Patofisiologi Thalassemia
Patofisiologi thalassemia diawali oleh mutasi pada gen yang mengatur pembentukan rantai globin α dan β, yang diperlukan untuk memproduksi hemoglobin. Keparahan defek pada hemoglobin tersebut akan mempengaruhi keparahan manifestasi thalassemia.
Rantai α dan Rantai β pada Hemoglobin
Hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen, dibentuk oleh empat subunit polipeptida, yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai non-alfa (β, δ, γ). Pada orang dewasa, HbA merupakan bentuk hemoglobin utama (95%), yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai β. Bentuk hemoglobin lain adalah HbA2 (1,5-3,5%), yang terdiri dua rantai α dan dua rantai δ, serta HbF (2-3%) yang terdiri dari dua rantai α dan dua rantai γ.[5,6]
Pada masa intrauterin, proses eritropoesis dimulai di hepar, kemudian ke limpa, dan pada usia pertengahan kehamilan beralih ke sumsum tulang. Pada usia gestasi 6-10 mg hingga 6 bulan post-natal, hemoglobin predominan adalah HbF. Pada saat usia gestasi 30 minggu, rantai γ mulai digantikan dengan rantai β , sehingga kadar HbF mulai menurun dan HbA meningkat.[7,8]
Pada keadaan normal, terdapat keseimbangan produksi rantai globin α dan β, sehingga masing-masing rantai dapat berpasangan membentuk tetramer normal. Pembentukan rantai globin α diatur pada kromosom 16, sedangkan rantai β diatur pada kromosom 11. Pada thalassemia, defek gen yang memproduksi rantai globin α atau β, menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin α dan β, yang lebih lanjut menyebabkan insufisiensi produksi hemoglobin A, dan akumulasi rantai globin α atau β yang diproduksi secara normal. Bentuk rantai globin tidak berpasangan yang tidak stabil, memiliki disfungsi eritropoesis, dan mudah mengalami hemolisis.[1,6]
Thalassemia Alfa
Thalassemia alfa terjadi bila terdapat defek pada satu atau lebih gen yang berfungsi untuk memproduksi rantai globin α, sehingga tidak didapatkan atau terjadi insufisiensi produksi rantai α. Hal ini menyebabkan rantai globin γ (fetal) dan rantai globin β (dewasa) dalam jumlah berlebih dan dalam kondisi bebas tidak berikatan.
Rantai globin bebas ini membentuk HbBart atau HbH yang bersifat tidak stabil, dapat menumpuk di dalam sel, memiliki kemampuan transpor oksigen yang buruk, dan rentan terhadap stress oksidatif. HbH akan mengalami lisis (turnover sel singkat sekitar 12-19 hari), yang diakibatkan abnormalitas membran, peningkatan badan inklusi dan bersifat rigid.[1,2,9]
Tingkat Keparahan Thalassemia Alfa
Thalassemia alfa lebih lanjut dibagi lagi menjadi berdasarkan jumlah gen yang mengalami delesi. Silent-trait, yaitu bila terjadi delesi satu gen, dimana pasien umumnya bersifat asimptomatik. α-thalassemia trait, merupakan kondisi bila terjadi delesi dua gen, dan Hemoglobin-H (HbH) disease bila terjadi delesi tiga gen.
Delesi 4 gen pada rantai α, merupakan bentuk terberat dari thalassemia alfa, menyebabkan tidak adanya produksi rantai α. Hal ini mengakibatkan rantai γ yang ada pada masa fetal akan membentuk hemoglobin Bart, yang terdiri dari 4 rantai γ. Pada perkembangannya, hemoglobin tersebut akan digantikan oleh HbH yang terdiri dari empat rantai β setelah lahir.[1,2]
Thalassemia Beta
Thalassemia beta terjadi bila terdapat defek pada satu atau lebih gen yang berfungsi untuk membentuk rantai β, sehingga tidak didapatkan atau terjadi insufisiensi produksi rantai β. Thalassemia beta dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Thalassemia minor atau disebut juga thalassemia beta trait yang diakibatkan defek pada satu gen pembentuk rantai β
- Thalassemia intermedia atau disebut juga thalassemia beta non-transfusion dependent, terjadi akibat berbagai mutasi yang melibatkan gen pembentuk rantai β
- Thalassemia mayor atau disebut juga thalassemia beta transfusion-dependent atau anemia Cooley, terjadi akibat defek pada kedua gen globin β, sehingga tidak didapatkan pembentukan rantai globin β
Produksi rantai globin β yang menurun, menyebabkan produksi HbA menurun, dan terjadi peningkatan kadar HbF dan HbA2. Hal ini menyebabkan anemia, dan peningkatan relatif kadar rantai globin α yang menyebabkan terjadinya hemolisis intramedular.[1,7]
Manifestasi Nonhematologi
Eritropoesis yang tidak efektif pada pasien thalassemia menyebabkan ekspansi sumsum tulang, hematopoesis ekstramedular, dan peningkatan kebutuhan metabolik. Ekspansi sumsum tulang ditandai dengan ekspansi masif ruang medular wajah dan tulang tengkorak, sehingga menyebabkan tampilan frontal bossing dan hipertrofi maksilla.
Hematopoesis ekstamedular menyebabkan hepatosplenomegali. Pasien thalassemia juga berisiko mengalami defisiensi nutrisi seperti defisiensi asam folat atau vitamin B12, dan kalsium akibat turnover sel yang cepat.[2,7,10]
Penurunan Risiko Malaria
Prevalensi thalassemia cukup tinggi di wilayah endemik malaria, termasuk Indonesia. Sel darah merah thalassemia telah dikaitkan dengan perlindungan bawaan terhadap malaria berat akibat Plasmodium falciparum. Efek ini lebih menonjol pada thalassemia alfa yang lebih umum di Asia Tenggara, tetapi thalassemia beta juga telah dilaporkan memiliki efek perlindungan.[23]
Penulisan pertama oleh: dr. Michael Susanto