Penatalaksanaan Eosinofilia
Penatalaksanaan pada pasien eosinofilia dengan kegawatdaruratan adalah pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Pada pasien yang mendapat kortikosteroid tetapi memiliki risiko infeksi strongyloides, perlu diberikan juga ivermectin untuk mencegah hiperinfeksi yang berpotensi fatal.[2]
Pendekatan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan eosinofilia tergantung pada bukti keterlibatan organ. Pasien yang secara klinis tidak stabil atau mereka dengan kadar eosinofil yang ekstrem harus dirawat di rumah sakit. Pasien yang bergejala tetapi stabil secara klinis, harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda kerusakan organ. Pasien tanpa gejala dengan eosinofilia insidental, yang tidak memiliki temuan klinis yang menunjukkan kerusakan organ, biasanya tidak memerlukan pengobatan dan hanya diobservasi.[18]
Kegawatdaruratan Terkait Eosinofilia
Penatalaksanaan kegawatdaruratan terkait eosinofilia dilakukan bila terdapat disfungsi organ, terutama kardiovaskular dan pernapasan, akibat perjalanan penyakit. Tujuan terapi adalah menurunkan kadar eosinofil absolut dan mengurangi infiltrasi dan kerusakan organ.
Kortikosteroid dosis tinggi merupakan terapi utama yang diberikan pada pasien sembari investigasi penyakit etiologi dilakukan. Bila terdapat bukti keterlibatan organ yang mengancam nyawa, pemberian kortikosteroid setara methylprednisolone 1 mg/kgBB/hari intravena dapat dilakukan. Pilihan kortikosteroid lain adalah prednisolone 0,5–1 mg/kgBB/hari. Konsumsi kortikosteroid perlu diikuti dengan periode tapering off selama 2–3 bulan sampai dosis rumatan seminimal mungkin.[1,2,4,6,7]
Penatalaksanaan Eosinofilia Primer
Etiologi eosinofilia primer terutama disebabkan oleh keganasan pada darah, sehingga terapi utama yang diberikan adalah kemoterapi dengan target langsung pada keganasan tersebut.
Penentuan terapi terhadap penyakit etiologi eosinofilia primer didasarkan pada mutasi genetik yang terjadi. Pada pasien dengan mutasi FIP1L1-PDGFRA, PDGFRB, atau fusi ETV6-ABLI, dapat diberikan terapi dengan imatinib. Eosinofilia primer dengan fusi ETV6-FLT3 dapat diberikan terapi dengan sunitinib atau sorafenib. Ruxolitinib dapat diberikan pada eosinofilia primer dengan mutasi pada JAK2. Pemberian kortikosteroid juga perlu dilakukan bila terdapat kerusakan organ terkait eosinofilia.[1,2,4,6,7]
Idiopathic Hypereosinophilic Syndrome
Pasien dengan idiopathic hypereosinophilic syndrome perlu menjalani terapi kortikosteroid dengan methylprednisolone 1 mg/kgBB/hari intravena. Pilihan kortikosteroid lain dapat berupa prednisolone 0,5–1 mg/kgBB/hari. Pada pasien yang tidak memberikan respon setelah pemberian kortikosteroid setelah 1 bulan terapi atau pasien membutuhkan dosis rumatan setara prednisolone lebih dari 10 mg/hari, maka terapi lini selanjutnya perlu dipertimbangkan.
Lini selanjutnya berupa pemberian jangka pendek (4–6 minggu) agen imatinib, agen imunomodulator seperti siklosporin, terapi myelosupresif dengan hydroxycarbamide, atau antibodi monoklonal dengan mepolizumab. Bila pasien masih belum menunjukkan respon, pemberian anti-CD52 monoclonal antibody alemtuzumab dapat dipertimbangkan.[1,2,4,6,7,11]
Penatalaksanaan Eosinofilia Sekunder
Secara umum, penatalaksanaan eosinofilia sekunder difokuskan kepada terapi penyakit etiologi. Pada penyakit infeksi dan infestasi, terapi diberikan sesuai etiologi, seperti antibiotik pada infeksi bakteri, antivirus pada infeksi virus, atau antihelmintik pada infestasi cacing. Bila eosinofilia disebabkan oleh penyakit alergi, penghindaran terhadap faktor pencetus perlu dilakukan, seperti menghentikan konsumsi obat pada reaksi alergi obat.[1,2,4,6,7]