Diagnosis Hiperkalsemia
Diagnosis hiperkalsemia atau hypercalcemia dapat ditegakkan berdasarkan temuan klinis pada sistem saraf pusat, urinaria, gastrointestinal, dan muskuloskeletal, yang turut dilengkapi pemeriksaan kadar kalsium serum. Selain itu, pemeriksaan untuk mengukur kadar hormon paratiroid atau PTH, kadar 1,25-dihydroxyvitamin D, kadar fosfat serum, bikarbonat serum, dan kalsium urine mungkin diperlukan.[2,14]
Umumnya, diagnosis hiperkalsemia ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan kesehatan. Pada beberapa kasus, hiperkalsemia juga dapat ditemukan pada seseorang yang sudah menunjukkan tanda dan gejala. Namun, tanda dan gejala hiperkalsemia umumnya ditemukan bila kadar kalsium sudah >12 mg/dL.[2]
Anamnesis
Hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah tanda dan gejala penyakit tertentu yang mengarah pada hiperkalsemia. Mnemonic tanda dan gejala hiperkalsemia yang sekaligus bisa menjadi panduan untuk mengidentifikasi penyebab hiperkalsemia adalah “stones, bones, abdominal moans, and psychic groans”:
-
Stones: manifestasi urinaria berupa gejala batu ginjal, gejala diabetes insipidus nefrogenik, poliuria, nokturia, dan dehidrasi
-
Bones: manifestasi skeletal berupa nyeri tulang, arthritis, dan osteoporosis
-
Abdominal moans: manifestasi gastrointestinal berupa mual, muntah, anoreksia, konstipasi, nyeri abdomen, dan ulkus peptikum
Psychic groans: manifestasi neurologis berupa gangguan daya ingat, letargi, stupor, koma, dan kelemahan otot, yang bisa disertai manifestasi psikiatri seperti iritabilitas, depresi, kecemasan, dan psikosis[2,7,8]
Anamnesis mengenai riwayat penyakit lain yang mungkin menyebabkan hiperkalsemia seperti keganasan, sarkoidosis dan penyakit granulomatosa lain, serta gangguan pada sistem endokrin seperti hiperparatiroid atau hipertiroid perlu ditanyakan. Tanyakan juga riwayat medis keluarga, seperti riwayat hiperkalsemia, hiperparatiroid, dan keganasan. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti lithium, thiazide, dan suplementasi vitamin D juga perlu ditanyakan.[2,7,8]
Dokter juga dapat memperkirakan kasus akut ataupun kronis dari gejala. Pasien yang menunjukkan gejala batu ginjal atau gejala osteoporosis cenderung telah mengalami hiperkalsemia dalam waktu yang panjang. Kasus akut umumnya menunjukkan gejala yang lebih drastis, seperti mual, muntah, dan bahkan gangguan kesadaran.[1,9]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien hiperkalsemia umumnya tidak menunjukkan temuan yang bermakna. Namun, pasien dengan hiperkalsemia parah mungkin menunjukkan gejala hipotonia, hiporefleksia, dan paresis. Pasien juga mungkin menunjukkan tanda aritmia dan bradikardia.[14]
Dokter juga dapat mencari tanda-tanda deplesi volume, gangguan ginjal, dan penyakit yang mungkin mendasari. Contohnya, dokter dapat melakukan pemeriksaan keganasan sesuai indikasi, misalnya kanker payudara, kanker ginjal, kanker paru, kanker ovarium, leukemia, limfoma, multiple myeloma, dan rhabdomyosarcoma. Perhatikan ada atau tidaknya massa abnormal pada pemeriksaan fisik.[8,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hiperkalsemia dapat berupa hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipernatremia atau hiperfosfatemia. Untuk membedakan kondisi-kondisi ini, dokter bisa mengevaluasi manifestasi klinis dan menilik hasil pemeriksaan laboratorium.[14]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yang diperlukan adalah pemeriksaan kadar kalsium serum. Pemeriksaan lain dapat berupa pemeriksaan laboratorium tambahan, EKG, dan pencitraan untuk mencari etiologi jika ada etiologi tertentu yang dicurigai.[14]
Pemeriksaan Kadar Kalsium Serum
Dalam plasma darah, kalsium berada dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terionisasi yang merupakan bentuk biologis aktif (50%), kalsium yang terikat protein misalnya albumin (45%), dan kalsium dalam kompleks dengan sitrat atau fosfat (5%). Kadar kalsium yang diukur di laboratorium dapat berupa kadar kalsium total serum atau kadar kalsium yang terionisasi.[14]
Kadar kalsium total serum adalah 8–10 mg/dL dan nilai >10,5 mg/dL bisa dinyatakan sebagai hiperkalsemia. Namun, bila menggunakan kadar kalsium total serum, dokter harus melakukan koreksi perhitungan jika pasien memiliki kadar albumin abnormal. Hal ini dikarenakan sebagian besar kalsium berikatan dengan albumin, sehingga perubahan kadar albumin memengaruhi interpretasi kadar kalsium total serum. Rumus koreksi yang bisa digunakan terlampir di bawah.[14]
Kadar kalsium koreksi = (4 - kadar albumin serum dalam g/dL) × 0,8 + kalsium serum |
Bila menggunakan kadar kalsium terionisasi yang memang merupakan bentuk biologis aktif dari kalsium, maka koreksi hitungan berdasarkan albumin tidak diperlukan.[14]
Klasifikasi keparahan hiperkalsemia berdasarkan kadar kalsium total serum ataupun kadar kalsium terionisasi adalah sebagai berikut:
- Hiperkalsemia ringan: kadar kalsium total 10,5–11,9 mg/dL atau kadar kalsium terionisasi 5,6–8 mg/dL
- Hiperkalsemia sedang: kadar kalsium total 12–13,9 mg/dL atau kadar kalsium terionisasi 8–10 mg/dL
- Hiperkalsemia berat: kadar kalsium total 14–16 mg/dL atau kadar kalsium terionisasi 10–12 mg/dL[1,2]
Pemeriksaan Laboratorium Lain
Pemeriksaan laboratorium lain dapat membantu identifikasi penyebab hiperkalsemia, misalnya kondisi hiperparatiroid atau keganasan. Terkadang, keganasan bisa terjadi bersama kondisi hiperparatiroid maupun penyebab hiperkalsemia lainnya. Pemeriksaan darah lengkap dan apus darah tepi mungkin bermanfaat untuk mengetahui ada atau tidaknya keganasan hematologis. Bila ada tumor solid, pertimbangkan biopsi.[1,7,14]
Pemeriksaan kadar hormon paratiroid (PTH) juga dapat dilakukan untuk mencari tahu ada tidaknya hiperparatiroid. Pemeriksaan hormon tiroid juga memungkinkan bila ada kecurigaan hipertiroid. Pemeriksaan fungsi ginjal dan urinalisis juga dianjurkan. Selain itu, pemeriksaan vitamin D dan metabolitnya serta pemeriksaan fosfat serum, alkaline phosphatase, dan bikarbonat serum dapat dilakukan bila perlu.[1,7,14]
Alur Pemeriksaan Hiperkalsemia:
Tonon CR, et al. (2022) menyatakan bahwa diagnosis hiperkalsemia ditegakkan bila kadar kalsium total serum >10.5 mg/dL. Bila diagnosis telah tegak, pemeriksaan lain yang perlu dilakukan untuk menentukan penyebab hiperkalsemia adalah PTH.[1]
Apabila kadar PTH didapatkan tinggi atau normal, maka lakukan perhitungan ekskresi kalsium. Nilai ekskresi kalsium yang <0,01 dapat menunjukkan primary hypocalciuric hypercalcemia, sedangkan nilai ekskresi kalsium >0.01 menunjukkan primary/tertiary hyperparathyroidism. Mo S, et al. juga menambahkan bahwa selain primary/tertiary hyperparathyroidism, nilai ekskresi kalsium yang tinggi dapat terjadi pada hiperkalsemia akibat obat.[1,7]
Apabila kadar PTH rendah, maka lakukan pengukuran kadar vitamin D berupa kadar 25(OH)D. Bila hasilnya tinggi, curigai terjadinya intoksikasi vitamin D. Bila hasil normal, lakukan pemeriksaan 1,25-dihydroxyvitamin D yang dikenal juga sebagai 1,25(OH)2D. Hasil 1,25-dihydroxyvitamin D yang normal mungkin menandakan hiperkalsemia akibat keganasan. Sementara itu, hasil 1,25-dihydroxyvitamin D tinggi mungkin menandakan penyakit granulomatosa atau limfoma.[1]
Elektrokardiografi atau EKG
Pemeriksaan EKG dapat melihat tanda hiperkalsemia berupa pendataran atau inversi gelombang T, melebarnya kompleks QRS, pemanjangan interval PR, ST elevasi, serta adanya gelombang J di akhir kompleks QRS. Tanda klinis hiperkalsemia akut adalah pemendekan QT dan aritmia (bradikardia, first-degree atrioventricular block).[1,2,14]
Pencitraan
Pemeriksaan seperti rontgen, USG, CT-scan, atau MRI dapat dilakukan jika terdapat indikasi, misalnya bila ada kecurigaan batu ginjal, sarkoidosis, kanker payudara, kanker paru, kanker tulang, dan kanker lainnya. Keganasan patut dicurigai pada hiperkalsemia yang kadar kalsiumnya naik dengan cepat secara mendadak.[1,2,14]