Epidemiologi Keratosis Seboroik
Berdasarkan data epidemiologi keratosis seboroik, penyakit ini dapat terjadi pada semua ras tetapi secara umum paling banyak terjadi pada ras kaukasia. Sedangkan dermatosis papulose nigra (DPN) yang merupakan subtipe dari keratosis seboroik lebih sering terjadi pada tipe kulit Fitzpatrick III dan IV. Berdasarkan usia, keratosis seboroik lebih banyak terjadi pada usia yang lebih tua.[5,6]
Global
Keratosis seboroik terjadi pada semua ras di belahan dunia. Prevalensi di Eropa meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain prevalensi, ukuran lesi keratosis seboroik juga meningkat.[6]
Di Eropa, prevalensi keratosis seboroik pada usia 24-49 tahun adalah 38%, 50-59 tahun adalah 69%, usia 60-69 tahun adalah 86%, dan usia 70-79 tahun adalah 90%. Riwayat keluarga yang positif sering terlihat pada pasien dengan lesi yang jumlahnya banyak. Pola pewarisan secara genetik telah dilaporkan sebagai pola dominan autosom dengan penetrasi yang tidak lengkap.[6]
Keratosis seboroik ditemukan pada lebih dari 80 juta orang Amerika. Keratosis seboroik di Amerika biasanya terlihat pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun dan menjadi lebih sering seiring dengan bertambahnya usia. Walaupun lesi dapat muncul juga di usia muda namun hal ini relatif jarang.[1]
Tidak ada perbedaan prevalensi antara jenis kelamin. Keratosis seboroik tampak lebih sering terjadi pada populasi dengan warna kulit yang lebih terang dibandingkan dengan populasi dengan warna kulit lebih gelap.[1]
Indonesia
Belum terdapat data yang pasti mengenai prevalensi keratosis seboroik di Indonesia.
Mortalitas
Keratosis seboroik adalah proliferasi jinak dari keratinosit imatur sehingga tidak menyebabkan mortalitas. Namun, jika terdapat tanda bahaya hiperpigmentasi pada kulit ataupun peningkatan jumlah lesi keratosis seboroik mendadak yakni tanda Leser-Trelat, maka harus dicurigai terjadinya keganasan.[1]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja