Patofisiologi Porfiria
Patofisiologi porfiria melibatkan defek enzim yang berperan dalam proses biosintesis heme. Gangguan sintesis heme dalam tubuh ini menyebabkan akumulasi abnormal dari prekursor heme seperti porfirin dan dapat menimbulkan gejala toksisitas seperti gejala neuropsikiatri, kulit, atau paduan keduanya.
Heme dibutuhkan untuk membentuk hemoglobin, mioglobin, sitokrom mikrosomal, dan berbagai enzim yang berperan dalam transportasi oksigen dan reaksi oksidasi reduksi. Sebanyak 80% dari heme dalam tubuh manusia dihasilkan oleh sumsum tulang dan sisanya disintesis oleh hati. Terdapat bermacam enzim yang mengatur proses ini pada jalur/tahap yang berbeda.[1,3]
Tipe-tipe porfiria yang berbeda terjadi karena gangguan enzim yang berbeda pada jalur biosintesis heme. Porfiria akut meliputi porfiria intermiten akut, porfiria variegate, koproporfiria herediter, dan porfiria defisiensi aminolevulinic acid dehydratase (ALAD). Sementara itu, porfiria kronik meliputi porfiria kutaneus tarda, protoporfiria eritropoietik, porfiria hepatoeritropoietik, protoporfiria X-linked, dan porfiria eritropoietik kongenital.[1]
Porfiria Akut
Porfiria intermiten akut, porfiria variegate, dan koproporfiria herediter diturunkan secara autosomal dominan. Porfiria intermiten akut disebabkan oleh defek enzim porphobilinogen-deaminase, sedangkan porfiria variegate disebabkan oleh defek enzim protoporphyrinogen oxidase. Sementara itu, koproporfiria herediter disebabkan oleh defek enzim coproporphyrin oxidase.
Bila penurunan kerja enzim masih sekitar 50%, seseorang umumnya masih tampak asimtomatik. Namun, paparan terhadap faktor pencetus seperti alkohol, rokok, atau obat tertentu dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan manifestasi klinis. Contoh manifestasi klinis yang bisa muncul adalah nyeri abdomen, neuropati, fotosensitivitas kulit, dan gangguan psikiatri.[1,2,4]
Porfiria defisiensi ALAD merupakan tipe yang langka dan sering juga dikenal sebagai porfiria Doss. Tipe ini disebabkan oleh mutasi gen ALAD yang kemudian menyebabkan gangguan jalur sintesis heme dan peningkatan koproporfirin serta aminolevulinic acid. Hal ini lalu menimbulkan gejala nyeri abdomen dan polineuropati.[2]
Porfiria Kronik
Porfiria kronik pada kulit terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu kondisi yang predominan bula dan kerapuhan kulit (misalnya porfiria kutaneus tarda), kondisi yang predominan nyeri, edema, eritema, dan lesi (misalnya protoporfiria eritropoietik), dan porfiria eritropoetik kongenital (CEP) atau Gunther’s disease yang sangat langka dan berat.[5]
Lesi kulit pada porfiria kutaneus tidak eksklusif terjadi pada porfiria kronik, tetapi juga bisa terjadi pada porfiria variegate dan koproporfiria herediter. Lesi kulit porfiria kutaneus tarda, porfiria variegate, dan koproporfiria herediter terjadi akibat akumulasi porfirin yang larut air di bagian atas dermis.[6]
Porfiria kutaneus tarda merupakan porfiria kutaneus yang paling banyak terjadi. Pada kondisi ini, terjadi hipoaktivitas uroporphyrinogen decarboxylase (UROD). Terdapat beberapa tipe porfiria kutaneus tarda yaitu tipe I (didapat/sporadis, 70–80% kasus) dan tipe II (diturunkan secara autosomal dominan, 20% kasus).[1]
Porfiria hepatoeritropoietik juga disebabkan oleh defisiensi enzim UROD tetapi bersifat autosomal resesif. Sementara itu, protoporfiria eritropoietik disebabkan oleh mutasi gen ferrochelatase yang menyebabkan akumulasi protoporfirin. Hal ini lalu membuat energi sinar matahari diserap berlebihan dan menimbulkan pembentukan radikal bebas serta fotosensitivitas.[2,6]