Penatalaksanaan Inkompatibilitas Rhesus
Tujuan penatalaksanaan pada inkompatibilitas rhesus adalah untuk memastikan kesehatan bayi dan mengurangi risiko kehamilan yang akan datang. Adanya rekomendasi penggunaan imunoglobulin anti-D (anti-Rh) pada ibu yang berisiko tersensitisasi, dilaporkan telah mengurangi angka komplikasi hemolytic disease of the newborn (HDN). [13]
Terapi Farmakologis
Pada inkompatibilitas rhesus (Rh), terapi farmakologis yang paling dianjurkan adalah pemberian profilaksis imunoglobulin anti-D (anti-R). [13]
Rekomendasi pemberian sebagai profilaksis antenatal :
- Secara rutin tiap usia kehamilan 28 minggu apabila diagnosis inkompatibilitas Rh didapatkan saat kehamilan
- Secara rutin ketika terjadi peristiwa yang berisiko menyebabkan sensitisasi, misalnya kehamilan ektopik, abortus, versi externa, atau prosedur obstetri yang invasif seperti pengambilan sampel dari villi chorionic atau amniocentesis
Rekomendasi sebagai profilaksis postpartum :
- 72 jam setelah melahirkan anak pertama apabila bayi ternyata rhesus positif
- Apabila terlambat, maka pemberian dapat dilakukan sampai dengan 28 hari postpartum
Immunoglobulin anti-Rh mengandung antibodi anti-Rh yang nantinya akan menempel pada eritrosit dengan antigen Rh (Rh positif), sehingga sistem imun tubuh tidak akan memproduksi antibodi Rh untuk bereaksi dengan eritrosit dari bayi maupun dari luar tubuh. Inti mekanisme kerjanya adalah melakukan pemberian IgG anti-Rh secara pasif ke tubuh ibu sebelum antigen Rh menstimulasi ibu untuk memproduksi antibodi anti-Rh sendiri.
Apabila antibodi Rh telah terbentuk sebelum immunoglobulin anti-Rh diberikan, maka pemberian immunoglobulin anti-Rh tidak lagi berguna. Hal ini yang menyebabkan pentingnya profilaksis.
Immunoglobulin anti-Rh diberikan secara intramuskular di otot deltoid maupun gluteus. Efek samping pemberiannya antara lain adalah nyeri pada area yang diinjeksi dan demam subfebris. [19]
Tabel 1. Indikasi dan Dosis Immunoglobulin Anti-Rh
Indikasi | Dosis |
Pada kondisi yang rentan sensitisasi | - Trimester 1 dan kehamilan tunggal : 250 IU via injeksi intramuskular lambat - Trimester 1 dan kehamilan multipel : 625 IU via injeksi intramuskular lambat - Trimester 2 : 625 IU dengan dosis tambahan dapat diberikan jika diperlukan |
Profilaksis | - Antenatal : 625 IU via injeksi intramuskular lambat (seluruh wanita rhesus negatif yang belum terbentuk antibodi anti rhesus pada usia kehamilan 28-34 minggu) - Postnatal : 625 IU dengan dosis tambahan dapat diberikan jika diperlukan (seluruh wanita rhesus negatif yang melahirkan bayi rhesus positif , kecuali jika terbukti sudah terjadi aloimunisasi) |
Bagi Bayi dengan Anemia Hemolitik yang Lahir dari Keadaan Inkompatibilitas Rhesus
Terapi pada bayi dengan anemia hemolitik yang lahir dari keadaan inkompatibilitas rhesus tergantung dari tingkat keparahan penyakit. Manifestasi klinis pada bayi bisa ringan hingga berat seperti hydrops fetalis. Pada kasus yang ringan, bisa saja tidak diperlukan terapi. [6] Namun perlu diketahui bahwa untuk kasus ringan maupun berat perlu dilakukan konsultasi dengan dokter spesialis.
Pada keadaan anemia hemolitik yang berat, bayi dapat membutuhkan transfusi darah melalui tali pusat. Selain itu, pada anemia hemolitik yang berat, apabila usia kehamilan sudah aterm dapat dilakukan terminasi persalinan lebih cepat sehingga bayi dapat secepatnya mendapatkan terapi. [9,24]
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis pada inkompatibilitas rhesus (Rh) sebenarnya lebih ditunjukkan pada bayi yang lahir dari keadaan ini, mengingat sebenarnya manifestasi klinis yang terlihat pada ibu tidak sesignifikan janin yang dikandungnya.
Terapi yang dilakukan intinya adalah untuk memperbaiki keadaan klinis bayi dari komplikasi anemia hemolitik yang terjadi karena reaksi antigen-antibodi Rh.
Fototerapi
Keadaan hiperbilirubinemia pada bayi akibat hemolisis eritrosit dapat diterapi dengan menggunakan fototerapi. Hiperbilirubinemia akan menyebabkan kerusakan otak karena sifat neurotoksiknya. Inisiasi fototerapi dilakukan menurut normogram yang dikeluarkan oleh American Academy of Pediatric (AAP). Fototerapi dapat dikombinasi dengan transfusi tukar (exchange transfusion/ET) sesuai dengan keadaan klinis pasien.[12,16,18,19]
Mekanisme kerja fototerapi adalah dengan melakukan foto-isomerisasi bilirubin sehingga berubah menjadi substansi yang larut air, dengan begitu dapat membantu ekskresi bilirubin lewat ginjal dan feses tanpa melewati metabolisme di hepar. Pada pasien hemolytic disease of the newborn (HDN), fototerapi intensif diperlukan. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa pada fototerapi terjadi peningkatan ekskresi cairan, sehingga insensible water loss (IWL) meningkat dan asupan cairan neonatus perlu dijaga. [25]
Transfusi Intrauterine
Pada keadaan di mana alloimunisasi sudah terjadi, pemberian immunoglobulin anti-Rh menjadi tidak efektif lagi. Transfusi intrauterine (IUT) dilakukan sebagai rescue therapy pada keadaan anemia berat. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka risikonya adalah hydrops fetalis dan intrauterine fetal death (IUFD). Tujuan tata laksana adalah meningkatkan hematokrit hingga 35-40% pada tengah trimester awal dan 45-55% setelahnya. [5,26]
IUT diberikan lewat vena umbilicalis. Setelah prosedur ini, perlu dilakukan pengambilan darah sebanyak 1 ml untuk memeriksa hematokrit post transfusi. Transfusi selanjutnya dapat diberikan dalam 10-14 hari, dan dapat dilanjutkan kembali dengan interval 3 minggu. [5]
Exchange Transfusion (ET)
Exchange transfusion (ET) atau transfusi tukar dilakukan bila kadar total bilirubin serum > 20 mg/dl. ET membantu klirens bilirubin yang berlebihan pada keadaan hiperbilirubinemia karena anemia hemolitik. Selain itu, ET juga memperbaiki keadaan anemia dengan memberikan darah yang kompatibel terhadap bayi. [16,24]
Adanya pemberian profilaksis immunoglobulin anti-Rh antepartum membuat perlunya melakukan ET pada bayi yang lahir dari keadaan inkompatibilitas Rh berkurang. Biasanya ET diperlukan pada kasus inkompatibilitas rhesus dengan komplikasi anemia berat pada bayi. [8,21]