Patofisiologi Kista Epidermoid
Patofisiologi kista epidermoid berasal dari sel epidermal yang mempenetrasi ke dalam kulit dan bermultiplikasi membentuk dinding kista. Karena dinding kista dilapisi epitel gepeng bertingkat, lapisan keratin akan terakumulasi dalam kista. Permukaan dalam kista dapat berhubungan dengan permukaan kulit melalui orifisium berisi keratin yang disebut punctum. Karakteristik ini merupakan tanda khas kista epidermoid.
Sumbatan Folikel
Sumbatan folikel adalah faktor penting dalam patogenesis kista epidermoid. Hal ini dapat dijumpai pada pasien acne vulgaris yang dapat memiliki kista epidermoid multipel yang berasal dari komedon. Oklusi folikel juga dapat disebabkan oleh proses jinak ataupun ganas yang memengaruhi atau berada di dekat unit pilosebasea.[1–3]
Pada individu lanjut usia, terdapat kondisi yang disebut sindrom Favre-Racouchot (elastosis nodular) di mana kerusakan matahari yang terakumulasi merusak unit pilosebasea. Hal ini berujung pada abnormalitas seperti sumbatan komedon dan hiperkornifikasi yang kemudian dapat menyebabkan pembentukan kista epidermoid.[2,3]
Kista epidermoid kongenital pada fontanel anterior atau orogenital kemungkinan disebabkan oleh sekuestrasi atau terjebaknya epidermis sepanjang lokasi fusi embrio. Lesi bibir dan lidah dapat diasosiasikan dengan fusi arcus branchialis yang abnormal. Lesi genital dapat berasal dari penutupan lipatan genital yang abnormal.[2,4]
Ruptur dan Inflamasi
Inflamasi terjadi bila materi keratin yang terkandung di dalam kista epidermoid meluas ke jaringan sekitarnya. Materi tersebut bersifat kemotaktik terhadap sel polimorfonuklear. Infeksi aktif dapat terjadi pada kista epidermoid. Sumber infeksi tersebut biasanya flora normal kulit, seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Kista yang terinfeksi juga dapat mengalami ruptur.[2,5]
Transformasi Keganasan
Mekanisme karsinoma timbul dari kista epidermoid tidak jelas. Uji imunohistokimia untuk HPV negatif, sehingga HPV diduga tidak memegang peranan dalam patofisiologi ini. Sebagian studi mengajukan iritasi/inflamasi kronik atau trauma repetitif terhadap lapisan epitel kista sebagai penyebab transformasi keganasan, meskipun hubungan ini belum dibuktikan.[2]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli