Diagnosis Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Penegakan diagnosis irritable bowel syndrome (IBS) membawa tantangan tersendiri karena tidak berhubungan dengan penyebab organik spesifik. Pendekatan diagnosis menggunakan pemenuhan kriteria berbasis gejala yang disokong oleh pemeriksaan penunjang, sesuai indikasi untuk menyingkirkan penyebab organik.[1-4]
Kriteria Diagnosis
Ada dua macam kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis IBS, yaitu kriteria Manning dan kriteria Rome IV.[1-3]
Kriteria Manning
Berdasarkan kriteria Manning, IBS dapat didiagnosis jika terdapat >3 tanda berikut :
- Perubahan frekuensi defekasi
- Perubahan konsistensi feses (keras, lunak, atau berair)
- Nyeri perut yang membaik setelah buang air
- Distensi abdomen yang visibel
- Gangguan defekasi (mengejan, urgensi, atau rasa tidak lampias)
- Mukus saat defekasi[1-3]
Kriteria Rome IV
Kriteria Rome IV mensyaratkan pasien mengalami nyeri perut berulang minimal 1 hari/ minggu dalam durasi 3 bulan, yang berhubungan dengan salah satu atau lebih gejala berikut:
- Berhubungan dengan defekasi
- Berhubungan dengan perubahan frekuensi defekasi
- Berhubungan dengan perubahan pada bentuk atau tampilan tinja[1-3]
Menurut kriteria ROME IV ini, IBS dapat dibagi menjadi subtipe berikut :
-
Diarrhea predominant Irritable Bowel Syndrome (loose stools > 25%, hard stools <25%)
-
Constipation predominant Irritable Bowel Syndrome (loose stools <25%, hard stools > 25%)
-
Mixed Irritable Bowel Syndrome (loose stools > 25%, hard stools > 25%).
Unsubtyped Irritable Bowel Syndrome (konsistensi tinja tidak sesuai dengan 3 klasifikasi sebelumnya)[1-3]
Anamnesis
Anamnesis pasien IBS meliputi riwayat atau keluhan adanya nyeri abdomen yang intermiten, difus, dan terkadang berkurang dengan defekasi atau buang gas. Selain itu, pasien juga seringkali mengeluhkan perut kembung, perubahan bowel habit (seperti diare, konstipasi, atau bergantian), dan perut terasa tidak nyaman setelah makan. Selain itu, perlu ditanyakan juga riwayat gastroenteritis sebelumnya, tinja berlendir, asupan cairan yang kurang, atau stres psikis.[1-3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien IBS biasanya tidak spesifik, di mana pasien tampak seperti orang sehat. Kadangkala, pasien terlihat cemas dan pada palpasi bisa didapatkan nyeri tekan di area sigmoid.[3]
Diagnosis Banding
Irritable Bowel Syndrome memiliki banyak diagnosis banding, sehingga dokter harus dapat menyingkirkan kelainan organik terlebih dahulu sebelum menegakkan diagnosis IBS. Beberapa diagnosis banding yang perlu dipikirkan adalah gastritis, gastroenteritis, intoleransi laktosa, Celiac disease, inflammatory bowel disease (IBD), small intestinal bacterial overgrowth (SIBO), dan kanker kolorektal.[3]
Gastritis
Pasien IBS sering memiliki keluhan menyerupai gastritis. Untuk membedakannya, dapat dilakukan dengan tes noninvasif untuk mendeteksi H.pylori atau dengan melakukan endoskopi.[3]
Gastroenteritis
IBS tipe diare memiliki gejala yang sangat mirip dengan gastroenteritis. Pada IBS, diare terjadi berulang kali dan hasil pemeriksaan analisis feses akan normal. Sedangkan pada gastroenteritis, hasil pemeriksaan analisis feses akan menunjukkan tanda infeksi, misalnya ditemukan leukosit atau bakteri.[3]
Intoleransi Laktosa
Kondisi intoleransi laktosa memiliki banyak gejala klinis yang sama dengan IBS. Namun, ada petunjuk penting yang membedakan, yakni pada anamnesis akan ditemukan riwayat konsumsi produk mengandung laktosa sebelum keluhan timbul, dan tes toleransi laktosa atau lactose breath hydrogen test positif.[3]
Penyakit Celiac
Petunjuk penting yang mengarah ke penyakit Celiac adalah riwayat konsumsi produk mengandung gluten sebelum keluhan timbul. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat mengonfirmasi diagnosis penyakit Celiac adalah defisiensi IgA, positif IgG antigliadin assay, dan atrofi vili usus pada pemeriksaan histopatologi biopsi usus.[3]
Inflammatory Bowel Disease (IBD)
Petunjuk utama yang membedakan inflammatory bowel disease (IBD) dengan IBS adalah tinja bercampur darah. Pada pemeriksaan penunjang akan didapatkan tes fecal calprotectin positif, tes perinuclear anticytoplasmic antibody dan anti-Saccharomyces cerevisiae antibody positif, serta gambaran khas kolitis pada endoskopi saluran cerna.[3]
Small Intestinal Bacterial Overgrowth (SIBO)
IBS dan SIBO juga memiliki bermacam kemiripan dan gejala yang tumpang tindih. Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa SIBO memiliki asosiasi dengan IBS, walaupun hubungan kausatif di antara keduanya masih belum diketahui pasti. Disbiosis intestinal, seperti yang terjadi pada SIBO, diduga memiliki peran penting dalam timbulnya IBS.[9]
Kanker Kolorektal
Petunjuk yang bisa membedakan kanker kolorektal dengan IBSadalah adanya keluhan diare bercampur darah, penurunan berat badan signifikan, dan riwayat keluarga penyakit kanker kolorektal sebelumnya. Diagnosis kanker kolorektal dikonfirmasi dengan tes penanda tumor pyruvate kinase type M2 (M2PK), gambaran tumor pada kolonoskopi, dan gambaran patologi dari biopsi.[3]
Pemeriksaan Penunjang
IBS tidak disebabkan oleh kelainan organik spesifik, sehingga pemeriksaan penunjang akan menunjukkan hasil yang normal. Apabila keluhan dicurigai disebabkan oleh kelainan organik, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan sesuai indikasi.[1-4]
Pemeriksaan dasar yang bisa dilakukan pada kasus dugaan IBS adalah darah lengkap dan pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tambahan dilakukan jika ditemukan petunjuk yang mengarah ke diagnosis alternatif. Pemeriksaan tambahan juga dilakukan jika ada tanda waspada, seperti riwayat keluarga dengan kanker kolorektal, penurunan berat badan signifikan, BAB bercampur darah, atau anemia defisiensi besi.[1-4]
Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan sesuai indikasi antara lain endoskopi, biopsi histopatologi, fecal calprotectin, serologi penyakit Celiac, penanda tumor piruvat kinase tipe M2 (M2PK), lactose breath hydrogen, atau pemeriksaan radiologi.[2-3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini