Patofisiologi Addison Disease
Patofisiologi kegagalan adrenal pada Addison disease berupa berkurangnya produksi kortisol dan aldosteron, yang diikuti dengan peningkatan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan aktivitas renin plasma sebagai akibat hilangnya inhibisi umpan balik negatif.[1,5]
Perjalanan Alamiah Addison Disease
Addison disease subklinis dilatarbelakangi oleh proses autoimun, yang ditandai dengan adanya autoantibodi adrenal (antibodi 21-hidroksilase) dan dapat disertai endokrinopati autoimun lainnya. Pada perjalanan penyakit, fungsi adrenokortikal menurun secara bertahap.[5,6]
Perjalanan alamiah Addison disease dapat dibagi menjadi 4 tahap, antara lain:
- Tahap 0: fungsi adrenal, ACTH plasma, ACTH basal, kortisol (yang distimulasi ACTH), aktivitas renin plasma (PRA), aldosteron serum normal
- Tahap 1: PRA meningkat, aldosteron normal/rendah, respons kortisol terhadap ACTH adekuat
- Tahap 2: respons kortisol terhadap ACTH menurun
- Tahap 3: ACTH plasma meningkat, kortisol serum basal berada di batas bawah nilai normal, tidak ada respons kortisol terhadap ACTH
- Tahap 4: kortisol serum/urine rendah, ACTH plasma meningkat tajam, disertai tanda-tanda kegagalan adrenokortikal[5,6]
Tahap 0 merupakan tahap potensial, di mana terdapat autoantibodi, namun parameter fungsi adrenal menunjukkan nilai normal dan tidak ada gejala klinis. Setiap individu sehat yang memiliki risiko mengalami kegagalan adrenal termasuk dalam tahap 0. Tahap 1-3 termasuk dalam kategori subklinis. Pasien menunjukkan gejala klinis pada tahap 4, yang umumnya didahului dengan gejala fatigue dan hiperpigmentasi kulit.[5-7]
Jika gejala-gejala insufisiensi adrenal tidak terdeteksi, penyakit dapat terus berkembang dan dapat terjadi krisis Addison (krisis adrenal).[5]
Patofisiologi Krisis Adrenal
Korteks adrenal menghasilkan 3 hormon steroid, yakni glukokortikoid (kortisol), mineralokortikoid (aldosteron, 11-deoksikortikosteron), dan androgen. Pada krisis adrenal, hormon utama yang berperan adalah kortisol.[8]
Kortisol memicu glukoneogenesis, menginduksi sekresi insulin, menurunkan sensitivitas insulin, memiliki efek antiinflamasi, memfasilitasi klirens cairan, dan menekan sintesis ACTH. Aldosteron dihasilkan sebagai respons stimulasi angiotensin II melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, kondisi hiperkalemia dan hiponatremia, serta adanya antagonis dopamin. Aldosteron berperan dalam reabsorpsi sodium serta sekresi kalium dan hidrogen.[8]
Pada krisis adrenal yang dilatarbelakangi Addison disease, kelenjar adrenal gagal menghasilkan hormon secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh, meskipun kelenjar pituitari sudah menghasilkan ACTH untuk mendorong produksi hormon adrenokortikal. Krisis adrenal dapat mengakibatkan mual muntah hebat, hiperpireksia, penurunan kesadaran (dapat dilakukan dengan pengukuran Glasgow Coma Scale), dan syok.[2,8]
Patofisiologi Addison Disease Kronis
Hiperpigmentasi umumnya merupakan gejala paling awal yang muncul, yang disebabkan oleh peningkatan ACTH. Pada darah, ACTH terikat pada reseptor melanocortin 1 pada melanosit, memicu melanosit untuk menghasilkan melanin. Destruksi melanosit akibat proses autoimun juga dapat terjadi dan mengakibatkan vitiligo.[2]
Kegagalan fungsi adrenal menyebabkan hilangnya efek mineralokortikoid aldosteron dan efek vasopresor kortisol, yang mengakibatkan hipotensi ortostatik. Hiperkalemia dapat mengakibatkan mialgia dan paralisis otot yang bersifat flaccid.[2]