Diagnosis Micropenis
Diagnosis micropenis sangat tergantung pada cara pengukuran panjang penis yang benar, yaitu diregangkan sepenuhnya (ditarik maksimal). Diagnosis dapat ditegakkan jika didapatkan ukuran penis kurang dari 2,5 standar deviasi (SD) berdasarkan usia, tanpa disertai kelainan genitalia internal atau eksternal. Diagnosis micropenis hanya dapat ditegakan pada laki-laki dengan kariotipe XY.[1,3,5]
Anamnesis
Pada saat anamnesis, perlu ditanyakan mengenai riwayat kehamilan pada ibu. Riwayat penggunaan antiandrogen saat kehamilan, seperti flutamide, testolactone, enzalutamide, dan spironolactone perlu ditanyakan karena dapat mengganggu virilisasi in utero. Pada anak dengan riwayat gangguan penghidu (anosmia atau hiposmia), kecurigaan dapat mengarah pada sindrom Kallman.
Kemungkinan abnormalitas hormon pituitari perlu dipertimbangkan bila terdapat riwayat gagal tumbuh, hipoglikemia neonatal, nistagmus, atau kolestasis.[4,8]
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa dapat menunjukkan bahwa terdapat kelainan yang bersifat familial. Riwayat keluarga dengan kematian yang tidak dapat dijelaskan pada usia satu tahun pertama kehidupan dapat mengarah pada kelainan defisiensi hormon pituitari, insufisiensi adrenal, atau keduanya.[8]
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran panjang penis dilakukan pada saat penis diregangkan seutuhnya (ditarik maksimal), dengan cara memegang glans penis menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian ditarik. Pengukuran dilakukan dari ramus pubis hingga bagian ujung distal glans penis pada sisi dorsal, dengan menggunakan penggaris atau kaliper.
Pada saat pemeriksaan genitalia, lakukan penekanan pada bagian lemak suprapubik, dan retraksi pada bagian preputium. Preputium tidak diikutsertakan pada pengukuran panjang penis. Rata-rata dari beberapa atau tiga kali pengukuran panjang panjang penis dapat meningkatkan akurasi pengukuran.[1,4]
Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur panjang penis adalah dengan syringe disposible 10 ml yang telah dimodifikasi. Bagian ujung syringe tempat melekat jarum dipotong, kemudian pada bagian ini dimasukkan piston.
Pada sisi ujung syringe lainnya dimasukkan penis, dan secara perlahan dorong dan tekan sampai bagian bantalan lemak yang mengelilingi penis. Selanjutnya tarik bagian piston, sehingga penis seolah terhisap ke dalamnya. Manuver ini menyebabkan penis tertarik (stretched), yang selanjutnya dilakukan pembacaan pada skala yang tertera pada syringe.[3]
Selain pengukuran panjang penis, dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran volume, lokasi testis, dan penurunan testis dalam skrotum, serta lokasi meatus uretra.
Genitalia ambigu dapat dicurigai pada anak dengan manifestasi klinis micropenis. Bila pada pemeriksaan fisik didapatkan skrotum normal, dan testis teraba pada saat palpasi, maka anak kemungkinan besar memiliki kariotipe laki-laki. Bila pada pemeriksaan tidak didapatkan hal tersebut, diperlukan evaluasi lanjutan terhadap perkembangan seks.
Evaluasi lanjutan juga diperlukan pada kasus anak laki-laki dengan micropenis yang disertai kriptorkidismus, karena kasus ini sulit dibedakan dengan kasus anak perempuan dengan klitoromegali.[8,11]
Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan nilai rerata ukuran panjang penis normal sesuai dengan usia. Berikut merupakan standar panjang penis dalam keadaan tertarik maksimal.[1]
Tabel 1. Rerata Panjang Penis dalam Keadaan Tertarik Maksimal
Usia | Rerata ± SD (cm) |
Usia gestasi 30 minggu | 2,5 ± 0,4 |
Usia gestasi 34 minggu | 3,0 ± 0,4 |
Cukup bulan | 3.5 ± 0,4 |
0-5 bulan | 3,9 ± 0,8 |
6-12 bulan | 4,3 ± 0,8 |
1-2 tahun | 4,7 ± 0,8 |
2-3 tahun | 5,1 ± 0,9 |
3-4 tahun | 5,5 ± 0,9 |
4-5 tahun | 5,7 ± 0,9 |
5-6 tahun | 6,0 ± 0,9 |
6-7 tahun | 6,1 ± 0,9 |
7-8 tahun | 6,2 ± 1,0 |
8-10 tahun | 6,3 ± 1,0 |
10-11 tahun | 6,4 ± 1,1 |
Sumber: dr. Virly Isella, 2020[1]
Diagnosis Banding
Pada diagnosis banding micropenis, penting sekali untuk membedakan dengan pseudo-micropenis, seperti burried penis, trapped penis, dan webbed penis. Selain itu, diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah kondisi hipogonadotropik hipogonadisme yang biasanya disertai dengan manifestasi gangguan perkembangan. Kondisi seperti small penis syndrome yang merupakan kondisi psikologis juga perlu dibedakan dari micropenis yang sesungguhnya. Beberapa diagnosis banding micropenis, antara lain:
Buried Penis
Buried penis merupakan kondisi penis dengan ukuran normal, tetapi tersembunyi di bawah lemak suprapubik, sehingga menyebabkan tampilan penis yang kecil. Kondisi ini ditemukan pada anak dengan obesitas. Buried penis dapat dibedakan dengan micropenis melalui pemeriksaan panjang penis yang benar. Pada kondisi buried penis, struktur dan ukuran penis yang sesungguhnya dapat diperoleh melalui penekanan jaringan lemak sekitar ke arah dalam semaksimal mungkin.[1,12]
Trapped Penis
Trapped penis adalah disebabkan kurangnya kulit yang mengelilingi batang penis. Kurangnya kulit disebabkan oleh luka parut pada bagian kulit prepubis setelah terjadi trauma atau prosedur sirkumsisi.[1,5]
Webbed Penis
Webbed penis adalah kondisi penis yang tersambung pada sisi depan skrotum, akibat adanya jaringan kulit yang menghubungkan antara keduanya.[1]
Agenesis Penis atau Aphallia
Aphallia merupakan malformasi yang jarang dijumpai, dan ditandai dengan tidak adanya penis. Kelainan ini sering kali disertai dengan abnormalitas/ malformasi sistem lainnya, seperti agenesis ginjal atau ginjal kistik, horseshoe kidney, refluks urine, agenesis prostat, gangguan jantung, gangguan neuroskeletal.[1,13]
Chordee of Penis
Kondisi ini menyebabkan batang penis bengkok, sehingga dapat menyebabkan panjang penis seolah-olah lebih pendek.[3,4]
Sindrom Kallman
Sindrom Kallman termasuk kelainan yang disebabkan oleh kondisi hipogonadisme hipogonadotropik. Kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai defisiensi gonadotropin releasing hormone (GnRH), anosmia, atau hiposmia berat.[8]
Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter merupakan kelainan pada kariotipe laki-laki normal, berupa adanya tambahan kromosom X sehingga pada pasien ini memiliki kariotipe 47 XXY. Pada kelainan ini, dapat dijumpai hipogonadisme, ukuran testis yang kecil (orchidism), azoospermia/oligospermia, gynecomastia, peningkatan kadar gonadotropin urine, hialinisasi, dan fibrosis tubulus seminiferus.[8]
Sindrom Noonan
Sindrom Noonan merupakan kelainan genetik yang ditandai dengan tampilan wajah khas (hypertelorism, down-slanting eyes, webbed neck), penyakit jantung bawaan, perawakan pendek, dan kelainan jantung kongenital.[8]
Prader-Willi Syndrome (PWS)
Prader-Willi syndrome ditandai dengan obesitas, hipotonia, disabilitas intelektual, perawakan pendek, failure to thrive, hipogonadisme hipogonadotropik.[4,8]
Panhipopituitarisme
Pada kelainan ini, didapatkan kadar hormon pituitari anterior yang rendah atau tidak adekuat. Selain micropenis, dapat juga ditemukan midline defect, atrofi optik, hipoglikemia, dan gagal tumbuh.[8]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada umumnya digunakan untuk membantu mengevaluasi penyebab micropenis dan kelainan lain yang mungkin dapat mengancam nyawa. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium, pencitraan, dan karyotype.
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang digunakan antara lain pemeriksaan hormon seperti pengukuran kadar testosteron, DHT (dihidrotestosteron), FSH dan LH, prekursor testosteron, dan hormon pituitari.
Testosteron Serum:
Pemeriksaan kadar testosteron dilakukan pada saat prosedur human chorionic gonadotropin (hCG) challenge test. Dosis hormone hCG untuk anak berusia 6–14 tahun adalah 1.000–1.500 secara intramuskular setiap dua hari sekali, sampai dengan tujuh dosis pemberian. Kadar testosteron serum diperiksa sebelum pemberian hormon hCG, dan 48 jam setelah pemberian dosis terakhir.
Peningkatan kadar testosteron yang lebih dari 200 µg/dL setelah pemberian hCG menunjukkan bahwa fungsi testis baik. Kadar testosteron yang tidak mengalami peningkatan tetapi terjadi peningkatan LH dan FSH ditemukan pada kelainan berupa agenesis testis, kegagalan fungsi testis, sindrom Kallman, dan undesensus testis.[1,5]
Dihidrotestosteron (DHT):
Pemeriksaan DHT dan testosteron dapat digunakan untuk melihat respons testis terhadap stimulasi hormon gonadotropin.[3]
Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) Serum:
Pemeriksaan FSH dan LH bertujuan untuk mengetahui fungsi testis. Kadar FSH dan LH serum yang meningkat dua kali lipat dari batas atas normal mengindikasikan kelainan yang berkaitan dengan hipogonadisme hipergonadotropik. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan kadar FSH, LH, dan testosteron yang rendah dapat mengindikasikan kelainan yang berkaitan dengan hipogonadisme hipogonadotropik.[5]
Inhibin B dan Anti Mullerian Hormone (AMH):
Inhibin B dan AMH merupakan zat yang disekresikan oleh sel sertoli testis, sehingga hasilnya dapat menggambarkan fungsi testis.[5]
Kariotipe:
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan jenis kelamin. Pada kasus micropenis, pasien akan memiliki kariotipe 46 XY. Pemeriksaan ini belum rutin dilakukan.[3,5]
Hormon pada Aksis Tiroid:
Pada kasus micropenis yang dicurigai terdapat keterlibatan hormon pada aksis tiroid, diperlukan pengukuran kadar tiroksin bebas (T4) dan thyrotropin stimulating hormone (TSH).[8]
Growth Hormone dan Kortisol:
Kadar hormon ini perlu diukur, terutama setelah dilakukan stimulasi dengan pemberian glukagon atau kortisol/adrenocorticotropic hormone (ACTH).[8]
Pencitraan:
Pencitraan pada micropenis umumnya bertujuan untuk memeriksa struktur genital interna dan gonad. Pemeriksaan juga bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab micropenis lainnya, seperti kelainan pada hipotalamus dan pituitari.
USG Pelvis:
Pemeriksaan ini bermanfaat pada kasus genital yang ambigu untuk mengevaluasi struktur genitalia internal dan gonad. Terdapatnya uterus dan ovarium menunjukkan virilisasi wanita (46 X,Y).[3,4]
MRI Otak:
Pemeriksaan MRI otak bermanfaat untuk mengevaluasi adanya kelainan pada hipotalamus dan pituitari, seperti sindrom displasia batang pituitari, aplasia pituitari, kelenjar pituitari anterior yang kecil, pituitari posterior ektopik. Gambaran MRI otak potongan transversal dapat memberikan ukuran sulkus olfaktorius, yang dapat digunakan untuk mendeteksi sindrom Kallman yang memiliki gejala anosmia.[2-5]