Patofisiologi Tinea Corporis
Patofisiologi tinea corporis diawali dengan penempelan dermatofit Trichophyton, Microsporum, atau Epidermophyton pada kulit. Setelah manusia terkena paparan dari dermatofit, patogen harus melewati berbagai pertahan kulit terlebih dulu sebelum menimbulkan penyakit.[1-3]
Kerentanan Terhadap Infeksi Jamur
Faktor genetik dan familial mempengaruhi kerentanan seorang individu terinfeksi jamur. Hal ini diduga karena terdapat defek spesifik pada sistem imun innate dan adaptif yang berperan dalam mengontrol dermatofitosis.[1]
Defek sistem imun innate yang telah dikaitkan dengan tinea corporis adalah menurunnya jumlah sel dendritik epidermis (sel Langerhans) untuk mengenali dan mengeradikasi jamur. Individu dengan kadar Defensin Beta 4 yang rendah juga lebih cenderung terinfeksi dermatofita.[1-3]
Beberapa dermatofita juga memiliki mannan pada dinding selnya yang dapat menghambat respon imun, sehingga jamur dapat tetap berada di permukaan kulit. Jamur dapat memproduksi
- Protease (enzim yang mencerna keratin)
- Serin-subtilisins (enzim yang mencerna protein dan menyerang neutrofil)
- Keratinase (enzim yang melakukan penetrasi ke jaringan keratin)
Dengan ketiga enzim tersebut jamur dapat menyerang lapisan tanduk dan menyebar. Pada individu imunokompeten jamur, tidak dapat menembus jaringan yang lebih dalam karena pengaruh sistem imun. Skuama pada tepi aktif lesi terjadi akibat peningkatan proliferasi sel epidermis akibat respon terhadap infeksi jamur.[2,3]
Fase Penempelan
Fase infeksi ini diawali dengan spora aseksual yang jatuh ke kulit dan menghasilkan enzim, seperti protease dan lipase. Enzim yang dihasilkan dapat mempererat penempelan dan invasi ke dalam kulit. Setelah berhasil menempel, spora mulai berkembang untuk invasi.
Penempelan ini bisa terjadi dengan kontak langsung kulit (antropofilik), tanah (geofilik), atau binatang (zoofilik). Tinea corporis juga bisa muncul sekunder akibat infeksi di tempat lain, misalnya tinea kapitis.[1-4]
Fase Invasi
Pada fase invasi, adanya trauma dan pengikisan kulit dapat mempermudah masuknya dermatofit ke dalam kulit. Invasi dilakukan dengan sekresi protease dan lipase oleh jamur. Selain menghancurkan keratin, keratin juga digunakan oleh dermatofit sebagai sumber nutrisi.[1-4]
Fase Respon
Setelah terjadinya invasi, tubuh manusia sebagai host berespon dengan menghasilkan asam lemak fungistatik, meningkatnya proliferasi epidermis, dan menghasilkan mediator inflamasi. Keratinosit merupakan barier pertama tubuh pada infeksi dermatofit, dimana keratinosit meningkatkan proliferasi agar mempercepat pengikisan kulit, serta menghasilkan peptida mikrobial dan sitokin. Respon inflamasi yang terjadi menghasilkan lesi yang gatal, merah, dan bengkak.[1-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta