Patofisiologi Vitiligo
Patofisiologi vitiligo masih sulit dipahami. Berbagai teori diduga menjadi penyebab hilangnya melanosit pada penyakit ini. Laju kehilangan melanosit pada daerah lesi lebih cepat daripada pembentukan melanosit. Mekanisme yang diperkirakan berperan dalam hal ini adalah genetik, autoimun, biokimia, stress oksidatif, saraf, dan virus.[1,2,5,7]
Peran Genetika
Vitiligo diwariskan dalam pola non-Mendelian. Vitiligo merupakan penyakit poligenik, yaitu tidak ada gen tunggal yang berperan dalam penyakit ini. Saat ini terdapat bukti kuat keterlibatan gen human leukocyte antigen (HLA), protein tyrosine phosphatase non-receptor type 22 (PTPN22), NACHT-LRR-PYD-containing protein-1 (NALP1) dan cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) yang terkait dengan kerentanan autoimunitas.[2,7]
Peran Sistem Imunitas
Teori autoimun menjelaskan perubahan imunitas humoral dan seluler dalam kerusakan melanosit. Telah ditemukan adanya autoantibodi yang bersirkulasi terhadap protein melanosit pada serum pasien vitiligo. Dari sisi imunitas seluler, bukti menunjukkan sel T CD8 (cluster of differentiation 8) teraktivasi pada kulit pasien vitiligo perilesional sebagai mediator penghancur melanosit.[2,4,7]
Teori Stres Oksidatif
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tingginya kadar nitric oxide dan rendahnya kadar glutathione dan katalase berhubungan dengan penyakit vitiligo. Nitric oxide dapat menyebabkan destruksi melanosit, sedangkan glutathione dan katalase berfungsi mencegah cedera oleh radikal bebas.[2]
Teori Neural
Vitiligo segmental sering muncul dalam pola dermatomal, sehingga muncul hipotesis bahwa terdapat mediator kimia yang dilepaskan dari ujung saraf yang dapat menyebabkan penurunan produksi melanin. Pada kulit pasien vitiligo, telah ditemukan peningkatan kadar neuropeptide Y.
Penurunan produksi keringat ditemukan pada beberapa bercak vitiligo segmental dan beberapa pasien telah terbukti mengalami perubahan degeneratif atau regeneratif ringan pada akson dan sel Schwann di area yang mengalami depigmentasi.[2]
Teori Virus
DNA cytomegalovirus (CMV) telah diidentifikasi dalam spesimen biopsi kulit dari beberapa pasien vitiligo. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat kerusakan yang disebabkan oleh virus tersebut terhadap melanosit. Beberapa studi juga menjelaskan kemungkinan keterlibatan virus lain, seperti virus hepatitis C, human immunodeficiency virus (HIV), dan virus Epstein-Barr.[2]
Teori Konvergensi
Terdapat kemungkinan bahwa vitiligo adalah hasil dari konvergensi beberapa jalur patologis yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kebanyakan ahli sepakat bahwa vitiligo lebih mungkin merupakan sebuah sindrom daripada entitas tunggal.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja