Etiologi Liken Planus
Etiologi liken planus atau lichen planus secara umum dianggap idiopatik. Liken planus telah diduga melibatkan mekanisme imunologik. Berbagai agen eksogen telah dihubungkan sebagai faktor risiko liken planus, tetapi salah satu yang paling menonjol adalah infeksi virus hepatitis C.[1,3,6]
Etiologi
Secara teori, liken planus diduga diawali oleh paparan terhadap agen eksogen seperti virus atau obat yang menyebabkan gangguan pada self-antigen epidermis dan mengaktivasi sel T CD8+ sitotoksik. Hal ini menyebabkan reaksi autoimun dan apoptosis pada keratinosit basal.
Liken planus oral, subtipe khusus dari liken planus, telah dihubungkan dengan reaksi alergi akibat kontak dengan bahan metal pada restorasi dental seperti merkuri, emas, dan tembaga.[1,3,6]
Faktor Risiko
Berbagai faktor dikaitkan dengan munculnya liken planus, di antaranya infeksi virus (terutama hepatitis C) dan penggunaan obat-obatan. Khusus liken planus oral, dikaitkan dengan alergi kontak dengan logam yang digunakan pada tindakan kedokteran gigi, yaitu restorasi gigi dengan merkuri, tembaga, dan emas.[3]
Infeksi Hepatitis C
Pasien dengan liken planus telah dilaporkan 5 kali lebih mungkin untuk memiliki hasil positif infeksi virus hepatitis C dibandingkan populasi umum. Walau demikian, baru-baru ini hubungan antara liken planus dengan hepatitis C mulai dipertanyakan.
Meski beberapa studi menunjukkan adanya kecenderungan pasien liken planus untuk memiliki hasil positif pada pemeriksaan serologi hepatitis C, terdapat pula berbagai studi yang menunjukkan tidak ada hubungan antara keduanya. Perlu dicatat pula bahwa hubungan kausatif antara dua kondisi ini belum dapat dipastikan.
Beberapa studi awal menunjukkan adanya kecenderungan genetik yang mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien hepatitis C yang memiliki kecenderungan mengalami liken planus.[1,3,6-9]
Penggunaan Obat-Obatan
Obat-obatan yang telah dikaitkan dengan liken planus adalah antimalaria, angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi), diuretik thiazide, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) , quinidine, beta-blocker, tumor necrosis factor (TNF)-alpha inhibitor, dan emas. Akan tetapi, kekambuhan lesi jarang terjadi jika pemberian obat diulang.[3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini