Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginal
Diagnosis kandidiasis vulvovaginal ditegakkan jika ditemukan Candida sp. pada sediaan basah, pewarnaan Gram, atau kultur duh vagina. Temuan klinis yang khas adalah pruritus vulvovaginal, rasa terbakar, plak eritema dengan lesi satelit, edema, dan duh vagina yang menempel pada dinding samping vagina.[4-6]
Anamnesis
Anamnesis kandidiasis vulvovaginal akut biasanya memiliki keluhan utama keputihan, pruritus, dan rasa terbakar di vulvavaginal. Keluhan dapat disertai dispareunia atau disuria. Anamnesis harus meliputi faktor risiko kandidiasis, seperti diabetes mellitus dan kondisi imunokompromais seperti HIV, dan higiene.[3–5]
Sedangkan, pada kasus kronis dapat ditemukan keluhan pruritus berat, rasa terbakar, iritasi, dan nyeri di vulvovaginal. Umumnya, penderita berusia lebih tua, serta memiliki faktor risiko obesitas atau diabetes mellitus.[2,3,5]
Selain itu, perlu diketahui faktor risiko lain untuk kandidiasis vulvovaginal, seperti kehamilan, imunosupresi, penggunaan kontrasepsi oral, terapi pengganti hormon, terapi antibiotik, perilaku aktivitas seksual, kontak kimiawi, serta penggunaan alat kontrasepsi.[1,3,5,6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kandidiasis vulvovaginal akut dapat ditemukan plak eritema dengan lesi satelit atau eritema pada mukosa vagina, edema, atau ekskoriasi terutama di labia mayora dan minora. Ruam dapat meluas sampai ke paha dan perineum. Umumnya, ditemukan duh vagina berwarna putih dan kental (cottage cheese-like). Iritasi derajat berat ditemukan pada kandidiasis vulvovaginal akut.[1,2,5]
Gambar 2. Pemeriksaan Spekulum pada Kandidiasis Vulvovaginal.
Sedangkan, pada kandidiasis vulvovaginal kronis dan persisten dapat ditemukan gambaran klinis tambahan berupa edema dan likenifikasi vulva dengan batas yang tidak jelas. Seringkali terdapat grayish sheen yang terdiri dari sel epitel dan mikroorganisme menutupi area tersebut.[5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginal adalah beberapa kondisi dengan manifestasi klinis serupa, dengan nilai pH vagina normal, antara lain vaginitis alergi/iritasi, erosive lichen planus, dan leukore fisiologis.
Vaginitis Alergi/Iritasi
Pada vaginitis alergi/iritasi ditemukan gejala pruritus yang dapat disebabkan oleh penggunaan produk intravagina, seperti obat topikal, spermisida, douching, kondom atau diafragma. Selain itu, dapat juga akibat reaksi terhadap sperma, celana dalam berbahan lateks, sabun, tampon, atau pembalut.[1,11]
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan eritema pada vulva dan duh vagina nonspesifik. Diagnosis ditegakkan secara klinis, tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.[1,11]
Erosive Lichen Planus
Erosive lichen planus terjadi secara kronis, umumnya terdapat pada area fleksor, mukosa, dan kulit vulva, dengan keluhan pruritus dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik, seringkali ditemukan lesi papul pada vulva, terutama bagian labia minora dan vestibulum.[1,11]
Diagnosis umumnya dapat dilakukan secara klinis, tetapi konfirmasi diagnosis memerlukan punch biopsy pada vulva dan vagina. Hasil pemeriksaan sitologi akan ditemui hiperkeratosis, degenerasi lapisan sel basal, infiltrasi sel inflamasi, dan Rete pegs. [11,18]
Leukorea Fisiologis
Leukorea fisiologis ditandai dengan keluarnya duh vagina sekitar 1−4 mL/hari. Duh bersifat transparan, berlendir, warna putih sampai kekuningan, serta umumnya tidak gatal dan tidak berbau walau kadang dapat sedikit berbau busuk.[1,11]
Keputihan normal ini sering terjadi saat kadar hormon estrogen tinggi, misalnya pada kehamilan, masa ovulasi, atau penggunaan kontrasepsi estrogen-progestogen. Pada pemeriksaan duh vagina, secara mikroskopis hanya ditemukan sel epitel vagina.[1,11]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, meliputi cotton-tipped swabs (hasil positif Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae mengindikasikan positif kontak seksual), pemeriksaan sediaan basah duh tubuh vagina menggunakan mikroskop (hasil positif Trichomonas vaginalis mengindikasikan positif kontak seksual), kultur virus pada lesi ulserasi (kemungkinan infeksi virus herpes simpleks), atau pemeriksaan serologi sifilis dan HIV.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan termasuk pemeriksaan pH vagina, wet-mount/vaginal smear, dan kultur. Pemeriksaan kultur diindikasikan untuk kasus persisten atau berulang, serta untuk infeksi Candida sp. yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop.[5,6]
Pemeriksaan pH vagina
Pengukuran pH vagina dengan kertas Nitrazine pada kandidiasis vulvovaginal, biasanya menunjukkan pH vagina normal, yaitu 4−4,5. Jika pH vagina berubah menjadi lebih asam atau lebih basa, maka perlu dipikirkan penyebab lain.
Spesimen untuk pemeriksaan pH harus diambil pada dinding samping bagian tengah vagina, bukan pada forniks posterior karena area tersebut sudah terkontaminasi lendir serviks yang bersifat basa.[1,3,5,6]
Pemeriksaan Wet-Mount/Vaginal Smear
Pemeriksaan wet-mount/vaginal smear mencakup pemeriksaan mikroskopis dari duh vagina atau kerokan lesi vulva yang dicampur dengan garam fisiologis, menggunakan pembesaran daya rendah dan tinggi. Di bawah mikroskopis akan tampak spora dan konidia. Blastospora atau pseudohifa dapat terdeteksi pada 30−50% penderita kandidiasis vulvovaginal dengan gejala.[1,5,6]
Sedangkan preparasi KOH dibuat dengan meletakkan 1 tetes duh vagina pada kaca objek ditambah 1 tetes KOH 10−20%, kemudian ditutup dengan kaca penutup. Di bawah mikroskop akan ditemukan filamen tunas, miselia, atau pseudohifa.[5,6]
Penambahan KOH dapat melisiskan elemen seluler, seperti leukosit, eritrosit, dan sel epitel vagina, sehingga hifa Candida bercabang yang tahan terhadap alkali lebih mudah terlihat. Metode ini dapat meningkatkan sensitivitas pemeriksaan. Namun, temuan negatif dapat terjadi pada ⅓ pasien dengan kandidiasis vulvovaginal simptomatik.[5,6]
Hasil positif yang dikombinasikan dengan pH vagina normal akan sangat membantu menegakkan diagnosis kandidiasis vulvovaginal.[5,6]
Pemeriksaan Kultur
Kebanyakan isolat yang teridentifikasi pada kandidiasis vulvovaginal adalah spesies Candida albicans (85−90%). Maka dari itu, pemeriksaan kultur bukan tidak perlu menjadi bagian dari evaluasi awal.[5]
Pemeriksaan kultur diindikasikan pada kasus dengan gambaran klinis kandidiasis vulvovaginal dengan pH vagina normal, tetapi tidak terlihat mikroorganisme patogen pada pemeriksaan mikroskopis duh vagina. Pemeriksaan kultur bertujuan untuk memberikan diagnosis pasti sehingga menghindari pemberian terapi empiris.[5,6]
Selain itu, kultur juga dilakukan pada kasus persisten atau berulang. Hal ini untuk menentukan infeksi non-albicans yang resisten terhadap terapi antifungal golongan azole. Identifikasi spesies sangat penting pada kasus yang sulit disembuhkan dan berulang.[5,6]
Pada pemeriksaan kultur, sampel diambil dari dinding lateral vagina menggunakan cotton tipped swab, kemudian diinokulasi ke agar Sabouraud, medium Nickerson, atau medium Microstix-Candida. Kultur untuk Candida tidak memerlukan penghitungan jumlah koloni in vitro.[6]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli