Patofisiologi Gagal Hati
Patofisiologi gagal hati amat kompleks dan melibatkan berbagai mekanisme terutama keterlibatan respon imun yang pada akhirnya akan menyebabkan berbagai komplikasi multiorgan.
Gagal Hati Akut
Patofisiologi gagal hati akut tergantung dari etiologi yang mendasari. Secara umum, hepatosit mengalami nekrosis atau apoptosis sebagai perlawanan terhadap patogen atau toksin. Nekrosis akan terjadi bila hepatosit mengalami deplesi adenosin trifosfat (ATP) sedangkan apoptosis akan mengaktifkan jalur kaskade dan berakibat kematian hepatosit.[3,4]
Stres oksidatif yang terjadi akan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) kemudian ROS akan mengaktifkan c-Jun N-terminal kinase (JNK) lewat kaskade sehingga terjadi disfungsi mitokondria dan nekrosis hepatosit berlanjut. Kejadian ini akan menghasilkan Damage Associated Molecular Patterns (DAMPs) yang akan mengaktifkan makrofag hati dan inflammasome.[5]
Multiprotein kompleks intrasel yang disebut dengan inflammasome berfungsi merespon sinyal bahaya seluler dan mengaktifkan caspase-1 serta melepaskan IL-1b dan IL-18. Sitokin proinflamasi dikeluarkan sehingga semakin banyak sel-sel peradangan yang datang dan lebih banyak kematian hepatosit.[7]
Pada hati yang berfungsi normal, amonia akan didetoksifikasi membentuk urea. Sedangkan pada disfungsi hati terjadi hiperamonemia. Amonia akan melintasi sawar darah-otak dan menyebabkan asterosit menghasilkan glutamine yang dikatalisis oleh enzim glutamin sintase sebagai sisa metabolisme amonia dan glutamate. Akumulasi glutamine menyebabkan pembengkakan asterosit akibat gradien osmotik dan pembentukan Reactive Oxygen species (ROS).[11,12] Penurunan sintesis faktor pembekuan darah, peningkatan penggunaan faktor pembekuan dan penurunan jumlah trombopoietin merupakan penyebab terjadinya koagulopati pada gagal hati akut.[4]
Gagal Hati Acute on Chronic
Gagal hati kronik (salah satunya sirosis hepatis) bisa mengalami eksaserbasi yang disebut dengan gagal hati acute on chronic. Kerusakan hepatosit akan mengaktifkan kaskade proinflamasi dan terjadi peningkatan leukosit, sitokin dan kemokin termasuk IL-6 dan IL-8.[12]
Penurunan motilitas usus, peningkatan pH gaster, penurunan konsentrasi asam empedu menyebabkan pertumbuhan bakteri abnormal yang disebut disbiosis. Selanjutnya terjadi fenomena translokasi bakteri dimana toksin masuk ke dalam usus.
Bakteri akan menginduksi Pathogen-Associated Molecular Pattern (PAMPS) dan faktor virulensi sedangkan hepatosit yang denaturasi melalui Damage Associated Molecular Pattern (DAMPS) akan mengaktifkan sitokin pro-inflamasi.[6]
Imunopatogenik berperan dalam terjadinya kerusakan multiorgan pada gagal hati kronik. Disbiosis yang terjadi dikaitkan kejadian ensefalopati hepatikum. Hal ini dikarenakan pada penelitian dengan uji tikus sirosis yang bebas kuman tidak terjadi hiperamonemia dan edema serebri.[6,13]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja