Patofisiologi Keracunan Sianida
Patofisiologi keracunan sianida berawal dari inhalasi dan ingesti sianida yang kemudian di tingkat seluler menghambat fosforilasi oksidatif. Sianida juga dapat diserap melalui kulit dan lapisan mukosa. Efek toksisitas lebih cepat terjadi pada paparan inhalasi dan intravena. Sianida terdistribusi ke seluruh organ dan jaringan tubuh dengan cepat lewat pembuluh darah. Tanda dan gejala keracunan muncul pada konsentrasi 40 mol/L.[1,2]
Pada tingkat seluler, sianida memasuki mitokondria dan terikat secara reversibel kepada ion ferri. Ikatan ini menghambat kerja dari sitokrom oksidase dan menyebabkan gangguan pada rantai transport elektron. Gangguan pada transport elektron akan menghambat respirasi seluler dengan menurunkan laju reduksi oksigen menjadi air. Energi sel semakin berkurang dan terjadi hipoksia sel.
Hipoksia sel menyebabkan merubah metabolisme aerob menjadi anaerob, yang kemudian berakhir pada peningkatan produksi asam laktat. Penumpukan asam laktat akan menimbulkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dan hipoksia mengganggu kerja organ vital dalam tubuh, terutama organ dengan kebutuhan oksigen tertinggi yaitu otak dan jantung.[1–3]
Sianida dimetabolisme di hepar dengan perantara enzim rhodanese. Enzim ini mengkatalisis sianida menjadi tiosinat. Proses ini dibantu oleh thiosulfate yang bertindak sebagai donor sulfur ke dalam reaksi tersebut dan membentuk tiosinat. Tiosinat bersifat larut dalam air dan akan diekskresikan melalui ginjal.
Apabila terjadi absorbsi sianida dalam jumlah besar, kerja enzim rhodanese dan donor sulfat tidak mampu mengimbangi sianida. Hal ini menyebabkan sianida semakin tersebar ke jaringan dan gangguan transpor elektron bertambah parah.[3]
Di dalam tubuh, sianida akan menyebar luas ke berbagai organ vital. Paparan sianida pada jantung mengakibatkan penurunan kontraktilitas miokardium dan gangguan konduksi saraf.
Gangguan pada jantung mengakibatkan terjadinya fibrilasi atrium, kompleks QRS abnormal, dan bradikardia. Gangguan pada jantung tersebut kemudian akan meningkatkan tekanan vena pulmonal dan menyebabkan edema pulmonal. Pada pasien akan terjadi peningkatan laju napas dan kemudian dispnea.[10]
Ganglia basal pada otak sensitif dengan sianida, dan paparan sianida dalam jumlah besar mengakibatkan atrofi ganglia basal dengan manifestasi gangguan gerakan mirip Parkinson. Penurunan adenosin trifosfat (ATP) pada otak menyebabkan hipoksia sitotoksik dan asidosis laktat. Apabila hal ini berlangsung terus menerus akan mengakibatkan gangguan persepsi dan penurunan kesadaran.[10]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli