Prognosis Tinea Corporis
Tinea corporis memiliki prognosis yang baik pada individu imunokompeten, dengan angka kesembuhan 70-100% setelah terapi antifungal. Kekambuhan dan komplikasi jarang terjadi apabila pasien menghindari faktor risiko.[1,2,5]
Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada pasien dengan tinea corporis, kecuali pada pasien yang memiliki gangguan imun. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara lain infeksi bakteri sekunder, Granuloma Majocchi, tinea incognito, dan reaksi dermatofitid.
Granuloma Majocchi
Granuloma Majocchi atau perifolikulitis granulomatosa nodular merupakan dermatofitosis akibat penetrasi jamur di sepanjang folikel rambut ke lapisan dermis atau jaringan subkutan sehingga menyebabkan folikulitis supuratif. Oklusi folikel rambut dan trauma pada kulit menjadi faktor pencetus.
Kasus ini banyak ditemukan pada individu imunokompromais atau individu dengan terapi kortikosteroid topikal. Mikroorganisme penyebab adalah Trichophyton rubrum, T.interdigitale, T.violaceum, dan T.tonsurans. Lesi tampak sebagai papul atau pustul perifolikular, dengan predileksi area wajah dan tungkai. Lesi juga bisa nodular hingga abses.[1,2,5]
Tinea Incognito
Tinea Incognito merupakan infeksi jamur dengan klinis atipikal karena telah kehilangan ciri morfologi khasnya akibat penggunaan kortikosteroid atau penghambat kalsineurin.[1,3,5]
Reaksi Dermatofitid
Reaksi dermatofitid merupakan dermatitis sekunder akibat aktivasi sistem imun pada dermatofitosis. Lesi muncul di tempat yang cukup jauh dari lesi awal.
Pengobatan dermatofitosis harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan terapi untuk dermatofitid. Pemberian kortikostreoid topikal dan agen antipruritus dapat digunakan sebagai penatalaksanaan reaksi dermatofitid.[1,3,5]
Prognosis
Pada mayoritas kasus individu imunokompeten, terapi antifungal akan menghasilkan kesembuhan tinea corporis tanpa sekuele bermakna. Meski begitu, rekurensi bisa terjadi akibat pengobatan yang dihentikan sebelum waktunya atau faktor risiko yang tidak diperbaiki.
Reinfeksi dapat terjadi bila terdapat infeksi jamur di tempat lain, misalnya tinea pedis atau tinea kapitis. Rekurensi juga cenderung terjadi pada pasien dengan faktor predisposisi infeksi, seperti diabetes mellitus.[1-3,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta