Patofisiologi Keratosis Seboroik
Patofisiologi keratosis seboroik seringkali dianggap sebagai tanda penuaan pada kulit dan tanda penuaan pada manusia secara umumnya. Hal ini dikarenakan patofisiologinya belum sepenuhnya dipahami. Beberapa teori mengaitkan dengan eksposur kronis sinar ultraviolet terhadap kulit.[3]
Terdapat beberapa hipotesis yang mengaitkan keterlibatan human papilloma virus (HPV) pada patofisiologi keratosis seboroik. Bukti sebab akibat masih belum diketahui namun ekspresi HPV p16 ditemukan pada keratosis seboroik di area genital dengan frekuensi antara 65%-69,6%. [3]
Ekspresi dari amyloid precursor protein (APP) terlihat lebih tinggi pada kulit yang terekspos sinar ultraviolet dibanding yang tidak terekspos. Ekspresi APP meningkat seiring dengan bertambahnya usia.[3]
Ekspresi dari APP dievaluasi pada kasus keratosis seboroik dibandingkan dengan kulit normal melalui analisis imunohistokimia, Western blotting, dan RT-PCR kuantitatif. Terlihat bahwa APP dan produk turunannya seperti amyloid-β42 lebih kuat diekspresikan pada keratosis seboroik dibanding pada kulit normal.[3]
Sebagai kontrasnya, ekspresi dari sekretasenya yaitu β-sekretase 1 pada keratosis seboroik rendah. Temuan tersebut mengarah bahwa ekspresi berlebih dari APP dapat memicu terjadinya keratosis seboroik dan merupakan penanda dari penuaan kulit serta kerusakan akibat sinar ultraviolet.[3]
Pada berbagai studi dengan ras yang berbeda, bagian tubuh yang terekspos sinar matahari lebih banyak dan lebih lama mengalami lesi keratosis seboroik yang lebih banyak dibanding yang tidak terekspos. Menariknya, keratosis seboroik lebih banyak terlihat pada kulit yang mengalami photoaging dengan jenis atrofi dibanding hipertrofi.[5]
Pada pengurutan exome dari keratosis seboroik menunjukkan hasil adanya tiga mutase per pasangan megabase dari urutan yang ditargetkan. Pola mutasi tersebut menunjukkan adanya tanda khas keterlibatan sinar ultraviolet. Mutasi yang paling sering terdeteksi adalah mutasi FGFR3, terdeteksi pada 48% lesi, PIK3CA sebanyak 32%, promotor TERT 24% dan promotor DPH3 24%.[4,5]
Keratosis seboroik diketahui terjadi karena mutasi onkogenik dalam kaskade sinyal reseptor tirosin kinase/fosfatidilinositol 3-kinase/Akt. Mutase ini menunjukkan bahwa keratosis seboroik memiliki hipersensitivitas terhadap penghambatan Akt.[4,5]
FoxN1 merupakan biomarker baru dari fenotipe yang diaktifkan secara onkogenik namun bersifat jinak pada keratosis seboroik. Penghambatan Akt menyebabkan peningkatan ekspresi protein p53, tetapi bukan ekspresi RNA dan bahwa apoptosis yang dimediasi Akt bergantung pada p53 dan FoxO3 yang merupakan target dari Akt.[4,5]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja