Patofisiologi Pityriasis Alba
Patofisiologi pityriasis alba berkaitan dengan penurunan pigmen melanin pada area lesi, tetapi hal yang mencetuskan proses ini masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun penyakit ini umum dijumpai, namun studi yang mempelajarinya masih terbatas.[1-4]
Hipopigmentasi pada Pityriasis Alba
Hipopigmentasi terjadi akibat penurunan pigmen melanin pada area lesi. Gambaran mikroskopis pityriasis alba menyerupai dermatitis non-spesifik ringan, kronik dengan penurunan produksi melanin. Gambaran histopatologi menunjukan hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, spongiosis, dan infiltrat perivaskular.[1]
Berdasarkan penelitian terhadap 39 individu dengan pityriasis alba tipe ekstensif, hasil biopsi tahap awal lesi menunjukkan gambaran sumbatan folikel rambut oleh agregat keratotik (43%), atrofi kelenjar sebasea (86%), dan pigmentasi melanin yang tidak teratur pada lapisan basal serta spongiosis folikuler (71%). Pigmentasi ireguler pada tahap akhir lesi ditemukan pada semua penderita pityriasis alba, sehingga menjadi karakteristik gambaran penyakit ini.[4]
Pada biopsi kulit terdapat penurunan melanin pada lapisan basal, penurunan jumlah melanosit aktif, dan terdapat penurunan jumlah dan ukuran melanosom. Selain itu, juga ditemukan over-expression (tahap awal) dan under-expression (tahap kedua) dari IL-6 dan IFN.[1-3]
Peran Radiasi Ultraviolet
Kerusakan pada lapisan epidermis akibat radiasi ultraviolet (UV) diduga menjadi faktor awal timbulnya pityriasis alba. Pajanan sinar UV mencetuskan respon inflamasi akut dan peningkatan stres oksidatif sehingga keratinosit akan memproduksi sitokin pro-inflamasi dan mediator inflamasi lain yang berdampak pada perubahan pigmentasi kulit. Selain itu, diduga terjadi hipersensitivitas tipe IV yang menyebabkan hipopigmentasi post-inflamasi pada pityriasis alba.[5]