Penatalaksanaan Vitiligo
Penatalaksanaan vitiligo berupa fototerapi, imunosupresan, dan pembedahan. Pemilihan tata laksana vitiligo tergantung pada beberapa faktor, antara lain tipe penyakit, luas dan distribusi lesi, progresivitas penyakit, serta usia pasien.[1,2]
European Dermatology Forum telah mengeluarkan pedoman untuk penatalaksanaan vitiligo. Terapi lini pertama adalah terapi topikal, yaitu kortikosteroid dan calcineurin inhibitor. Terapi lini kedua terdiri dari fototerapi dan kortikosteroid sistemik. Terapi lini ketiga adalah pembedahan dengan teknik grafting. Sedangkan terapi lini keempat adalah depigmentasi.[1,16]
Medikamentosa
Medikamentosa yang umum dipakai dalam penatalaksanaan vitiligo adalah kortikosteroid dan calcineurin inhibitor.
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk lesi vitiligo yang terlokalisir, baik dengan maupun tanpa inflamasi. Pemberian kortikosteroid topikal potensi kuat atau sangat kuat dapat dipertimbangkan untuk percobaan dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 bulan.
Kortikosteroid topikal dengan efek sistemik yang dapat diabaikan, seperti mometasone furoate dan methylprednisolone dapat dipilih. Pemeriksaan lampu Wood dapat membantu menilai respons pengobatan. Terapi harus dihentikan jika tidak ada perbaikan. Repigmentasi maksimum dapat memakan waktu 4 bulan atau lebih.[2,4,6,16]
Lesi pada wajah biasanya menunjukkan respons yang terbaik, sedangkan lesi pada jari tangan dan kaki menunjukkan respons yang kurang baik terhadap pengobatan ini. Pasien berkulit gelap menunjukkan respons yang lebih baik daripada pasien berkulit terang.[2,6]
Kelebihan kortikosteroid topikal adalah mudah dipakai dan biayanya minimal. Namun, risiko kekambuhan dan efek samping berupa atrofi kulit merupakan kekurangan terapi ini yang perlu dimonitor.[2,4,6]
Calcineurin Inhibitor
Salep tacrolimus topikal 0,03-0,1% atau pimecrolimus topikal dinilai efektif untuk repigmentasi vitiligo. Obat ini diaplikasikan 2 kali sehari pada pasien dengan vitiligo terlokalisir, terutama pada wajah dan leher. Penatalaksanaan ini lebih efektif bila dikombinasikan dengan terapi laser ultraviolet B (UVB) atau excimer.
Secara umum, salep tacrolimus dianggap lebih aman untuk anak-anak daripada steroid topikal. Pada orang dewasa dengan tipe vitiligo simetris, pimecrolimus topikal dapat menjadi alternatif dari steroid topikal. Literatur lain menyarankan kombinasi calcineurin inhibitor dan steroid topikal. Pimecrolimus memiliki efek samping yaitu kulit terbakar.[2,4]
Kortikosteroid Sistemik
Obat kortikosteroid sistemik, seperti prednisone, telah digunakan pada pasien vitiligo. Namun, obat ini memiliki sejumlah efek samping dan toksisitas, sehingga tidak direkomendasikan sebagai penatalaksanaan vitiligo.[2,4]
Afamelanotide
Afamelanotide merupakan analog sintetis dari alpha-melanocyte-stimulating hormone (α-MSH) yang tahan lama. Obat ini merangsang proliferasi dan melanogenesis melanosit. Afamelanotide diberikan melalui implan subkutan. Sebuah studi menunjukkan bahwa jika obat ini diberikan bersama NB-UVB, repigmentasi lebih cepat tercapai pada area wajah dan ekstremitas atas. Efek samping dari obat ini adalah hiperpigmentasi dari kulit yang normal, mual, dan nyeri abdomen.[4]
Janus Kinase (JAK) Inhibitor Therapy
Tofacitinib oral dan inhibitor JAK lainnya dapat menjadi pilihan terapi vitiligo. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan ruxolitinib topikal 1,5% 2 kali sehari menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk mengobati vitiligo. Ruxolitinib topikal juga menunjukkan kemanjuran dalam uji acak prospektif. Repigmentasi tercapai dalam 24 minggu terapi dan terus meningkat pada pemakaian sampai 1 tahun.[4]
Fototerapi
Fototerapi membantu terjadinya repigmentasi yang memuaskan pada sebagian besar pasien. Fototerapi dilakukan dalam jangka panjang dan dalam periode perawatan minimal 6 bulan.[2,4,6]
Fototerapi narrowband-UVB (NB-UVB) adalah pilihan yang lebih efektif untuk vitiligo dengan keterlibatan permukaan kulit >20%. Pasien biasanya masuk ke dalam kotak fototerapi dan diberikan cahaya dengan panjang gelombang 311-312 nm. Frekuensi perawatan adalah 2-3 kali seminggu. Jika tidak terlihat perbaikan dalam 6 bulan, terapi harus dihentikan.
Pigmentasi yang paling baik dicapai pada area wajah. NB-UVB merupakan pilihan penatalaksanaan yang aman untuk anak-anak, wanita hamil, dan wanita menyusui. Namun, terapi ini kemungkinan sulit dilakukan pada pasien anak yang tidak kooperatif. NB-UVB memiliki efek samping jangka pendek, yaitu kulit terbakar, pruritus, dan xerosis.[2,4,6]
Radiasi menggunakan sinar UVA yang dikombinasikan dengan psoralen topikal merupakan pilihan penatalaksanaan yang efektif untuk vitiligo dengan keterlibatan permukaan kulit <20%. Perawatan dilakukan dengan frekuensi 2 kali seminggu selama periode satu tahun. Vitiligo pada daerah wajah, badan, dan ekstremitas proksimal memberi respons baik terhadap psoralen dan UVA (PUVA), tetapi lesi pada ekstremitas distal memberi respons yang buruk.
Pasien dengan warna kulit gelap cenderung merespons PUVA lebih baik. PUVA memiliki efek samping yang sering terjadi, termasuk hiperpigmentasi pada kulit sehat di sekitar vitiligo, fototoksisitas berat, dan pruritus berat. Psoralen oral digunakan pada pasien dengan keterlibatan kulit yang lebih luas atau pada pasien yang tidak merespons terhadap PUVA topikal.[2,6]
Laser Excimer
Laser excimer merupakan sinar monokrom dengan panjang gelombang 308 nm yang telah dilaporkan efektif dalam mengobati vitiligo. Efektivitas akan maksimal bila terapi laser dilakukan 3 kali seminggu, dalam jangka waktu perawatan lebih dari 12 minggu. Dosis awal adalah 50-100 mJ per cm persegi. Seperti halnya fototerapi standar, laser excimer menghasilkan hasil perawatan terbaik pada wajah. Kekurangan laser excimer adalah biayanya yang mahal.[2,4]
Depigmentasi
Penatalaksanaan depigmentasi dilakukan dengan menghilangkan sisa pigmen pada kulit yang sehat. Depigmentasi menjadi pilihan untuk pasien dewasa dengan luas lesi >50% atau depigmentasi ekstensif pada wajah yang tidak dapat diperbaiki. Pasien yang memilih untuk melakukan depigmentasi harus mengetahui dan menerima bahwa depigmentasi bersifat permanen. Monobenzyl ether atau hydroquinone (monobenzone) adalah agen yang digunakan untuk depigmentasi.
Monobenzone tersedia dalam bentuk krim 20% dan dapat ditingkatkan hingga konsentrasi 40%. Agen ini digunakan dua kali sehari selama 3–12 bulan. Individu yang menggunakan monobenzone harus menghindari kontak langsung dengan orang lain selama 1 jam setelah aplikasi karena kontak dapat menyebabkan depigmentasi kulit orang lain. Efek samping monobenzone adalah iritasi, kulit terbakar, gatal, dan dermatitis kontak alergi.[2,4,6]
Pembedahan
Pembedahan dapat menjadi pilihan apabila penatalaksanaan lain tidak berhasil. Pembedahan hanya boleh dilakukan untuk area sensitif kosmetik, dengan syarat tidak terdapat lesi baru, tidak ada fenomena Koebner, dan tidak ada progresivitas lesi dalam 12 bulan terakhir.
Anak-anak dan individu yang mudah mengalami bekas luka atau keloid tidak disarankan untuk menjalani pembedahan. Efek samping dari pembedahan adalah cobblestone dan infeksi. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah cangkok jaringan meliputi split thickness grafts, suction blister grafts, mini punch grafts, dan cangkok sel melanosit.[2,6,9]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang umum digunakan pada vitiligo adalah tabir surya, analog vitamin D, dan pseudocatalase.
Tabir Surya
Tabir surya membantu mencegah kulit terbakar dan mengurangi kerusakan kulit akibat cahaya matahari, sehingga menurunkan kemungkinan terjadinya respons isomorfik Koebner. Selain itu, tabir surya mengurangi penggelapan warna kulit yang sehat sehingga dapat mengurangi kontras dengan lesi vitiliginosa.[2]
Analog Vitamin D
Analog vitamin D, terutama calcipotriol dan tacalcitol, telah digunakan sebagai agen terapi topikal pada vitiligo. Agen ini bekerja dengan menargetkan respons imun lokal dan bertindak berdasarkan aktivasi sel T spesifik.
Penggunaan analog vitamin D sebagai penatalaksanaan vitiligo masih kontroversial sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Penggunaanya lebih disarankan sebagai terapi tambahan daripada monoterapi.[4]
Pseudocatalase
Pasien vitiligo memiliki kadar enzim katalase yang rendah. Enzim ini berfungsi mengurangi kerusakan akibat radikal bebas pada kulit. Terapi pengganti menggunakan analog katalase, pseudokatalase, dikombinasikan dengan fototerapi NB-UVB telah dilaporkan berhasil menimbulkan repigmentasi dan menghambat progresivitas penyakit.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja