Penatalaksanaan Keracunan Sianida
Penatalaksanaan keracunan sianida meliputi dekontaminasi, resusitasi kardiopulmoner, dan pemberian antidot sianida. Tata laksana tidak dapat ditunda dengan menunggu konfirmasi laboratorium terkait kadar sianida dalam darah. Pada resusitasi kardiopulmoner, tidak disarankan melakukan bantuan napas mouth-to-mouth maupun mouth-to-mask karena berisiko kontaminasi untuk penolong.[1,3,4]
Tata Laksana Kegawatdaruratan
Tata laksana kegawatdaruratan meliputi resusitasi kardiopulmoner dan dekontaminasi. Tenaga medis yang memberikan penanganan pada kasus keracunan sianida perlu menggunakan alat pelindung diri seperti face mask, sarung tangan, dan apron. Hal ini mengingat sianida dapat diabsorbsi melalui kulit dari cairan yang disekresikan pasien (muntahan atau darah).[3,4]
Dekontaminasi
Tindakan pertama adalah menjauhkan pasien dari paparan sianida dan dekontaminasi sianida. Semakin cepat paparan sianida dihilangkan, semakin baik prognosis pasien.
Paparan pada Mata dan Kulit:
Paparan sianida pada mata (termasuk paparan gas sianida) memerlukan irigasi dengan air mengalir minimal 15 menit. Irigasi juga dilakukan pada paparan dengan kulit. Pada paparan mata dan kulit, pakaian harus dilepaskan dan didekontaminasi. Selanjutnya, cuci rambut atau kulit sekitar area paparan dengan air mengalir.[3,4,16]
Paparan Inhalasi:
Pastikan jalan napas paten dan berikan oksigen 15 liter per menit. Intubasi endotrakeal dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak sadar untuk mempertahankan patensi jalan napas.[16]
Paparan Ingesti:
Pada paparan ingesti, jangan berikan apapun lewat mulut dan cuci mulut dengan memerhatikan risiko aspirasi. Ingesti garam sianida dapat bereaksi dengan asam lambung dan menjadi gas hidrogen sianida. Penolong berisiko terpapar gas hidrogen sianida lewat napas ekspirasi pasien maupun muntahan.[3,4,16]
Resusitasi Kardiopulmoner
Resusitasi kardiopulmoner mengutamakan stabilisasi jalan napas, pemberian oksigen, dan sirkulasi pasien. Pada paparan inhalasi, sianida dapat mengiritasi jalan napas dan merusak mukosiliar saluran napas sehingga patensi jalan napas sangat penting pada awal tata laksana. Bantuan napas mouth-to-mouth maupun mouth-to-mask tidak dianjurkan karena berisiko kontaminasi untuk penolong.[4,10]
Terapi oksigen dalam konsentrasi tinggi direkomendasikan untuk keracunan sianida. Oksigen meningkatkan reaktivasi dari sitokrom oksidase dan melindunginya dari sianida. Akan tetapi, pemberian oksigen 100% dalam waktu lebih dari 4 jam harus dihindari karena risiko toksisitas oksigen.
Pemberian oksigen hiperbarik direkomendasikan untuk kasus inhalasi asap dengan keracunan sianida dan karbon monoksida, tetapi untuk keracunan sianida murni masih kontroversial. Penanganan suportif berupa pemberian cairan kristaloid intravena dan obat-obatan inotropik dapat diberikan sesuai kebutuhan klinis.[4,10]
Pemberian Antidot
Pemberian antidot bertujuan untuk mengikat sianida, mendonorkan sulfur, dan menginduksi methemoglobinemia. Antidot tersebut diberikan secara intravena dan tersedia dalam bentuk kit.[2,9]
Hidroksikobalamin
Hidroksikobalamin adalah zat prekursor dari vitamin B12. Zat ini berfungsi untuk mengikat sianida dengan afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sitokrom oksidase a3 dan membentuk sianokobalamin (vitamin B12).
Hidroksikobalamin bekerja cepat, aman digunakan, tidak mengganggu oksigenasi seluler, dan kemudian diekskresikan melalui ginjal. Pemberian hidroksikobalamin adalah 70 mg/kgBB atau 5 gram untuk dewasa secara intravena selama 15 menit. Beberapa efek samping dari pemberian zat ini adalah hipertensi transien, nyeri kepala, serta membuat warna kulit, urine menjadi merah gelap, dan mukosa menjadi kemerahan.[1,2,10]
Natrium Nitrit dan Natrium Tiosulfat
Natrium nitrit dan natrium tiosulfat digunakan sebagai kombinasi dalam bentuk paket (Lilly kit). Natrium nitrit dan tiosulfat diindikasikan bila hidroksikobalamin tidak ada. Pemberiannya bertujuan mengubah besi di hemoglobin menjadi bentuk ferri dan membentuk methemoglobinemia (metHb).
Sianida lebih mudah terikat pada metHb dibandingkan dengan enzim sitokrom oksidase. Natrium tiosulfat berfungsi mendonorkan sulfur yang membantu mengubah sianida menjadi tiosinat dengan perantaraan enzim rhodanese. Tiosinat yang terbentuk kemudian diekskresikan melalui ginjal.[1,2,10]
Dosis natrium nitrit dan natrium tiosulfat adalah sebagai berikut:
- Natrium nitrit 3% (300 mg) 10 mL diberikan intravena (IV) untuk dewasa, pada anak dimulai dari 0,2 ml/kgBB (maksimal 10 mL), dan dosis tambahan diberikan hanya apabila tidak terjadi respon klinis yang diinginkan
- Natrium tiosulfat 12,5 gram (1 ampul) sebanyak 50 mL secara IV diberikan selama 30 menit untuk dewasa, pada anak 7 g/m2. Dosis maksimal dewasa dan anak adalah 12,5 gram. Tiosulfat bisa diulang sebesar ½ dari dosis awal apabila diperlukan[1,10]
Terapi natrium nitrit tidak boleh diberikan kepada pasien hamil. Terapi ini juga mungkin berakibat fatal pada anak atau pasien anemia karena peningkatan methemoglobinemia.[9]
4-Dimethylaminophenol (4-DMAP)
Injeksi secara IV untuk 4-DMAP diberikan dengan dosis 3,25 mg/kg. Zat ini meningkatkan methemoglobin dalam waktu beberapa menit. Efek samping dari penggunaan 4-DMAP adalah hemolisis, demam, dan nekrosis pada injeksi intramuskular.[10]
Amil Nitrit
Terapi nitrit tersedia juga dalam bentuk inhalasi (amil nitrit). Terapi diberikan dengan menaruh sediaan di bawah hidung pasien dalam 30 detik setiap menit. Amil nitrit membantu mengkonversi hemoglobin menjadi methemoglobin yang kemudian terikat pada sianida dan mengaktivasi rantai transpor elektron. Terapi dengan amil nitrit secara umum sudah mulai ditinggalkan karena efektivitas yang lebih rendah dibandingkan sediaan lain.[8,10]
Observasi Pasien
Observasi ketat pasien menjadi hal yang perlu diperhatikan pada kasus keracunan sianida, mengingat onset kasus ini sangatlah cepat. Pemantauan yang dapat dilakukan mencakup fungsi organ vital di ruang rawat intensif, parameter laboratorium (laktat, analisa gas darah, sianida serum), serta pemantauan terhadap efek samping penggunaan antidot.[6]
Terapi Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa kondisi dikombinasi dengan hidroksikobalamin karena efeknya yang sinergistik. Oksigen hiperbarik meningkatkan konsentrasi sianida serum secara temporer, sehingga tidak lagi di dalam sel. Hal ini kemudian memperbaiki fosforilasi oksidatif mitokondria pada keracunan sianida. Sedangkan hidroksikobalamin mengingat sianida bebas ini. Akan tetapi, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai terapi oksigen hiperbarik pada keracunan sianida.[20]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli