Diagnosis Thalassemia
Diagnosis definitif thalassemia yaitu melalui pemeriksaan genetik. Meski demikian, kecurigaan diagnosis diperlukan pada pasien yang mengalami anemia kronis, transfusi berulang, serta memiliki riwayat keluarga dengan thalassemia.
Anamnesis
Pada anamnesis, pasien dengan thalassemia dapat menunjukkan gejala berupa pucat, mata kuning, perut membesar, dan tumbuh kembang terlambat. Pasien umumnya memiliki riwayat keluarga dengan thalassemia dan ada riwayat transfusi darah berulang.
Pasien thalassemia alfa dan beta minor memiliki keluhan yang tidak begitu berat dibandingkan pasien penyakit HbH, serta thalassemia beta transfusion-dependent atau non-transfusion-dependent. Keluhan yang diderita pada kasus-kasus yang berat ini dapat berasal dari anemia yang diderita, hemolisis sel eritrosit, eritropoiesis ekstrameduler, dan kelebihan zat besi oleh karena transfusi kronik.[1-4]
Thalassemia Alfa
Thalassemia alfa karier akan asimtomatik. Sementara itu, pasien thalassemia alfa trait umumnya normal secara klinis, dengan anemia mikrositik ringan.
Pada kasus thalassemia alfa HbH yang disebabkan delesi 3 gen α, manifestasi klinis dapat bervariasi dari asimptomatik, anemia episodik yang memerlukan transfusi, hingga didapatkan hidrops fetalis. Hidrops fetalis merupakan manifestasi fatal pada kasus thalassemia alfa.[3,9]
Thalassemia Beta
Pada kasus thalassemia beta minor umumnya tidak didapatkan gejala atau bersifat asimptomatik. Pada kasus thalassemia beta intermedia, manifestasi klinis dapat ditemukan sejak masa anak-anak saat usia paling muda 2 tahun, dengan gejala gagal tumbuh dan perkembangan terhambat. Manifestasi klinis juga baru dapat muncul pada saat usia dewasa dengan gejala seperti kelelahan, dan pucat.
Pada pasien dengan thalassemia beta transfusion-dependent (disebut juga mayor atau Cooley anemia), umumnya didapatkan gejala setelah usia 6 bulan akibat dari masa transisi dari HbF ke HbA. Pada anamnesis didapatkan gejala berupa pucat, kelemahan, gagal tumbuh, pembesaran abdomen, dan ikterus. Pasien dapat mengalami hiperpigmentasi kulit, dimana kulit berawarna perunggu akibat penumpukan zat besi sebagai efek dari transfusi kronik. Pasien juga bisa mengalami iritabilitas, gangguan makan, dan sesak.[2,7,10]
Kasus Thalassemia Berat
Pada thalassemia berat, seperti thalassemia beta transfusion-dependent dan penyakit HbH, keluhan yang ditemui dapat berupa cepat lelah, sesak, dan kuning. Keluhan-keluhan ini diakibatkan akibat anemia hemolitik yang diderita pasien.
Keluhan lain yang dapat muncul berupa hepatomegali dan splenomegali akibat eritropoiesis ekstramedular. Eritropoiesis berlebih ini juga dapat menyebabkan terjadinya nyeri tulang dan fraktur sehingga terjadi deformitas tulang, seperti frontal bossing, tulang wajah prominen, dan maloklusi gigi. Eritropoiesis berlebih juga dapat menyebabkan terjadinya penutupan epifisis prematur dan fraktur kompresi pada tulang belakang.
Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi adalah:
Gagal jantung, aritmia, dan murmur: disebabkan oleh anemia dan kelebihan zat besi
- Deposisi zat besi pada organ tubuh: deposisi zat besi dapat terjadi pada kelenjar tiroid, paratiroid, hipofisis, pankreas, testes, dan ovarium sehingga terjadi disfungsi endokrin. Zat besi juga dapat terdeposisi pada jantung dan hati
Batu empedu: disebabkan oleh batu bilirubin karena hemolisis yang terus menerus
Malnutrisi: prekursor eritrosit berkompetisi untuk nutrien tubuh sehingga menyebabkan malnutrisi
- Kulit warna perunggu: deposisi zat besi pada kulit dan kerja melanosit yang meningkat[2,7,10]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan temuan berupa pucat, ikterus, hiperpigmentasi kulit, dan hepatosplenomegali. Pasien bisa memiliki karakteristik facies cooley, yaitu dahi menonjol, hipertrofi maksila, dan hidung pesek.
Pada beberapa kasus, pasien bisa mengalami fraktur patologis. Pada pasien thalassemia juga dapat dijumpai pubertas terhambat, kakeksia, serta gagal tumbuh atau gangguan perkembangan.[2-4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding thalassemia antara lain anemia akibat penyakit kronis, anemia defisiensi besi, dan anemia sideroblastik.
Anemia Penyakit Kronis
Berbeda dengan thalassemia, anemia akibat penyakit kronis ditandai dengan peningkatan penanda peradangan seperti c-reactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED). Anemia penyakit kronis bisa dialami oleh pasien dengan berbagai kondisi medis, seperti keganasan dan infeksi kronis.[2,3]
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi dan thalassemia dapat dibedakan melalui pemeriksaan kadar besi serum, total iron-binding capacity (TIBC), dan saturasi transferrin. Pada anemia defisiensi besi, didapatkan kadar ferritin yang rendah, sedangkan pada thalassemia didapatkan kadar ferritin yang tinggi. Pada thalassemia kadar red cell distribution (RDW) normal, sedangkan pada anemia defisiensi besi kadar RDW meningkat. Pada anemia defisiensi zat besi kadar retikulosit rendah, sedangkan pada thalassemia kadar retikulosit meningkat.[2,4,7,10]
Indeks Mentzer yang dihitung dengan cara membagi MCV dengan jumlah eritrosit dapat digunakan untuk membedakan thalassemia dengan anemia defisiensi besi. Hasil indeks Mentzer lebih dari 13 merupakan prediktor anemia defisiensi besi, sedangkan hasil kurang dari 13 merupakan prediktor untuk thalassemia.[3,11]
Anemia Sideroblastik
Pada anemia sideroblastik didapatkan cincin sideroblast akibat deposisi zat besi, dan peningkatan kadar protoporfirin eritrosit. Hal ini tidak ditemukan pada pasien thalassemia.[7,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan thalassemia antara lain pemeriksaan darah lengkap, gambaran apusan darah tepi, elektroforesis hemoglobin, analisis DNA, dan profil besi.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap, didapatkan kadar hemoglobin menurun, mean corpuscular volume <80 fL, serta mean corpuscular hemoglobin <27 pg. Pada thalassemia berat, kadar Hb dapat mencapai <7 g/dl. Selain itu, kadar retikulosit meningkat pada kasus thalassemia.
Pemeriksaan indeks Mentzer (MCV dibagi dengan jumlah sel darah merah) dapat dilakukan, dimana bila hasil dibawah 13 mengarah ke thalassemia.
Pada pasien yang sudah mengalami hipersplenisme, akan didapatkan gambaran leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia.[3,4]
Studi Zat Besi
Studi zat besi dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding anemia defisiensi besi serta untuk memantau efek samping kelebihan zat besi.
Gambaran Darah Tepi
Pada gambaran darah tepi, akan didapatkan sel mikrositik hipokromik, anisositosis, dan poikilositosis. Gambaran darah tepi lain mencakup sel target, badan Heinz, basophilic stippling, badan Pappenheimer, dan eritrosit berinti.[3,4]
Elektroforesis Hemoglobin
Pada pasien dengan thalassemia beta transfusion-dependent atau mayor, didapatkan kadar HbA yang sangat rendah atau tidak ada, serta didapatkan persentase HbF dan HbA2 yang lebih tinggi. Pada bayi yang baru lahir dengan thalassemia mayor, hanya didapatkan HbF.
Pada kasus thalassemia β minor, didapatkan peningkatan ringan HbA2 dan penurunan ringan kadar HbA. Pada pasien dengan thalassemia alfa dapat ditemukan HbH.[2,3]
Pemeriksaan Hb varian kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan elektroforesis cellulose acetate membrane. Pemeriksaan HbA2 kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode mikrokolom, sedangkan untuk HbF dengan menggunakan alkali denaturasi modifikasi Betke. Pemeriksaan HbH menggunakan pewarnaan supravital.[4]
High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Pemeriksaan HPLC digunakan untuk mengukur HbA2 dan HbF secara kuantitatif. Pada kasus thalassemia beta berat didapatkan HbF >90%. Pada kasus thalassemia beta homozigot, kadar HbA tidak terdeteksi, sedangkan pada kasus thalassemia beta lebih ringan, kadar HbA masih didapatkan dalam jumlah sedikit.[4]
Analisis DNA
Analisis DNA merupakan pemeriksaan untuk mengkonfirmasi mutasi gen yang memproduksi rantai globin alfa atau beta. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan namun dapat digunakan untuk mendiagnosis thalassemia dan menentukan status karier thalassemia.[2,3]
Pemeriksaan genetik melalui cairan amnion dapat dilakukan untuk diagnosis thalassemia prenatal. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pemeriksaan vili korion saat usia gestasi 8-10 mg, atau amniosentesis saat usia gestasi 14-20 mg.[3]
Tabel 1. Temuan Pemeriksaan Penunjang pada Thalassemia Alfa dan Beta
Thalassemia | Gambaran sel darah merah | Manifestasi klinis | Analisis hemoglobin |
Thalassemia Alfa | |||
Delesi 1 gen | normal | normal | HbBart: 1-2% |
Delesi 2 gen (α-thalassemia trait) | Mikrositosis, hipokromasia ringan | Normal, anemia ringan | HbBart: 5-10% |
Delesi 3 gen (HbH) | Mikrositosis, hipokromik | Anemia ringan, transfusi tidak diperlukan/ transfusi intermiten | HbH: 10-15% |
Delesi 4 gen | Anisositosis, poikilositosis | Hidrops fetalis | HbBart: 80-90% |
Thalassemia Beta | |||
Thalassemia trait | Mikrositosis, anemia ringan | Normal | Peningkatan HbA2, peningkatan HbF bervariasi, penurunan ringan HbA. |
Thalassemia intermedia atau non-transfusion-dependent | Hipokromik, mikrositosis | Anemia ringan-sedang, memerlukan transfusi intermittent | HbA2 2-5%, HbF 10-30%, HbA dalam kadar rendah |
Thalassemia mayor atau transfusion-dependent | Mikrositosis, sel darah merah berinti. | Transfusi-dependen | HbF 98%, HbA2 2%, HbA 0% atau rendah sekali. |
Sumber: dr. Virly, Alomedika. 2022.[2-4]
Penulisan pertama oleh: dr. Michael Susanto