Patofisiologi Sifilis
Patofisiologi sifilis melibatkan infeksi bakteri Treponema pallidum yang umumnya ditularkan melalui kontak dengan mukosa atau kulit pasien yang terinfeksi pada saat hubungan seksual. Selain itu, pada kasus sifilis kongenital, bakteri menembus sawar plasenta dan menginfeksi fetus.[6,7]
Sifilis Didapat
Treponema pallidum mula-mula masuk melalui mikroabrasi dermal atau membran mukosa yang intak. Hal ini akan menyebabkan munculnya lesi tunggal tidak nyeri (chancre) pada area inokulasi. Dalam beberapa jam setelahnya, bakteri akan masuk ke dalam aliran limfe dan darah yang kemudian menjadi infeksi sistemik.[1,5,6]
Sifilis Primer
Sifilis primer memiliki karakteristik dengan terbentuknya chancre yang tidak nyeri pada lokasi inokulasi setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Lesi ini memiliki dasar berbentuk punched out, bagian tepi bergelombang, dan sangat infeksius.
Chancre memiliki gambaran histologi berupa infiltrasi leukosit mononuklear, makrofag dan limfosit. Umumnya, chancre akan berkembang menjadi indurasi, kemudian membentuk ulkus yang tidak purulen. Lesi akan sembuh sendiri dalam 4-6 minggu tanpa meninggalkan bekas. Jika tidak tertangani, sifilis primer dapat berkembang menjadi sifilis sekunder.[1,6]
Sifilis Sekunder
Dalam hitungan jam setelah inokulasi, saat terjadi evolusi stadium primer, Treponema pallidum menyebar dan berdeposit pada jaringan tubuh secara luas, tetapi umumnya pada area kutan atau mukosa. Pada tahap ini, akan muncul lesi makulopapular, papular, makular, atau anular papular. Lesi kulit umumnya ditemukan pada telapak tangan dan kaki. Lesi berbatas tegas, berwarna merah kecoklatan, dengan diameter sekitar 5 mm dan merupakan lesi paling infeksius.[5,8]
Sifilis sekunder terbentuk dalam 4-10 minggu setelah munculnya lesi primer. Condyloma lata dan patchy alopecia merupakan gambaran yang hanya ditemukan pada sifilis sekunder. Condyloma lata adalah lesi yang tidak nyeri, berwarna merah keabu-abuan, umumnya terbentuk pada lokasi yang hangat dan lembab. Patchy alopecia merupakan alopesia berbentuk bercak-bercak dengan gambaran moth eaten pada kulit kepala dan rambut wajah.[3,9]
Sifilis Laten
Lesi sifilis sekunder dan manifestasi lainnya umumnya menghilang sendiri dalam 3 bulan. Periode tanpa gejala ini disebut sebagai sifilis laten. Namun, walaupun tidak terdapat gejala, sifilis laten tetap menular dan dapat diturunkan pada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diobati.[5,10]
Sifilis Tersier
Beberapa tahun setelah periode laten, orang dengan sifilis dapat mengalami gejala tersier berupa neurosifilis, penyakit kardiovaskular, dan sifilis gummatosa.[5]
Sifilis Gummatosa:
Pada sifilis gummatosa terbentuk lesi granulomatosa yang disebut gumma, dengan gambaran berupa jaringan nekrotik sentral dengan tekstur seperti karet yang dapat terbentuk di berbagai organ. Pada gambaran histopatologinya terdapat makrofag berbentuk palisade disertai fibroblas dan sel plasma di tepi lesi. Gumma dapat pecah, membentuk ulkus, dan berangsur-angsur menjadi fibrotik.[5,11]
Sifilis Kardiovaskular:
Sifilis kardiovaskular biasanya terjadi 10 tahun setelah infeksi primer, umumnya terjadi pembentukan aneurisma pada aorta ascendens yang disebabkan oleh inflamasi kronik yang merusak vasa vasorum.[3,12]
Neurosifilis:
Neurosifilis memiliki gambaran yang bervariasi. Meningitis sifilis terjadi akibat invasi spiroseta pada sistem saraf pusat. Sifilis meningovaskular menyebabkan infark dan kerusakan neurologi luas akibat kerusakan pembuluh darah meninges, otak, dan korda spinalis. Parese generalis terbentuk karena kerusakan pada daerah kortikal otak dengan gejala awal menyerupai dementia dimana terjadi gangguan memori dan berbicara, gangguan kepribadian, iritabilitas, dan gejala psikotik.[13,14]
Sifilis Kongenital
Treponema pallidum dapat menembus barier plasenta dan menginfeksi fetus. Transmisi ini dapat terjadi pada seluruh stadium sifilis. Pada kehamilan, penurunan respon imun menyebabkan klirens Treponema pallidum yang inkomplit sehingga menyebabkan infeksi kronik. Meningkatnya produksi IL-2, IFN-ᵞ, TNF-α, dan prostaglandin yang diinduksi oleh infeksi pada fetus disertai dengan respon inflamasi intens yang berkaitan dengan aktivasi makrofag oleh lipoprotein treponema yang dapat menyebabkan abortus dan kematian bayi intrauterin.[3,7]
Apabila bayi lahir hidup, dapat muncul gejala yang mirip dengan sifilis orang dewasa disertai condyloma lata. Sifilis kongenital dapat menyebabkan sekuele berupa deformitas tulang dan gigi seperti saddle nose (akibat destruksi septum nasi), saber shins (akibat inflamasi dan deformitas berupa lengkungan pada tibia), Clutton’s joint (akibat inflamasi pada sendi lutut), Hutchinson’s teeth (insisivus pada bagian atas melebar dan bertakik), dan mulberry molar (molar memiliki banyak puncak).[3,5]
Reaksi Jarisch-Herxheimer
Reaksi ini adalah demam akut yang umumnya diikuti dengan sakit kepala, mialgia, takikardi yang terjadi dalam 24 jam setelah diberikan terapi sifilis dan menghilang 24 jam setelah onset. Reaksi ini lebih sering terjadi pada individu yang memiliki sifilis stadium awal, diduga berkaitan dengan beban bakterial yang masih tinggi.[3,15]
Penulisan pertama oleh: dr. Ricky Dosan