Epidemiologi Pankreatitis Akut
Variasi data epidemiologi pankreatitis akut antar negara diakibatkan oleh variasi faktor penyebab pankreatitis antar negara, misalnya tingkat konsumsi alkohol dan kejadian batu empedu yang bervariasi. Selain itu, pencatatan data mengenai pankreatitis akut sendiri masih minimal di banyak negara.
Global
Di dunia, insiden pankreatitis akut berkisar antara 5–80 per 100.000 populasi, dengan Amerika Serikat dan Finlandia sebagai pemilik insiden tertinggi. Sebagai perbandingan, Jerman memiliki insiden hanya 17,5 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan Amerika Serikat memiliki insiden 40–50 kasus per 100.000 penduduk dan Finlandia memiliki insiden hingga 73,4 kasus per 100.000 penduduk.[2-5]
Perbedaan data epidemiologi tersebut diakibatkan oleh tingkat konsumsi alkohol yang bervariasi. Sebagai contoh, tingkat konsumsi alkohol lebih tinggi di Finlandia daripada di Jerman. Angka kejadian batu empedu yang bervariasi juga menyebabkan variasi angka kejadian pankreatitis akut. Di negara-negara berkembang, pankreatitis akut akibat batu empedu dilaporkan lebih banyak terjadi daripada akibat alkohol.[2-5]
Pankreatitis akut lebih banyak terjadi pada pria dan lebih sering terjadi pada usia sekitar 60 tahun. Pankreatitis akut jarang terjadi pada anak dan dewasa muda. Pada pria, etiologi yang lebih sering adalah alkohol, sedangkan pada wanita, etiologi yang lebih sering adalah batu empedu.[2-5]
Indonesia
Data epidemiologi pankreatitis akut di Indonesia masih terbatas. Studi epidemiologi di tingkat nasional masih diperlukan di masa depan.
Mortalitas
Secara umum, mortalitas pankreatitis akut berkisar antara 10–15%. Pasien dengan pankreatitis akut yang disebabkan oleh masalah empedu memiliki mortalitas lebih tinggi daripada pasien dengan pankreatitis akut yang disebabkan oleh alcohol use disorder. Namun, pankreatitis akut bisa muncul dengan manifestasi klinis yang sangat beragam. Pada pasien dengan manifestasi klinis berat di mana kegagalan multiorgan telah terjadi, mortalitas dapat mencapai 30%.[3]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur