Epidemiologi Penyakit Hashimoto
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa risiko tiroiditis autoimun, termasuk penyakit Hashimoto, lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Penyakit Hashimoto juga dilaporkan memiliki insidensi lebih tinggi pada kondisi cukup iodin (iodine-sufficient) dibandingkan kondisi defisiensi. Selain itu, prevalensi antibodi antitiroid yang timbul pada pasien memiliki prevalensi yang berbeda-beda berdasarkan ras, usia, dan riwayat merokok.[2]
Global
Insidensi penyakit Hashimoto di dunia per tahunnya diperkirakan sebesar 0,3 hingga 1,5 kasus per 10.000 orang. Di Amerika Serikat, insidensi penyakit Hashimoto pada laki-laki diperkirakan sebesar 0,8 per 1000 orang-tahun, sedangkan pada perempuan sebesar 3,5 per 1000 orang-tahun.
Insiden penyakit Hashimoto diperkirakan 10-15 kali lebih tinggi pada wanita. Rentang usia yang paling sering terkena adalah 30-50 tahun. Insidensi keseluruhan hipotiroid meningkat seiring bertambahnya usia pada pria dan wanita.
Penyakit Hashimoto juga dapat berkembang akibat penyakit Graves, dimana sekitar 15-20% pasien dengan penyakit Graves telah dilaporkan mengalami penyakit Hashimoto.[1,3]
Indonesia
Studi epidemiologi penyakit Hashimoto masih sangat terbatas di Indonesia. Sebuah studi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode Januari 2013 hingga Desember 2015 melaporkan hanya ada 2 kasus penyakit Hashimoto yang didiagnosis di rumah sakit tersebut.[7]
Mortalitas
Sampai sekarang belum terdapat studi yang menunjukkan tingkat kematian akibat penyakit Hashimoto. Umumnya kematian terjadi pada pasien penyakit Hashimoto yang tidak ditangani dalam jangka waktu lama dan sudah memiliki komplikasi koma miksedema. Koma miksedema memiliki tingkat mortalitas lebih dari 60%
Morbiditas pada kasus penyakit Hashimoto, dan hipotiroid secara umum, biasanya timbul akibat inisiasi terapi levotiroksin yang terlambat. Hipotiroid yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan metabolisme lipid yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan risiko kardiovaskular.[1,8]