Penatalaksanaan Keratosis Seboroik
Penatalaksanaan keratosis seboroik berupa eksisi wajib dilakukan jika terdapat lesi yang mengalami inflamasi, perdarahan, atau ulserasi. Sebagian besar kasus keratosis seboroik diterapi untuk alasan kosmetika, meski demikian keratosis seboroik sebenarnya tidak memerlukan terapi. Terapi yang dapat dilakukan adalah krioterapi, eksisi, laser ataupun agen topikal.
Krioterapi
Terapi yang paling sering dilakukan adalah krioterapi. Metode ini memiliki efeikasi tinggi dan secara luas ditoleransi oleh pasien. Cryotherapy menggunakan nitrogen cair atau CO2 untuk membekukan atau menghilangkan sel yang ditargetkan sehingga sel akan mati.
Tidak terdapat panduan berapa kali cryotherapy dapat dilakukan, secara klinis krioterapi dapat dilakukan hingga lesi hilang dan bergantung pada luas serta ketebalan lesi.[1,2]
Eksisi
Eksisi dapat dilakukan dengan bantuan anestesi lokal yang bertujuan mengangkat keratosis seboroik dari epidermis. Seringkali setelah tindakan, jaringan akan diperiksa secara histologis untuk melihat apakah lesi bersifat ganas atau tidak.[1]
Laser
Terapi laser merupakan pilihan non-bedah untuk keratosis seboroik. Terdapat dua tipe laser yang dapat digunakan dalam terapi keratosis seboroik yaitu laser ablasi dan non-ablasi. Laser ablasi menggunakan YAG dan CO2 sementara non-ablasi akan menggunakan 755 nm alexandrite.[1,2,9]
Agen Topikal
Penggunaan agen topikal dapat menjadi alternatif tata laksana keratosis seboroik. Agen yang dapat digunakan adalah solusio hidrogen peroksida dengan konsentrasi 40%, dioleskan pada lesi dengan gerakan sirkular selama 20 detik dan diulang sebanyak 3 kali.
Metode tersebut dilaporkan dapat mengurangi lesi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien. Penggunaan agen hidrogen peroksida sudah disetujui oleh FDA sejak tahun 2017. Agen lain yang dapat digunakan adalah krim tazaroten 0,1% yang diaplikasikan 2 kali sehari selama 16 minggu.[2,4,16]
Pemakaian kompleks zinc-nitrat yang mengandung asam nitrat, zinc, tembaga dan asam organik dilaporkan memberikan hasil yang baik setelah 6 bulan. Obat dioleskan di daerah lesi setiap minggu dengan maksimal pemakaian sebanyak 4 kali.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja