Epidemiologi Tinea Corporis
Data epidemiologi mengindikasikan bahwa seperempat populasi global pernah terinfeksi tinea corporis. Prevalensi kasus lebih tinggi pada negara beriklim tropis dan subtropis. Risiko terinfeksi tinea corporis seumur hidup diperkirakan sebesar 10-20%.[1-4]
Global
Sebesar 20-25% populasi global dilaporkan pernah terinfeksi dermatofitosis. Kasus tinea corporis banyak dijumpai pada anak pre-pubertas dengan penularan secara zoofilik, melalui kucing atau anjing. Meski begitu, studi lain menyatakan bahwa tinea corporis banyak dijumpai pada anak post-pubertas dan dewasa muda. Tidak terdapat predominasi kasus berdasarkan jenis kelamin.
Transmisi umumnya terjadi akibat kontak langsung dengan kulit penderita atau autoinfeksi. Kondisi hiperhidrosis, kelembapan tinggi, dan pakaian ketat berkorelasi dengan tingkat keparahan dan rekurensi penyakit.
Angka kejadian di area tropis dilaporkan paling tinggi dibandingkan area lain di dunia. Trichophyton rubrum merupakan patogen yang paling sering menyebabkan tinea corporis, berkontribusi terhadap 80-90% kasus dermatofita di seluruh dunia.[1,2,4]
Indonesia
Data epidemiologi tinea corporis secara nasional masih belum tersedia.
Mortalitas
Tinea corporis tidak menyebabkan kematian. Pasien yang imunokompeten mayoritas berespon baik dengan terapi dan tidak mengalami sekuele. Meski begitu, tinea corporis bisa mengalami rekurensi maupun komplikasi berupa infeksi bakteri sekunder akibat garukan.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta