Etiologi Hipopigmentasi Pascainflamasi
Etiologi hipopigmentasi pascainflamasi adalah keadaan yang memicu inflamasi, seperti infeksi, neoplasma, trauma, maupun iatrogenik. Infeksi jamur seperti tinea versikolor, pitiriasis alba, impetigo, herpes zoster, atau lepra yang tidak ditata laksana dengan baik dapat menyebabkan hipopigmentasi pascainflamasi.
Penyakit kulit lainnya seperti lupus eritematosus dan sindrom Steven Johnson juga dapat menyebabkan komplikasi hipopigmentasi pascainflamasi.[3,4]
Dermatitis atopik dan psoriasis dapat menyebabkan hipopigmentasi pascainflamasi, terutama jika menggunakan kortikosteroid poten jangka panjang. Selain itu, prosedur pada kulit yang menggunakan bahan kimia, krioterapi untuk tata laksana keloid, dan trauma luka bakar dapat menyebabkan iritasi kulit yang dalam jangka panjang membentuk lesi hipopigmentasi.[3,4]
Penggunaan bahan kimia seperti Baker phenol peel yang digunakan untuk menghilangkan scar acne, dan laser resurfacing untuk tata laksana mengurangi keriput atau noda akibat penuaan atau bekas jerawat di wajah, juga berisiko menyebabkan hipopigmentasi pasca inflamasi.[3,4]
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko hipopigmentasi pascainflamasi adalah penggunaan kortikosteroid poten dalam jangka waktu panjang dan ras kulit hitam. Pada sebuah penelitian dikatakan pada pasien ras kulit hitam yang mengalami chronic pityriasis lichenoides berisiko 100% mengalami hipopigmentasi pascainflamasi.[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli