Diagnosis Inkompatibilitas ABO
Diagnosis inkompatibilitas ABO patut dicurigai jika terjadi reaksi transfusi, seperti demam, menggigil, dan urin berwarna gelap setelah transfusi darah. Inkompatibilitas ABO juga perlu dicurigai pada neonatus yang mengalami ikterus atau anemia berat yang tidak bisa dijelaskan oleh penyebab lain. Tes golongan darah diperlukan untuk mengidentifikasi tipe ABO dan memastikan inkompatibilitas.[3,4,6]
Anamnesis
Pada kecurigaan kasus hemolytic disease of the newborn (HDN), dokter perlu menanyakan riwayat anak dengan penyakit hemolitik serta riwayat kelainan saat hamil seperti peningkatan titer antibodi ibu, peningkatan konsentrasi bilirubin pada cairan ketuban, dan adanya bukti ditemukan hidrop fetalis pada pemeriksaan ultrasonografi. HDN dapat terjadi pada kehamilan pertama dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi.
Pada pasien non-neonatus, inkompatibilitas ABO terjadi akibat adanya reaksi dari ikatan antibodi plasma dengan antigen sel darah merah yang tidak kompatibel. Pada anamnesis, dokter perlu menggali informasi terkait riwayat transfusi darah dan transplantasi organ. Pada proses yang diakibatkan karena transfusi darah, beratnya keluhan bergantung pada jumlah volume darah yang masuk ke tubuh resipien.
Gejala akibat reaksi inkompatibilitas ABO dapat muncul segera atau beberapa jam setelah transfusi darah. Pada anamnesis inkompatibilitas ABO terkait transfusi dapat dijumpai keluhan yang secara klinis tidak mengancam nyawa seperti demam, menggigil, nyeri punggung, kemerahan pada kulit, lemas, dan hematuria. Gejala lemas yang disertai, sesak napas, nyeri dada, dan pembengkakan ekstremitas perlu dicurigai sebagai reaksi yang dapat mengancam nyawa.[4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik inkompatibilitas ABO pada bayi lahir dapat menunjukkan manifestasi ikterik, anemia, hepatosplenomegali, hingga asites. Pada pasien dengan riwayat transfusi, pemeriksaan fisik ditujukan untuk mengidentifikasi risiko reaksi inkompatibilitas ABO yang mengancam nyawa.[1,6,7]
Reaksi yang tidak mengancam nyawa meliputi febris non-hemolitik serta urtikaria atau hipotensi primer. Febris non-hemolitik merupakan gejala demam yang umumnya muncul 6 jam setelah transfusi. Urtikaria dan hipotensi primer harus ditemukan sebagai sebagai gejala tunggal untuk dianggap sebagai reaksi yang tidak mengancam nyawa.
Reaksi yang mengancam nyawa meliputi reaksi anafilaksis, acute hemolytic transfusion reactions (AHTR), dan transfusion-related acute lung injury (TACO).[3,4]
Reaksi Anafilaksis
Reaksi anafilaksis umumnya dapat muncul lebih awal, dengan tanda meliputi ruam makulopapular, urtikaria, angioedema, mengi, dan hipotensi. Reaksi ini paling sering dijumpai pada resipien dengan immunoglobulin A (IgA).[3,4]
Acute Hemolytic Transfusion Reactions (AHTR)
Acute hemolytic transfusion reactions (AHTR) dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa demam, menggigil, hipotensi, hematuria, disseminated intravascular coagulation (DIC), hingga gagal ginjal akut.[3,4]
Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI)
Gejala transfusion-related acute lung injury (TRALI) dapat muncul dalam hitungan menit setelah transfusi, akan tetapi dapat pula muncul 6 jam setelahnya. Manifestasi klinis TRALI dapat berupa demam, menggigil, distres pernapasan, nyeri dada, serta tanda klinis edema pulmoner dan hipoksemia.[3,4]
Transfusion-associated Circulatory Overload (TACO)
Transfusion-associated circulatory overload (TACO) menunjukkan gejala pulmoner dan distres pernapasan yang derajatnya dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah transfusi yang diberikan. Gejala ini umumnya muncul 6 jam setelah transfusi darah. Kondisi ini paling sering muncul pada pasien yang menerima transfusi dalam volume besar, atau pada pasien dengan penyakit kardiopulmoner penyerta.[3,4]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding inkompatibilitas ABO dibagi menjadi reaksi terkait HDN, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Hemolytic Disease of The Newborn (HDN)
Inkompatibilitas ABO terkait HDN menunjukan manifestasi klinis yang bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kondisi yang dialami. Tanda khas umum yaitu pucat, hepatosplenomegali, dan hidrop fetalis pada kasus berat. Ikterik bermanifestasi saat lahir atau 24 jam setelah kelahiran dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.
Terkadang, terdapat peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi karena disfungsi plasenta atau hati pada bayi dengan kondisi hemolisis yang berat. Anemia sering kali muncul sebagai akibat dari kerusakan sel darah merah yang dilapisi sel antibodi oleh sistem retikuloendotelial, namun ada juga beberapa kasus yang disebabkan karena kerusakan intravaskuler.
Karakteristik HDN ditandai oleh satu atau lebih gejala klinis dari hiperbilirubinemia yang berat dan progresif atau hiperbilirubinemia yang berkepanjangan, didapatkan antibodi antenatal ibu positif atau hidrop fetalis atau anemia pada janin, direct coombs tes positif pada neonatus serta ditemukannya hemolisis dalam darah.[2,7,12]
Interpretasi Pemeriksaan Penunjang untuk Menegakkan Diagnosis:
Tingkat kelainan pada hasil pemeriksaan hematologi berbanding lurus dengan tingkat keparahan kondisi hemolisis yang terjadi dan proses hematopoiesis. Kelainan tersebut dapat diamati dari hasil pemeriksaan darah lengkap berupa anemia, peningkatan sel eritrosit berinti, retikulositosis, polikromasi, anisositosis, sferosit serta fragmentasi sel, neutropenia, dan trombositopenia.
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan indirect coombs test dan pemeriksaan antibodi yang didapatkan hasil positif pada ibu dan neonatus. Pemeriksaan kadar IgG anti-A dan anti-B pada ibu dapat membantu memprediksi kondisi hemolisis berat dan hiperbilirubinemia.[2,7,12]
Inkompatibilitas ABO Pasca Transfusi
Keluhan paling umum yang sering ditemukan pada kasus hemolisis karena inkompatibilitas ABO adalah demam, menggigil, nyeri punggung, kemerahan pada kulit, dan hematuria. Pada proses yang diakibatkan karena transfusi darah, beratnya keluhan bergantung pada jumlah volume darah yang masuk ke tubuh resipien.
Biasanya pasien yang menerima >50 ml darah yang tidak kompatibel memiliki risiko mengalami reaksi yang berat bahkan sampai kematian. Adanya riwayat transfusi sebelumnya atau kehamilan sering kali dikaitkan dengan hemolisis akibat inkompatibilitas ABO walaupun banyak kejadian yang terjadi pada kehamilan pertama atau tranfusi yang pertama kali.[3,4]
Inkompatibilitas ABO pada Transplantasi Organ
Inkompatibilitas ABO pada transplantasi organ dikategorikan sebagai berikut:
- ABO iso-grup, yaitu donor dan penerima organ memiliki golongan darah yang sama
- Inkompatibilitas ABO minor, yaitu pada saat pendonor memiliki isohemaglutinin terhadap antigen sel darah merah penerima organ
- Inkompatibilitas ABO mayor, yaitu saat penerima organ mendapatkan isohemaglutinin yang ditujukan untuk antigen sel darah merah pendonor
Pemeriksaan neutrofil mulai hari pertama transplantasi organ sebanyak 3 kali berturut-turut dan trombosit selama 7 hari berturut-turut dapat dilakukan untuk melihat respon penerimaan organ yang ditransplantasikan.[9,13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang umumnya diperlukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati termasuk kadar bilirubin direk dan total, rontgen toraks, dan elektrokardiogram. Selain itu, pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan inkompatibilitas ABO adalah pemeriksaan visual plasma dan urine dan direct Coomb Test.[1,3,4,6]
Pemeriksaan Visual Plasma dan Urin
Pemeriksaan visual plasma dilakukan dengan mengambil sampel darah vena pada menggunakan tabung antikoagulasi lalu dilakukan sentrifugasi pada tabung tersebut. Normalnya plasma akan berwarna bening, temuan warna merah jambu atau merah menandakan adanya hemolisis. Disarankan pemeriksaan menggunakan tabung antikoagulasi untuk menghindari hasil positif palsu, karena jika menggunakan tabung non-antikoagulasi karena terdapat risiko hemolisis traumatis saat dilakukan sentrifugasi.
Perubahan warna plasma akibat hemoglobinemia dapat terjadi segera setelah transfusi darah yang tidak kompatibel dilakukan walaupun darah yang ditransfusikan dalam jumlah kecil dan bertahan beberapa jam sampai hemoglobin dimetabolisme menjadi bilirubin.
Begitu pula dengan pemeriksaan visual urin, beberapa menit setelah darah yang tidak kompatibel ditransfusikan, urin penerima transfusi dapat berubah warna menjadi merah. Untuk membedakan antara hematuria dan hemoglobinuria dilakukan dengan cara sentrifugasi. Pada hematuria, hasil sentrifugasi menunjukan adanya endapan sel darah merah pada dasar tabung pemeriksaan dan urin menjadi jernih, namun pada hemoglobinuria hasil sentrifugasi akan tetap berwarna merah.[3,4]
Direct Coombs Test
Pada pemeriksaan direct Coombs test terkait dengan inkompatibilitas ABO menimbulkan reaksi langsung antiglobulin. Yang menunjukan adanya komplemen (C3d) pada sel darah merah serta anti-A, anti-B atau anti-AB dari penerima transfusi darah. Dalam kondisi tertentu dapat pula terdeteksi IgG anti-A, anti-B atau anti-AB pendonor dalam sirkulasi sel darah merah resipien.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Tyagita Khrisna Ayuningtias