Patofisiologi Eosinofilia
Patofisiologi eosinofilia bergantung pada etiologinya dan secara garis besar diduga melibatkan interleukin (IL). Interleukin merupakan sitokin perangsang penting dalam produksi eosinofil sehingga dianggap berperan penting dalam mekanisme terjadinya eosinofilia..
Fisiologi Eosinofil
Eosinofil diproduksi di sumsum tulang. Sumsum tulang normal mengandung 1-6% eosinofil. Produksi eosinofil, atau yang disebut juga dengan eosinophilopoiesis, terjadi dengan diferensiasi sel dari eosinophil lineage-restricted progenitor (EoP). Pembentukan eosinofil sendiri dipengaruhi oleh sitokin tertentu, termasuk IL-5, IL-3, dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF).
Selain dibutuhkan dalam produksi eosinofil, IL-5 juga berperan penting dalam aktivasi dan keberlangsungan hidup sel ini. Meskipun eosinofil ditemukan pada peredaran darah, namun, sel ini lebih banyak ditemukan pada jaringan (tissue-dwelling cells) dengan jumlah hingga 100 kali lebih banyak dibandingkan pada peredaran darah. Kemampuan eosinofil bertahan di berbagai jenis jaringan diduga disebabkan oleh faktor eksogen, termasuk IL-5. Pada peredaran darah sendiri, eosinofil memiliki waktu paruh 8 hingga 18 jam setelah lepas dari sumsum tulang.
Eosinofil berfungsi sebagai sel efektor dalam imunitas tubuh terhadap infestasi parasit. Mekanisme pembentukan extracellular trap (ETosis) akan menangkap dan menyebabkan kematian sel parasit. Eosinofil juga dapat bekerja dengan menyebabkan antibody-dependent cytotoxic cell death bersama neutrofil pada kasus tertentu, seperti schistosomiasis. Mekanisme tersebut juga diduga menjadi dasar patofisiologi kerusakan jaringan dan inflamasi pada penyakit terkait eosinofil.
Organ Target
Eosinofil dapat ditemukan pada jaringan tubuh tertentu pada kasus alergi, seperti pada jaringan saluran napas pasien dengan eosinophilic asthma, pada polip pasien dengan rhinosinusitis kronik, pada saluran cerna pasien dengan eosinophilic gastrointestinal disease, dan pada kulit pasien yang mengalami erupsi obat. Meskipun jarang, sistem kardiovaskular dan saraf dapat juga terlibat, serta umumnya lebih berat dan dapat mengancam nyawa.[1-3,15]
Patofisiologi Eosinofilia
Eosinofilia dapat berupa primer maupun sekunder. Eosinofilia primer merupakan proliferasi eosinofil akibat penyakit hematologi. Hingga saat ini, patofisiologi eosinofilia primer belum diketahui dengan pasti. Namun pada beberapa penyakit etiologi eosinofilia, peningkatan jumlah eosinofil disebabkan oleh adanya perluasan neoplasma ke arah myeloid lineage.
Mekanisme lain yang dapat menjadi penyebab peningkatan jumlah eosinofil adalah peningkatan pelepasan limfosit abnormal, yaitu sel T yang imatur dan tidak normal. Sel T tersebut memproduksi sitokin, termasuk IL-5, dalam jumlah tinggi. Kadar IL-5 inilah yang dianggap sebagai penyebab peningkatan produksi eosinofil.
Eosinofilia sekunder sendiri merupakan peningkatan jumlah eosinofilia yang disebabkan oleh penyakit di luar hematologi. Sel nonmyeloid yang mengalami gangguan menyebabkan peningkatan produksi berbagai sitokin yang berperan dalam produksi eosinofil, seperti IL-3, IL-5, dan GM-CSF. Mekanisme ini menjadi dasar peningkatan eosinofil pada keganasan di luar hematologi, reaksi alergi, maupun infeksi parasit.[1-4]