Prognosis Inkompatibilitas Rhesus
Prognosis inkompatibilitas rhesus sangat bergantung dari pemberian immunoglobulin profilaksis untuk mencegah terjadinya sensitisasi pada ibu dengan Rh negatif. Pemberian profilaksis ini mampu menurunkan angka kejadian alloimunisasi sampai 80-90%. Apabila pemberian immunoglobulin anti-Rh tidak adekuat, maka dapat terjadi komplikasi pada kehamilan selanjutnya atau saat itu. [13,19]
Pada mereka yang tidak mendapatkan immunoglobulin anti-Rh, dengan adanya metode transfusi intrauterine, angka kematian janin akibat inkompatibilitas rhesus karena anemia berat dilaporkan telah menurun. [27]
Komplikasi
Komplikasi inkompatibilitas rhesus terjadi pada ibu maupun fetus yang dikandungnya. Pada fetus akan menyebabkan terjadinya gagal jantung, hiperbilirubinemia, kernikterus, hepatosplenomegali, dan akumulasi cairan dalam tubuh bayi yang dikenal dengan hydrops fetalis.
Pada ibu yang mengandung bayi dengan hydrops fetalis komplikasi yang bisa terjadi adalah atonia uteri, preeklampsia, dan sindrom ballantyne. [6,16] Komplikasi ini biasanya terjadi pada kehamilan setelah kehamilan pertama dengan fetus Rh positif. Selain hal-hal tersebut, komplikasi lain dapat berupa kematian janin, abortus, dan kelahiran prematur. [6]
Anemia pada neonatus dapat terjadi terlambat (late anemia). Hal ini karena hemolisis yang terjadi bersifat ringan, sehingga baru terlihat destruksi beratnya pada kurang lebih 1 minggu setelah kelahiran, dan ditandai dengan gangguan fungsi retikuloendotelial. Pada keadaan ini, mungkin tidak selalu disertai dengan hiperbilirubinemia karena kecepatan hemolisisnya paralel dengan maturasi fungsi hepar serta konjugasi dan ekskresi bilirubin. [28]
Prognosis
Prognosis inkompatibilitas rhesus (Rh) pada pasien yang mendapatkan immunoglobulin anti-Rh secara rutin lebih baik dibanding mereka yang tidak.
Pada ibu yang sudah terlanjur tersensitisasi, seiring dengan meningkatnya angka paritas, keparahan ikterus karena inkompatibilitas Rh meningkat dan kebutuhan untuk melakukan exchange transfusion (ET) atau transfusi tukar juga dilaporkan meningkat. [19]
Sebelum adanya pemberian profilaksis immunoglobulin anti-Rh, sebanyak 1% bayi menderita hemolytic disease of the newborn (HDN) dengan angka mortalitas mencapai 50%. Pemberian profilaksis mengurangi angka kejadian alloimunisasi sampai 80-90%. [25]