia. Itrakonazol merupakan triazol yang sangat lipofilik dan keratofilik sehingga diekskresikan dalam jumlah yang besar pada sebum.[1,19] Pemberian itrakonazol oral 200 mg setiap hari selama 7 hari memberikan perbaikan klinis pada sebagian besar pasien imunokompeten. Jika pengobatan dilanjutkan hingga 14 hari menunjukkan angka kesembuhan sebesar 79,6%.[4]
Pemberian terapi kombinasi itrakonazol 200 mg oral dengan ketokonazol topikal dua kali sehari selama 4 minggu menunjukkan angka kesembuhan hingga 68,4%. Efek samping yang dikeluhkan pasien hanya dispepsia dan nyeri perut akibat itrakonazol serta sensasi terbakar akibat ketokonazol.[4]
Flukonazol memiliki efektivitas paling rendah dalam pengobatan Malassezia sp dibandingkan dengan antijamur golongan azol lainnya. Akan tetapi, beberapa penelitian melaporkan kegunaan pemberian flukonazol pada populasi imunokompromais.
Flukonazol 100-200 mg dapat diberikan setiap hari selama 1-4 minggu pada pasien imunokompromais yang tidak menunjukkan respons dengan pengobatan clotrimazole dan selenium topikal.[4,19]
Pemberian flukonazol 100 mg oral setiap hari bersama dengan ketokonazol 2% topikal pada anak menunjukkan perbaikan klinis yang bertahan hingga 2 tahun kemudian. Pemberian flukonazol bersama dengan shampoo ketokonazol 2% pada kelompok dewasa muda juga dilaporkan memiliki angka kesembuhan yang menjanjikan.[4,19]
Terapi Tambahan
Beberapa studi mengusulkan terapi alternatif salah satunya terapi fotodinamik (PDT). Alasan dilakukannya PDT adalah adanya kekambuhan infeksi dan kemungkinan adanya resistensi obat. Mekanisme PDT adalah dengan menghancurkan hifa jamur dan menginaktivasi spora.[1]