Patofisiologi Syok Sepsis
Patofisiologi syok sepsis melibatkan interaksi antara agen infeksius dan sistem imun pejamu (host) yang menyebabkan beraneka ragam manifestasi sepsis, termasuk syok. Patofisiologi sepsis terdiri dari inisiasi respon imun pejamu terhadap patogen dengan sistem imunitas bawaan (innate) dan mediator inflamasi, disregulasi hemostasis, dan disfungsi sel, jaringan, serta organ.
Respon Imun terhadap Patogen
Setelah patogen masuk pada pejamu, maka respon imun akan diawali dengan aktivasi sel imun innate, yang terdiri dari makrofag, monosit, neutrofil, dan sel natural killer (NK). Proses ini terjadi dengan peningkatan pathogen-associated molecular patterns (PAMP) seperti endotoksin bakteri pada reseptor sel.
Interaksi lain dapat berasal dari damage-associated molecular pattern (DAMP), yaitu molekul yang dilepaskan sel mati pejamu. Akibatnya, akan terjadi aktivasi sinyal transduksi intrasel, yang menyebabkan transkripsi dan pelepasan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.
Sitokin proinflamasi akan menyebabkan aktivasi dan proliferasi leukosit, aktivasi sistem komplemen, upregulation dari molekul adhesi endotel, ekspresi kemokin, produksi tissue factor, dan induksi pembentukan reaktan fase akut. Sepsis adalah kondisi di mana respon imun terjadi berlebihan, sehingga sel dan jaringan pejamu mengalami kerusakan dan kematian.[1,5]
Disfungsi Hemostasis
Pada sepsis, dapat terjadi aktivasi kaskade koagulasi dan inflamasi. Interaksi kedua sistem ini dapat menyebabkan trombositopenia ringan hingga disseminated intravascular coagulation (DIC).
Penyebab hiperkoagulabilitas pada sepsis adalah pelepasan tissue factor dari sel endotel yang terganggu, monosit, dan sel polimorfonuklear (PMN). Tissue factor akan menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi, yang mengaktivasi platelet, produksi thrombin, dan pembentukan bekuan platelet-fibrin. Kaskade koagulasi akan menyebabkan pembentukan mikrotrombus, yang mengakibatkan gangguan perfusi, hipoksia jaringan, dan disfungsi organ.
Selain aktivasi kaskade koagulasi yang berlebihan, terjadi juga depresi efek antikoagulan protein C dan antithrombin. Protein C diaktivasi oleh thrombomodulin, yang diaktivasi oleh thrombin. Protein C yang teraktivasi memiliki efek antikoagulasi dengan degradasi faktor Va dan VIIIa, bersama dengan protein S. Pada kondisi inflamasi sistemik berat, terjadi penurunan protein C, protein S, dan thrombomodulin.
Proses fibrinolisis juga terganggu pada sepsis. Peningkatan TNF-α dan IL-1β akan menyebabkan pelepasan tissue plasminogen activator dari sel endotel. Peningkatan aktivasi plasmin akan menyebabkan tumpulnya fibrinolisis dan pembuangan fibrin akibat pelepasan plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1).[1,5]
Disfungsi Sel, Jaringan, dan Organ
Disfungsi organ pada sepsis disebabkan oleh penurunan penghantaran dan penggunaan oksigen akibat hipoperfusi. Salah satu penyebabnya adalah kardiomiopati pada sepsis, yang kemungkinan disebabkan oleh sitokin TNF-α dan IL-1β, yang mengakibatkan depresi myosit dan fungsi mitokondrial.
Kardiomiopati septik terjadi secara akut dan reversibel. Penurunan ejeksi ventrikel kiri diikuti dengan tekanan pengisian ventrikel yang normal atau rendah, berbeda dengan syok kardiogenik.[1,5]
Syok Sepsis
Syok sepsis diakibatkan oleh kondisi dilatasi arteri dan vena akibat mediator inflamatori, diikuti penurunan venous return. Kebocoran cairan intravaskular ke interstitial juga terjadi karena gangguan fungsi barrier endotel.
Disfungsi endotel, vasodilatasi, dan peningkatan adhesi leukosit akan mengakibatkan akumulasi cairan pada rongga interstitial. Pada paru misalnya, dapat terjadi akumulasi cairan pada rongga interstitial dan alveolus, sehingga dapat terjadi acute respiratory distress syndrome (ARDS). Ginjal mengalami penurunan perfusi, nekrosis tubular akut yang menyebabkan gagal ginjal akut.
Hepar akan mengalami supresi pembuangan bilirubin, yang menyebabkan kolestasis. Peningkatan permeabilitas mukosa pada traktus gastrointestinal juga menyebabkan translokasi bakteri dan autodigesti usus oleh enzim luminal.
Pada otak, terjadi gangguan sawar darah otak, sehingga sel inflamatorik, toksin, dan sitokin dapat masuk, mengakibatkan edema serebri, gangguan neurotransmitter, stres oksidatif, sehingga terjadi ensefalopati.
Glikolisis anaerob pada sel akan memproduksi asam laktat, disertai produksi reactive oxygen species (ROS) akibat respon inflamatorik, yang menyebabkan disfungsi mitokondria dan penurunan ATP. Glukoneogenesis yang meningkat menyebabkan kerusakan otot. Peningkatan resistensi insulin akan mengakibatkan kondisi hiperglikemia.[1]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja