Penatalaksanaan Fibrilasi Ventrikel
Penatalaksanaan fibrilasi ventrikel atau ventricular fibrillation harus mencakup resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera menggunakan alat Automated External Defibrillator (AED) atau defibrilator manual untuk mengembalikan irama jantung normal. Setelah defibrilasi, perawatan lanjutan termasuk intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan untuk memastikan aliran oksigen yang memadai.
Infus intravena diberikan untuk memperbaiki tekanan darah dan mengatasi gangguan elektrolit. Pemberian obat antiaritmia seperti amiodarone juga dapat dipertimbangkan. Selain itu, identifikasi dan pengelolaan faktor pemicu serta pengawasan intensif di unit perawatan intensif (ICU) diperlukan untuk mengoptimalkan prognosis pasien.[1-4]
Manajemen Kegawatdaruratan
Adanya henti jantung dan henti napas akibat fibrilasi ventrikel merupakan kondisi gawat darurat, di mana hal pertama yang perlu dilakukan adalah memulai resusitasi jantung paru. Kompresi dinding dada dilakukan dengan kualitas baik, yaitu sedalam 5 cm dan dengan kecepatan 100-120 kali/menit. Kompresi dan ventilasi dilakukan dengan perbandingan 30:2 pada kondisi advanced airway belum dilakukan.
Sembari kompresi dilakukan, perlu dilakukan pemasangan monitor atau automated external defibrillators (AEDs) untuk mengetahui irama jantung. Fibrilasi ventrikel merupakan irama yang dapat diberikan kejut jantung (shockable rhythm), sehingga kejut jantung dengan energi rekomendasi pabrik pada defibrilator bifasik atau 360 Joule pada defibrilator monofasik perlu segera diberikan. Kejut jantung perlu didahului dan diikuti dengan kompresi dengan jeda minimal.
Setelah kejut jantung pertama, pemasangan akses intravena (IV) atau intraoseus (IO) serta advanced airway perlu dilakukan. Penilaian irama dilakukan setiap 2 menit disertai dengan pemberian epinefrin 1 mg setiap 3-5 menit. Pemberian antiaritmia perlu dilakukan bila setelah kejut jantung ketiga, kondisi fibrilasi ventrikel tidak membaik. Adapun antiaritmia yang dapat diberikan, antara lain:
Amiodarone 300 mg bolus IV/IO, diikuti dosis kedua 150 mg bila perlu
Lidocaine 1-1,5 mg/kg IV/IO, diikuti dosis kedua 0,5-0,75 mg/kg bila perlu.[1-5,16,17]
Manajemen Kesintasan
Manajemen khusus perlu dilakukan setelah penyintas fibrilasi ventrikel dalam kondisi stabil. Adapun manajemen kesintasan terdiri dari medikamentosa, terapi intervensional, dan terapi suportif.[1-5,16,17]
Medikamentosa
Medikamentosa yang diberikan pada penyintas fibrilasi ventrikel adalah pemberian antiaritmia maupun vasopresor bila diindikasikan. Antiaritmia yang diberikan biasanya melanjutkan obat yang telah diberikan dalam manajemen kegawatdaruratan. Adapun pilihan antiaritmia sebagai rumatan, antara lain:
- Amiodarone: 0,5-1 mg/menit IV
- Lidocaine: 1-4 mg/menit IV
Propranolol: 80-320 mg/hari per oral atau 160 mg/hari IV
- Procainamide: inisial 100 mg bolus IV, dapat diulang setelah 5 menit bila perlu, maksimal 750mg (50 mg/menit). Rumatan 2-6 mg/menit
Verapamil: 120-480 mg/hari per oral atau 5-10 mg bolus IV, dapat diulang setelah 30 menit.[1-5,16,17]
Terapi Intervensional
Terapi intervensional dapat berupa ablasi radiofrequency (RFA) maupun pemasangan implan cardioverter-defibrillators (ICD).
RFA diindikasikan pada fibrilasi ventrikel dengan penyebab idiopatik, terkait jaringan parut akibat miopati, AV bypass tract, takikardia ventrikular disertai bundle-branch block, tachycardia right ventricular outflow tract (ROVT), dan takikardia ventrikel kiri idiopatik. Pemasangan ICD diindikasikan pada penyintas fibrilasi ventrikel tanpa penyebab reversibel yang jelas.[1-5,16,17]
Terapi Suportif
Penyintas fibrilasi ventrikel perlu dirawat di ruang rawat intensif (ICU) untuk pemantauan ketat mengingat fibrilasi ventrikel memiliki risiko rekurensi tinggi. Selain itu, perawatan intensif bertujuan menjaga kestabilan hemodinamik, di mana penggunaan vasopresor dilakukan sesuai indikasi. Sekitar 24% pasien yang menerima defibrilasi akan mengalami aritmia, terutama AV block.
Komplikasi yang dapat terjadi selama resusitasi, misalnya pneumonia aspirasi, iskemia sistem saraf pusat, dan cedera dinding dada, perlu dinilai untuk mencegah peningkatan morbiditas pasien. Pasien mungkin memerlukan terapi tambahan sesuai etiologi, seperti trombolitik, antidotum, atau dekontaminasi. Hipotermia terapeutik dengan suhu target 32-34° C diketahui meningkatkan luaran neurologis dan kesintasan setelah henti jantung di luar rumah sakit.[1-5,16,17]
Operasi dan Revaskularisasi Koroner
Coronary artery bypass graft (CABG) dan revaskularisasi koroner dapat dipertimbangkan pada pasien pasca fibrilasi ventrikel dan henti jantung mendadak yang terbukti mengalami iskemia miokard.[1-5,16,17]
Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO)
Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO) adalah pemberian alat bantu pengganti fungsi jantung dan paru pada pasien dimana fungsi kedua organ tersebut sudah sangat terganggu sehingga tidak dapat terjadi pertukaran gas atau perfusi yang adekuat. Teknik ini bersifat temporer dan dilakukan hanya sampai pilihan penatalaksanaan lain yang lebih definitif sudah memungkinkan.[1-5,16,17]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita