Diagnosis Hipogonadisme
Diagnosis hipogonadisme terutama ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan kadar hormon testosteron pada pria dan wanita, pemeriksaan karyotype, dan lain-lain.
Anamnesis
Gejala hipogonadisme pada pria berupa penurunan nafsu, gangguan ereksi, penurunan kapasitas intelektual, depresi, osteoporosis, penurunan massa dan kekuatan otot.[2,8,14] Riwayat lain yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah riwayat keluarga, riwayat masalah medis yang berat, dan pemakaian obat-obatan yang berpengaruh terhadap hipogonadisme atau infertilitas, seperti steroid, opioid, dan hormon.
Riwayat keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena 50-75% kasus hipogonadisme memiliki riwayat keluarga yang sama.[13]
Tanda dan Gejala Hipogonadisme pada Pria
Penambahan ukuran penis, testis yang tidak turun (undesensus testis), dan tidak adanya rambut pada wajah, aksila, dan pubis pada pria yang telah berusia 14 tahun atau lebih menunjukkan adanya keterlambatan pubertas.[2,15]
Tanda dan Gejala Hipogonadisme pada Wanita
Gejala Hipogonadisme pada wanita adalah gangguan menstruasi, riwayat gangguan perkembangan payudara, perdarahan vagina, osteoporosis, dan gangguan pertumbuhan, seperti stunting. Perkembangan payudara dini pada anak wanita terjadi bila muncul sebelum usia 7 tahun. Namun, perkembangan seksual sekunder dikatakan terlambat bila pada anak wanita yang berusia >13 tahun belum menunjukkan perkembangan seksual sekunder.
Secara normal, perkembangan payudara (thelarche) berjarak sekitar 2 tahun dengan menstruasi pertama (menarche). Sekitar 50% wanita dengan hipogonadisme kongenital baik dengan maupun tanpa anosmia, memiliki riwayat gangguan perkembangan payudara pada saudara dan 10% dilaporkan terdapat perdarahan vagina.[7]
Pemeriksaan Fisik
Adanya gambaran dismorfik pada pemeriksaan fisik pasien dapat mengarahkan ke sindrom atau kelainan tertentu.
Pemeriksaan Fisik pada Pria
Untuk menegakkan hipogonadisme pada pria penting agar dokter menilai ukuran dan konsistensi penis, distribusi dari rambut, dan pemeriksaan prostat. Pemeriksaan fisik sebaiknya difokuskan pada karakteristik sekunder, seperti pertumbuhan rambut, ginekomastia, volume testis atau prostat, tinggi badan, dan proporsi tubuh. Pasien dengan sindrom Klinefelter memiliki karakteristik volume testis kurang (<4 ml) dan kecil.[7,8,15]
Pemeriksaan Fisik pada Wanita
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan hipogonadisme pada wanita adalah menilai distribusi rambut pubis dan ketiak, pemeriksaan payudara, menilai pertambahan ukuran tubuh, menghitung lemak tubuh, dan indeks massa tubuh.[7]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada hipogonadisme diperlukan dalam menegakkan diagnosis hipogonadisme. Pemeriksaan penunjang hipogonadisme terutama adalah dengan pemeriksaan kadar testosteron pagi hari sebanyak dua kali. Pemeriksaan ini direkomendasikan bila terdapat gejala dan tanda hipogonadisme.
Pemeriksaan Laboratorium pada Pria
Pemeriksaan penunjang pada hipogonadisme pada pria adalah pemeriksaan kadar testosteron, luteinizing hormone (LH), dan follicle stimulating hormone (FSH). Pemeriksaan testosteron dilakukan pada pagi hari dan umumnya diperlukan dua kali pemeriksaan karena sekresi testosteron bersifat pulsatif. Kadar hormon testosteron mencapai angka tertinggi pada pagi hari (pukul 08.00-10.00) dan mencapai angka terendah pada siang hari. Kadar testosteron normal berkisar 300-1000 mg/dl.[15]
Setelah mengonfirmasi penurunan kadar testosteron, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) untuk membedakan hipogonadisme primer dan sekunder. Kadar LH dan FSH dapat dikategorikan rendah apabila mencapai <5 mUI/ml. Bila kadar testosteron menurun tetapi LH dan FSH meningkat, maka kondisi ini termasuk dalam hipogonadisme primer. Bila kadar testosteron yang menurun disertai juga dengan kadar LH dan FSH yang menurun atau normal, maka disebut hipogonadisme sekunder.[15]
Testosteron cenderung menurun seiring dengan penambahan usia karena disebabkan oleh peningkatan sex hormon binding globulin (SHBG) di mana 40-80% protein ini akan mengikat testosteron. Pada pasien hipogonadisme yang berusia lanjut dengan kadar testosteron yang normal, perlu diperiksakan free testosterone dan SHBG untuk melihat bioavailability testosteron. Free testosterone dapat diukur dengan dialisis ekuilibrium atau ultrafiltrasi. Pemeriksaan ini dapat diandalkan walaupun proses pemeriksaannya cukup rumit dan ketersediaannya terbatas. [15]
Skrining hipogonadisme pada pria sehat tidak diperlukan. Skrining hanya dikerjakan pada penderita dengan komorbid seperti HIV, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, infertilitas, penyakit paru obstruktif kronis, dan osteoporosis. Pemeriksaan SHBG juga perlu diperiksa pada penderita obesitas, diabetes mellitus, hipotiroid, dan penyakit liver.[10] Pemeriksaan penunjang tambahan lainnya yang diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan pertimbangan dalam penatalaksanaan adalah pemeriksaan darah lengkap, fungsi hormon tiroid (TSH dan fT4), kadar prolaktin, vitamin D, zat besi, transferin, kortisol, dan kolesterol. Analisis sperma juga bertujuan untuk memeriksa infertilitas.[8,14] Pemeriksaan karyotype dan biopsi testikular juga dapat membantu.[2,9]
Pemeriksaan Laboratorium pada Wanita
Pemeriksaan laboratorium pada wanita dengan tanda jerawat, hirsutisme, atau amenorrhea (menstruasi tidak teratur), dapat diperiksakan total dan free testosterone dan 17- hydroxyprogesterone.[9]
Pemeriksaan karyotype juga berguna. Pada wanita dengan karyotype normal dan peningkatan kadar gonadotropin, pengukuran kadar antiovarian antibody berguna untuk menyingkirkan penyakit autoimun.[9]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan MRI otak umumnya jarang dikerjakan kecuali dicurigai adanya massa. Sebuah studi menyarankan agar individu dengan kadar testosteron <150 µg/dl, dilakukan pemeriksaan MRI otak untuk menilai tumor pituitari. Hal ini umumnya untuk menentukan adanya hiperprolaktinemia dan panhipopituitari.[14]
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah USG. Pada pria, dengan USG pelvis dokter dapat menentukan ada tidaknya testis tersembunyi (kriptorkismus). Sedangkan pada wanita, dengan USG pelvis dokter dapat menilai ukuran uterus, ketebalan endometrium, dan perkembangan ovarium. USG renal dikerjakan pada sindrom Kallmann untuk menentukan malformasi renal atau agenesis.[7,14]
Pemeriksaan Lainnya
Pada wanita dewasa yang mempunyai risiko osteoporosis, menggunakan glukokortikoid dalam jangka panjang, dan merokok disarankan untuk mengukur densitas mineral tulang.[14]
Pemeriksaan tes stimulasi adrenocorticotropin hormone (ACTH) perlu dipertimbangkan pada hiperplasia adrenal kongenital. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada tidak sintesis steroid adrenal dimana steroidogenesis terlibat dalam pembentukan hormon seks. Pemeriksaan awal hormon ACTH untuk mengetahui baseline kadar hormon diperlukan. Setelah itu, pemberian stimulasi dengan cosyntropin 0,25 mg diberikan secara injeksi intravena dan kadar hormon ACTH akan diukur kembali setelah 60 menit.[9]
Pada anak-anak, pemeriksaan tes stimulasi luteinizing hormone releasing hormone (LHRH) bertujuan membedakan true hypogonadotropic hypogonadism dan constitutional delay of growth and puberty. Pemeriksaan baku emas untuk tes stimulasi LHRH adalah injeksi intravena LHRH untuk menilai supresi LH, namun pengerjaannya sulit dikerjakan, mahal, dan lebih nyeri. Cara lain pemeriksaan tes stimulasi LHRH adalah berupa injeksi subkutan LHRH. Evaluasi hormon LH dan FSH setelah 15 menit injeksi intravena dan 30-40 menit setelah injeksi subkutan. Sebuah studi menunjukkan bahwa injeksi secara intravena memiliki luaran yang lebih baik daripada injeksi subkutan dengan perbandingan sensitivitas 100% : 75% dan perbandingan spesifisitas 95% : 100%.[9,16]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hipogonadisme yang sering ditemukan adalah sindrom Kallmann, sindrom Turner, massa kelenjar pituitari, hiperprolaktinemia, malnutrisi, dan hiperplasia adrenal kongenital.[2]
Sindrom Kallmann
Pada sindrom Kallmann terdapat keluhan berupa anosmia/hiposmia. Wanita prapubertas yang mengalami anosmia dapat dicurigai sebagai sindrom Kallmann apabila ada riwayat keluarga yang positif. Pada sindrom Kallmann, MRI serebral dapat dipakai untuk melihat morfologi anomali atau hilangnya bulbus olfaktori.[2,7,9,14,17]
Massa Kelenjar Pituitari
Pasien dengan massa kelenjar pada pituitari biasanya mengeluhkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
Hiperprolaktinemia
Pada hiperprolaktinemia terjadi peningkatan kadar prolaktin >20 µg/ml.
Malnutrisi
Pada pasien yang dicurigai hipogonadisme juga perlu dilakukan penilaian status nutrisi untuk mendeteksi malnutrisi dan obesitas.
Hiperplasia Adrenal Kongenital
Terjadi penurunan LH dan testis yang kecil. Pada hiperplasia adrenal kongenital terjadi supresi adrenocorticotropic hormone (ACTH).[7,9]
Sindrom Turner
Merupakan kasus paling sering terjadi pada hipogonadisme wanita. Keluhan berupa amenorrhea, ukuran tubuh yang pendek, keterlambatan pubertas. Pada prenatal, dapat di diagnosis menggunakan chorionicvillus sampling atau amniocentesis. Setelah kelahiran, diagnosis sindrom Turner perlu dipertimbangkan pada neonatus atau bayi wanita dengan limfedema, adanya gangguan pada leher belakang, garis rambut yang rendah, dan pada wanita dengan gangguan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas. Pada wanita dengan kondisi amenorea primer dan sekunder serta peningkatan kadar gonadotropin juga perlu dipertimbangkan sebagai sindrom Turner.[7,8]